Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kabinet Presiden Terpilih

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Reza Syawawi, Periset Transparency International Indonesia

Sesuai dengan amanat undang-undang, Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih untuk periode 2014-2019.Sekalipun saat ini sedang diajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan keputusan tersebut, penetapan itu menurut hukum harus dipandang sebagai hasil pemilihan umum (pemilu) yang sah.

Maka, dengan menggunakan dasar tersebut, sangat relevan bagi presiden dan wakil presiden terpilih untuk mendesain pemerintahannya selama 5 (lima) tahun ke depan. Desain ini akan menjadi penentu awal keberhasilan atau kegagalan dalam menjalankan visi, misi, dan program kerja yang selama masa pemilu disampaikan kepada publik.

Menurut konstitusi (UUD 1945), penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan "tim kerja" yang disebut sebagai pembantu presiden atau juga jamak disebut sebagai "kabinet". Frasa UUD 1945 juga menyebutkan setidaknya ada 2 (dua) jabatan yang dikategorikan sebagai pembantu presiden, yaitu wakil presiden dan menteri-menteri negara. Pasal 4 ayat (2) berbunyi, "Dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden".

Posisi wakil presiden dalam konteks ini sedikit lebih tinggi dari pembantu presiden yang lain karena dua hal. Pertama "pemilihannya" dilakukan bersamaan dengan presiden sebagai satu pasangan calon untuk dapat ikut serta dalam pemilu. Kedua, ada mandat khusus yang secara eksplisit disebutkan dalam konstitusi kepada wakil presiden untuk menggantikan posisi presiden jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya (Pasal 8 ayat 1).

Dalam kondisi normal, posisi wakil presiden semestinya mendapatkan porsi yang jelas dalam kedudukannya sebagai pembantu presiden sebagaimana menteri-menteri negara yang membidangi urusan tertentu. Kementerian atau menteri-menteri negara memiliki regulasi yang jelas mengenai lingkup tugas masing-masing.

Hal inilah yang tidak dimiliki oleh wakil presiden, sehingga tugas-tugas pemerintahan yang dijalankannya cenderung lebih bersifat seremonial. Bahkan dalam pengalaman kabinet-kabinet sebelumnya, posisi wakil presiden terlihat seperti "bumper" atau bahkan menjadi tumbal politik.

Idealnya memang harus ada semacam desain besar tentang lembaga kepresidenan melalui sebuah regulasi atau undang-undang(Saldi Isra). Salah satu substansi yang penting diatur adalah bagaimana memperjelas dan memaksimalkan posisi wakil presiden dalam tugas-tugas pemerintahan atau bahkan kenegaraan. Maka, presiden ke depan seyogianya "memanfaatkan" secara maksimal kehadiran seorang wakil presiden.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam konteks kementerian negara, desain kelembagaan dan lingkup tugasnya telah diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pada saat ini, presiden terpilih memiliki cukup waktu untuk mendesain postur para pembantunya berdasarkan pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

Penulis menilai saat ini belum saatnya untuk membicarakan tentang siapa yang akan menduduki jabatan menteri, tapi menentukan seberapa besar kabinet yang akan dibentuk. Apakah hanya melanjutkan struktur kabinet sebelumnya atau justru memiliki desain baru yang lebih mumpuni untuk menyokong pemerintahan.

Setidaknya presiden terpilih telah meletakkan fondasi yang cukup kuat pada awal pencalonannya dengan menjadikan kabinet bukan sebagai sarana untuk membagi-bagi kekuasaan dalam koalisi partai pengusung.

Dalam kabinet sebelumnya tak dapat dimungkiri bahwa jabatan menteri diisi oleh mayoritas elite partai, walaupun hal tersebut kemudian diimbangi dengan mengisi jabatan wakil menteri dari kalangan profesional pada beberapa kementerian tertentu. Menurutpenulis, pengisian jabatan wakil menteri juga bukan pada konteks beban kerja yang diatur oleh undang-undang (Pasal 10), tapi lebih pada upaya untuk "menutupi" ketidakmampuan menteri dalam mengelola kementeriannya. Jika memang beban kerja suatu kementerian dijadikan alasan untuk menghadirkan wakil menteri, sampai saat ini juga tidak ada penjelasan dan data apa pun yang disuguhkan kepada publik bahwa memang benar ada kondisi obyektif di mana posisi wakil menteri memang dibutuhkan.

Terakhir soal hak prerogatif dalam mengangkat menteri, presiden seharusnya menghindari kategori personal tertentu agar tidak menjadi bumerang dalam kabinet.Pertama, kategori umum yang berkaitan dengan kapabilitas.Kedua,harus dihindari kategori personal yang memiliki tingkat konflik kepentingan yang tinggi. Misalnya menduduki jabatan struktural dalam partai politik, perusahaan (negara atau swasta), memiliki afiliasi yang "negatif" dengan kelompok tertentu, atau bahkan pernah dipidana atas sebuah kejahatan (termasuk korupsi).

Maka presiden terpilih sudah seharusnya menetapkan standar yang tinggi untuk memilih para pembantunya. Jika diumpamakan, mereka adalah individu pilihan tanpa cela, setidaknya dalam hal kualitas dan integritas. Selamat bekerja presiden terpilih!


