Penangkapan hakim Setyabudi Tejocahyono diharapkan dapat membongkar seluruh kejanggalan kasus korupsi dana bantuan sosial di Bandung. Tujuh terdakwa dalam perkara ini jelas divonis ringan. Ada pula keanehan lain: lolosnya Wali Kota Bandung, Dada Rosada, yang keterlibatannya disebutkan dalam persidangan.
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung itu akan sulit mengelak dari tuduhan disuap lantaran buktinya amat telak. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan duit Rp 150 juta di ruang kerjanya. Ada pula uang Rp 100 juta yang tersisa di mobil seorang kurir suap. KPK juga memeriksa pejabat Dinas Pendapatan dan Dinas Pengelola Keuangan Pemerintah Kota Bandung yang dianggap mengetahui penyuapan. Adapun duit suap diduga diperoleh dari seorang pengusaha.
Diperkirakan pemberian uang tersebut hanyalah bonus untuk Setyabudi, ketua majelis hakim yang memutus perkara penyelewengan dana bantuan sosial pada Desember lalu. Ada kemungkinan suap yang lebih besar telah diberikan sebelumnya. Dua hakim anggota yang ikut memvonis kasus ini, Ramlan Comel dan Jojo Johari, juga patut dicurigai karena tidak mungkin Setyabudi bermain sendiri.
Begitu banyak kejanggalan dalam kasus bantuan sosial itu. Jaksa menghitung kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 66 miliar, tapi hakim menyatakan kerugian negara hanya Rp 9 miliar. Tujuh terdakwa akhirnya divonis masing-masing hanya 1 tahun penjara setelah sebelumnya mengembalikan duit kerugian negara versi hakim. Pengembalian uang hasil korupsi merupakan kewajiban dan bukan alasan pembenar untuk menghukum ringan.
Hakim juga tidak membongkar keterlibatan Wali Kota Bandung Dada Rosada dan Sekretaris Daerah Edi Siswadi. Hanya ajudan mereka yang dipenjara. Padahal tidaklah mungkin anggaran daerah hingga miliaran rupiah dikeluarkan tanpa persetujuan sekretaris daerah atau wali kota.
Itulah pentingnya Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung turun tangan. Dua lembaga ini semestinya memeriksa Setyabudi dan rekan-rekannya. Jangan ragu memecat mereka bila terdapat indikasi kuat mempermainkan perkara, tanpa menunggu pengusutan oleh KPK. Tindakan tegas perlu diberikan demi menyelamatkan korps kehakiman. Soalnya, sudah terlalu sering hakim ditangkap oleh komisi antikorupsi gara-gara menerima suap. Mereka antara lain Ibrahim (hakim Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta), Imas Dianasari (hakim ad hoc di Bandung), dan Kartini Marpaung (hakim Pengadilan Negeri Semarang).
Kejaksaan Agung pun tidak boleh berpangku tangan. Instansi ini harus mengusut jaksa penuntut korupsi bantuan sosial itu. Sungguh aneh, mereka tidak menyeret Wali Kota dan Sekretaris Daerah ke pengadilan. Percuma jaksa menyebutkan peran mereka dalam tuntutan bila tidak diikuti dengan proses penyidikan.
Rasa keadilan yang terkoyak oleh ulah hakim dan jaksa mesti pula dipulihkan. KPK perlu mengambil-alih kasus korupsi bantuan sosial, terutama mengusut dugaan keterlibatan Wali Kota dan Sekretaris Daerah Bandung. Jangan biarkan kesewenang-wenangan pejabat semakin merajalela: menggangsir duit rakyat sekaligus menginjak-injak hukum. *