Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Konsekuensi Hukum Pidato Prabowo

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Feri Amsari, Peneliti Tamu William and Mary Law School, Virginia

Pidato "kekalahan" calon presiden (capres) Prabowo Subianto mengejutkan. Sikap penolakan hasil pemilu presiden (pilpres) itu tidak sekadar menjatuhkan martabatnya sebagai negarawan, tapi juga menimbulkan "api" baru seusai pilpres yang berlangsung damai.

Sikap itu juga akan menciptakan sejarah ketatanegaraan baru: "capres kalah berpidato tidak siap kalah." Padahal, jika mau "berlapang dada", pernyataan Prabowo akan meletakkannya setingkat "negarawan". Sayangnya, Prabowo bersikap berbeda. Bukan tidak mungkin, setelah pidato itu, karier politik pendiri Partai Gerindra itu telah "tamat".

Padahal pidato pengakuan kekalahan (concession speech) dalam tradisi demokrasi harus dilakukan. Di Amerika, setiap calon presiden yang kalah akan berpidato di depan pendukungnya untuk mengakui kemenangan lawan. Seharusnya, calon presiden Prabowo berpidato dengan mengucapkan terima kasih kepada pendukung dan pesaingnya karena telah melalui pemilihan presiden dengan baik. Kemudian, Prabowo dapat menyampaikan pernyataan bahwa  kerja keras pendukungnya adalah "bibit" bagi kemenangan di masa depan. Pidato itu juga semestinya ditutup dengan indah dengan pernyataan siap mendukung presiden terpilih dan mau bekerja sama demi kepentingan negara yang lebih besar.

Sayangnya, Prabowo menciptakan kegundahan baru. Pidatonya memang melarang pendukungnya bersikap anarkistis, tapi dengan "kasar" calon presiden Prabowo menolak hasil pemilihan presiden. Kekasaran itu terlihat ketika Prabowo meminta seluruh saksi tim suksesnya keluar dari ruang pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tindakan itu merupakan "kemarahan" yang dibumbui "senyum terpaksa". Bukan tidak mungkin pidato "menjaga kedamaian" Prabowo akan dilaksanakan berbeda oleh pendukungnya. Tindakan senada juga pernah dilakukan Prabowo sebelum hasil pemilihan presiden diumumkan. Pernyataan siap kalah diumbar, tapi ujungnya berakhir dengan kemarahan.

Jikapun tidak puas dengan proses penyelenggaraan, tim Prabowo dapat menempuh jalur konstitusional yang ada. Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan peradilan yang penting membongkar kealpaan KPU jika memang ada. Tim Prabowo dapat membawa seluruh alat bukti dan membeberkannya dalam persidangan. Jadi, publik mengetahui alasan yang membuat calon presiden Prabowo mempermasalahkan penyelenggaraan pemilihan presiden oleh KPU.

Jika tidak, tindakan di luar jalur konstitusional dapat dimaknai sebagai tuduhan tanpa bukti. Apalagi langkah sesat itu sungguh berseberangan jika melihat sosok mantan ketua tim sukses Prabowo yang merupakan bekas Ketua MK. Dalam batas penalaran yang wajar, seharusnya calon presiden Prabowo dinasihati untuk menempuh jalur konstitusional yang ada.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sayangnya, jiwa prajurit tempur tak hilang dari diri Prabowo. Ia memilih mengobarkan api amarah kepada seluruh pendukungnya. Jika para pendukung itu terhasut, bukan tidak mungkin calon presiden Prabowo dapat dipidanakan.

Pidato calon presiden Prabowo yang menarik diri dari proses pemilihan presiden  yang tersisa tak dapat disebut sebagai langkah pengunduran diri. Tindakan pengunduran diri harus dilakukan sebelum proses pemilihan terlaksana. Tujuan aturan itu agar pengunduran diri calon presiden tidak menimbulkan kekacauan proses pemilihan presiden. Jika dilakukan selesai pencoblosan, kata pengunduran diri tidak akan menimbulkan konsekuensi hukum apa pun. Dengan begitu, ketentuan pidana pada Pasal 245 dan Pasal 246 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat dikenakan kepada calon presiden Prabowo.

Bagi saya, pidato itu berpotensi dikenai Pasal 160 KUHP terkait dengan penghasutan. MK, melalui putusannya, menentukan Pasal 160 KUHP adalah delik materiil. Artinya, tindakan penghasutan itu bergantung pada efek yang ditimbulkan setelah pidato tersebut. Jika ternyata pidato itu menciptakan kerusuhan dan menciptakan korban, pidana penghasutan dapat dikenakan.

Sekalipun Prabowo meminta pendukungnya tidak melakukan aksi anarkistis, pidato itu membuka "ruang makna" bagi pendukungnya untuk melawan keputusan KPU. Ucapan itu dapat dimaknai sebagai vise versa dari apa yang dibunyikan. Jika jalur konstitusional tidak ingin ditempuh, tentu harus dimaknai pidato itu meminta dilakukannya tindakan di luar jalur itu. Jika terjadi keributan di lapis bawah masyarakat, Prabowo berpotensi untuk dipidana sesuai dengan Pasal 160 KUHP.

Sebelum "api pidato" itu menyebar luas membakar kedamaian pemilihan presiden,  sebaiknya Prabowo bertindak sesuai dengan jalur konstitusional atau mengakui kekalahan. Bukankah pemenang adalah seseorang yang belajar dari kekalahan. Sudah waktunya untuk legowo! *


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.