Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak cukup hanya memberikan sinyal akan menaikkan harga bahan bakar minyak. Harga BBM memang terlalu murah karena disubsidi. Tugas yang jauh lebih berat justru mengantisipasi kondisi tunaminyak.
Berbagai lembaga sudah meramalkan bahwa cadangan minyak kita, yang hanya sekitar 4 miliar barel, akan habis dalam tempo 11 tahun. Kalaupun ada dana untuk eksplorasi, cadangan hanya akan bertambah menjadi 7 miliar barel. Ini berarti Indonesia akan kehabisan energi dari fosil itu pada 2024 atau selama-lamanya pada 2031.
Sayangnya, pemerintah tidak terlalu peduli terhadap masalah gawat itu. Masyarakat terus dimanja dengan harga BBM yang murah. Anggaran negara bahkan dikorbankan untuk memberikan subsidi bahan bakar minyak. Hal ini membuat konsumsi BBM terus membengkak, seiring dengan kenaikan penjualan mobil dan sepeda motor. Tidak mengherankan jika setiap tahun selalu terjadi kelebihan permintaan, sehingga subsidi BBM hampir selalu di atas pagu. Nyaris tak ada kebijakan untuk menekan konsumsi BBM.
Penggunaan BBM dalam pembangkitan tenaga listrik juga masih sangat besar. Tapi hampir tidak ada insentif untuk penggunaan energi baru terbarukan. Pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara, gas, dan panas bumi sebagai alternatif pembangkit listrik tenaga BBM pun tersendat-sendat. Padahal cadangan batu bara kita masih cukup untuk 75 tahun, cadangan gas 44 tahun, dan cadangan panas bumi kita setara dengan kapasitas kelistrikan Jawa-Bali, sebesar 28 ribu megawatt.
Pemerintah seharusnya malu kepada masyarakat dan swasta, yang terus bergerak lebih cepat memanfaatkan energi terbarukan, seperti tenaga angin, air, dan biomassa. Yang diperlukan dari pemerintah adalah daya dorong agar energi terbarukan bisa termanfaatkan secara optimal. Saat ini sumbangan energi terbarukan hanya 5 persen dan akan ditingkatkan menjadi 25-30 persen pada 2025. Namun, melihat kondisi energi Indonesia saat ini, target itu terlalu rendah, dan pencapaian 25-30 persen semestinya bisa dipercepat.
Dua hal sebetulnya bisa dilakukan bersamaan: konsumsi BBM ditekan dan pemanfaatan energi terbarukan dipercepat. Penekanan konsumsi bisa mengurangi jatah subsidi dan dananya bisa dialihkan untuk pengembangan energi terbarukan dan pemberian insentif.
Peningkatan energi terbarukan bisa dilakukan melalui kebijakan pemerintah. Pengalaman kita menunjukkan bahwa konversi minyak tanah ke gas bisa dilakukan hanya dalam tiga tahun. Paling tidak, pemerintah bisa memulainya dari pembangkit milik PLN. Angkutan umum juga bisa dijadikan percontohan.
Kebijakan mendukung energi alternatif itu membentang panjang, dari sektor hulu-investasi, pengadaan (impor), dan pembangunan proyek-hingga sektor hilir yang menyangkut pemasaran dan harga. Masyarakat juga harus mulai disadarkan akan bahaya ketergantungan pada BBM dan pentingnya energi alternatif. Jangan sampai negara kita mengalami krisis energi.