Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kompetisi Pemilihan Presiden 2014

image-profil

image-gnews
Iklan

Arya Budi,
Peneliti Poltracking Institute  

Pemungutan suara pemilu presiden telah usai, tapi masih menyisakan dua isu besar: perbedaan hasil hitung cepat (quick count) beberapa lembaga dan deklarasi pemenang pemilihan presiden oleh masing-masing kandidat. Dua isu besar ini menciptakan pertanyaan tunggal bagi publik: siapa sebenarnya pemenang pemilihan presiden?

Terlepas dari polemik perihal siapa yang benar dengan hasil hitung cepat, kontestasi pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK pada pemilu presiden 2014 ini berlangsung dengan sangat dinamis. Hasil hitung cepat yang dirilis oleh Poltracking menunjukkan pasangan Jokowi-JK (53,70 persen) unggul terhadap Prabowo-Hatta (46,30 persen) dengan total data masuk 99,75 persen dari 2.000 TPS sampel terpilih di seluruh Indonesia.

Tidak bisa dimungkiri, hasil hitung cepat ini menunjukkan stagnasi, bahkan penurunan, suara Jokowi dari survei Poltracking Maret 2014 dengan 54,9 persen. Sebaliknya, angka hitung cepat menunjukkan kenaikan signifikan suara Prabowo jika melihat survei elektabilitas Poltracking pada Juni 2014 dengan 27,9 persen. Riwayat survei di beberapa lembaga lain menunjukkan Prabowo-Hatta lebih unggul.

Telah menjadi rahasia umum bahwa setidaknya ada sembilan provinsi yang mempunyai jumlah pemilih besar di mana tiga provinsi di antaranya menyumbang masing-masing lebih dari 15 persen suara dari total pemilih nasional.

Singkat cerita, peta kompetisi pada 9 provinsi ini menentukan perolehan suara nasional karena total sumbangannya mencapai lebih dari 70 persen suara. Hitung cepat Poltracking menunjukkan bahwa Jokowi-JK unggul di 7 provinsi gemuk, seperti di Sumatera Selatan (50,64 persen), Sumatera Utara (58,48 persen), Lampung (52,40 persen), DKI Jakarta (54,03 persen), Jawa Timur (58,23 persen), dan Sulawesi Selatan (70,45 persen).

Sementara itu, Prabowo-Hatta unggul di dua provinsi gemuk, seperti Jawa Barat (59,19 persen) dan Banten (58,23 persen).

Sekalipun sempat menjadi polemik antara Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilihan Umum, hasil perolehan suara versi hitung cepat ini tentu juga harus mempertimbangkan kemenangan kandidat di minimal 50 persen provinsi dari total 34 provinsi yang ada. Terkait dengan hal ini, hasil hitung cepat Poltracking menunjukkan pasangan Jokowi-JK unggul di 22 provinsi, sedangkan Prabowo-Hatta unggul di 10 provinsi lainnya dengan interval selisih suara yang bervariasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Singkat cerita, berdasarkan hasil hitung cepat, pasangan Jokowi-JK berpotensi menjadi presiden selanjutnya menggantikan SBY-Boediono.

Secara teoretis, hasil hitung cepat pemilu presiden ini sekali lagi menunjukkan cakupan dual split-ticket voting yang jamak terjadi hampir di seluruh pemilih Indonesia. Bahwa pilihan publik tidak linier dengan pilihan partai (baik secara horizontal maupun vertikal). Pun demikian dengan pilihan publik dengan preferensi tokoh yang diidolakan.

Pertama, suara partai yang berkoalisi dengan pasangan kandidat-59,12 persen untuk Prabowo-Hatta dan 40,88 persen untuk Jokowi-JK-tidak menunjukkan perolehan suara kandidat yang linier. Hal itu memberikan konfirmasi hasil survei yang menunjukkan Party ID-tingkat kedekatan/asosisasi diri pemilih terhadap partai-yang rendah di Indonesia, berkisar 17-25 persen.

Kedua, logika bahwa Party ID yang rendah menyebabkan pemilih terombang-ambing mengikuti pendulum pilihan para figur/tokoh idola atau patron partai ternyata tidak sepenuhnya benar. Preferensi pilihan SBY yang direpresentasikan oleh Partai Demokrat tak sepenuhnya berdampak, sekalipun SBY memperoleh 60,80 persen satu kali putaran pilpres dengan tiga kandidat.

Dualisme politik elite pada masing-masing partai juga menjadi penyebab, seperti Golkar. Suara Jokowi-JK versi hitung cepat  yang mencapai 70,45 persen di Sulawesi Selatan, yang dikenal sebagai basis Golkar, tentu adalah "Golkar-Jusuf Kalla". Tentu, sekali lagi, hasil hitung-cepat yang menjadi dasar analisis ini bisa bergesar ke atas 1 persen dan ke bawah 1 persen karena margin error 1 persen dengan 95 persen tingkat kepercayaan.

Alhasil, pemilu presiden 2014 adalah babak baru politik Indonesia, di mana semua kekuatan politik terkanalisasi hanya pada dua kutub. Artinya, cara mengukur demokratisasi tidak sekadar terletak pada proses dan hasil pemilu, tapi juga seusai pemilu, di mana salah satu kandidat ditetapkan sebagai pemenang. Respons publik, elite, dan kandidat terhadap hasil penetapan pemenang oleh KPU beberapa hari ke depan adalah ukuran.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.