Boleh saja pemerintah menaikkan gaji pokok gubernur, bupati, dan wali kota. Gaji mereka memang sudah lama tidak naik. Tapi kebijakan ini mesti diikuti dengan pemangkasan berbagai tunjangan yang jumlahnya amat besar. Dengan cara ini, jenis pendapatan kepala daerah tak terlalu banyak sehingga mudah diawasi.
Rencana kenaikan gaji politik itu diisyaratkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum lama ini. Ia menanggapi permintaan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia yang mengeluhkan kecilnya gaji kepala daerah, tak sebanding dengan tanggung jawabnya yang besar. Total gaji pokok beserta tunjangan jabatan untuk bupati/wali kota adalah Rp 5,8 juta, dan untuk gubernur Rp 8,4 juta.
Gaji pokok kepala daerah itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pejabat. Bila belum ditambah tunjangan jabatan, gaji mereka amat kecil. Untuk gubernur, misalnya, hanya Rp 3 juta. Adapun tunjangan jabatan yang jumlahnya sedikit lebih besar dibanding gaji pokok diatur dalam Keputusan Presiden No. 168/2000.
Kedua aturan itu memang belum direvisi hingga sekarang. Artinya, selama 13 tahun gaji pokok dan tunjangan pejabat, termasuk kepala daerah, belum pernah dinaikkan. Karena itulah, sudah sewajarnya pemerintah meninjaunya. Bandingkan pula dengan gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan DPRD, yang telah berkali-kali dinaikkan sejak 2000.
Masalahnya, pendapatan kepala daerah selama ini sudah amat besar, kendati gaji dan tunjangan jabatan mereka kecil. Di luar penghasilan utama itu, mereka masih mendapat berbagai macam tunjangan rumah tangga dan operasional. Kepala daerah juga masih memperoleh upah pungut pajak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010. Jumlah upah pungut pajak itu amat besar. Bahkan ada gubernur yang mendapat Rp 50 juta sebulan.
Besarnya biaya rumah tangga dan operasional pun bervariasi, bergantung pada kemampuan daerah. Jangan heran bila ada gubernur yang mendapat total penghasilan hingga ratusan juta rupiah setiap bulan. Variabel penentunya adalah pendapatan asli daerah tersebut dan besarnya pajak yang dipungut dari rakyatnya.
Itulah pentingnya menyederhanakan jenis pendapatan kepala daerah. Upah pungut pajak, misalnya, sudah saatnya dihapus karena relevan sebagai sumber penghasilan seorang gubernur atau bupati. Biaya operasional dan tunjangan rumah tangga pun perlu dibatasi dan diatur secara lebih transparan agar tidak menjadi ladang korupsi.
Tanpa pemangkasan jenis tunjangan, kenaikan gaji justru membuat pendapatan kepala daerah menjadi berlipat ganda. Ini akan mengundang kecaman rakyat, yang selama ini selalu kecewa atas kinerja para kepala daerah. Jangan lupa juga, banyak kabupaten atau kota yang sebagian besar anggarannya habis untuk gaji para pejabat dan pegawai negeri. Artinya, hanya sedikit yang tersisa buat pembangunan.
Jadi, boleh saja merevisi struktur pendapatan kepala daerah, termasuk menaikkan gaji pokok. Gaji dan tunjangan mereka wajib pula diumumkan secara terbuka. Tapi tidak sepantasnya kepala daerah mendapat total penghasilan yang lebih besar.