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


NU Minta Partai Kubu 02 yang Ingin Gabung Tak Dijatah Kursi Ini

28 April 2019

Calon wakil presiden Ma'ruf Amin berpakaian serba putih sesaat sebelum berangkat ke lokasi TPS di Koja, Jakarta Utara, Rabu, 17 April 2019. Tempo/Egi Adyatama
NU Minta Partai Kubu 02 yang Ingin Gabung Tak Dijatah Kursi Ini

Ketua NU Jatim Marzuki Mustamar meminta Jokowi tidak memberikan jabatan Menteri Agama dan Menteri Pendidikan kepada partai oposisi.


Deretan Tokoh Ekonomi yang Disebut Prabowo Bakal Mengisi Kabinet

13 April 2019

Calon presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato kebangsaan di Hotel Dyandra, Surabaya, Jawa Timur, Jumat, 12 April 2019. TEMPO/Budiarti Utami Putri.
Deretan Tokoh Ekonomi yang Disebut Prabowo Bakal Mengisi Kabinet

Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto mengumumkan puluhan nama yang menurut dia merupakan putra-putri terbaik bangsa.


Donald Trump Kehilangan Setengah Perempuan dalam Kabinetnya

10 April 2019

Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato yang disiarkan televisi dari mejanya di Oval Office mengenai imigrasi dan perbatasan AS pada hari ke 18 penutupan pemerintahan di Gedung Putih, Washington, AS, 8 Januari 2019. [REUTERS / Carlos Barria[
Donald Trump Kehilangan Setengah Perempuan dalam Kabinetnya

Pengunduran diri Menteri Keamanan AS Kirsjten Nielsen menambah daftar perempuan yang mundur dari kabinet Donald Trump.


Jokowi Akan Tagih Laporan Pencairan Dana untuk Korban Bencana

16 Oktober 2018

Presiden Jokowi (tengah) bersama Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kanan), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan), Mensesneg Pratikno (ketiga kanan), dan Kepala Staf Presiden Moeldoko menerima pimpinan BPK di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 4 Oktober 2018. Laporan hasil pemeriksaan (LHP) tersebut terdiri atas 120 LHP pemerintah pusat, 542 LHP pemerintah daerah, serta 38 LHP badan usaha milik negara dan badan lain. TEMPO/Subekti
Jokowi Akan Tagih Laporan Pencairan Dana untuk Korban Bencana

Jokowi mengumpulkan para menteri dan kepala lembaga di Istana Negara, untuk rapat kabinet paripurna membahas tentang bencana alam.


7 Menteri Kabinet Jokowi yang Maju Caleg Diminta Fokus Kerja

19 Juli 2018

Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Mensesneg Pratikno bersiap memimpin rapat terbatas tentang pengelolaan dana haji di Istana Bogor, Jawa Barat, 26 April 2018. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
7 Menteri Kabinet Jokowi yang Maju Caleg Diminta Fokus Kerja

Menurut Pratikno, ketujuh menteri di Kabinet Kerja Jokowi yang menjadi caleg harus tetap fokus kerja meski nanti akan sibuk dengan jadwal kampanye.


Menteri Rangkap Jabatan, Moeldoko: Tidak Usah Dikhawatirkan

24 Januari 2018

Jenderal (Purnawirawan) Moeldoko selepas pelantikannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan menggantikan Teten Masduki di Istana Negara, Jakarta, 17 Januari 2018. TEMPO/Ahmad Faiz
Menteri Rangkap Jabatan, Moeldoko: Tidak Usah Dikhawatirkan

Moeldoko berkeyakinan menteri yang merangkap jabatan di kepengurusan partai tetap akan bekerja dengan baik.


Reaksi Beberapa Partai Soal Kabar Resuffle Kabinet Jilid 3

3 Januari 2017

Presiden Joko Widodo saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Jumat 9 September 2016. Dalam sidang tersebut, Jokowi mengevaluasi kebijakan ekonomi. TEMPO/Subekti
Reaksi Beberapa Partai Soal Kabar Resuffle Kabinet Jilid 3

Sejumlah partai politik bergerak cepat menyiapkan kader mereka,
seiring santernya kabar rencana perombakan Kabinet Kerja jilid 3


Masih Rangkap Jabatan, Apa Alasan Menteri Puan?  

3 Februari 2015

Menko Perekonomian Sofyan Djalil (kiri) tengah berbincang dengan Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, sebelum rakor di kantor Kemenko, Jakarta, 15 Januari 2015. Rakor tersebut membahas tentang pembiayaan BPJS. Tempo/Tony Hartawan
Masih Rangkap Jabatan, Apa Alasan Menteri Puan?  

Puan Maharani berdalih sudah tak aktif dalam kegiatan PDIP.


Rapor Menteri Jokowi: Susi Juara, Menteri Jonan?

2 Februari 2015

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memaparkan rencana kerjanya saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 26 Januari 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Rapor Menteri Jokowi: Susi Juara, Menteri Jonan?

Angka kepuasan terhadap Susi cukup besar ketimbang tingkat kepuasan terhadap menteri lainnya.


Langgar Tenggat Waktu, Jokowi Ancam Copot Menteri  

21 Januari 2015

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman di halaman Istana Merdeka, Jakarta, 26 Oktober 2014. TEMPO/Subekti
Langgar Tenggat Waktu, Jokowi Ancam Copot Menteri  

"Kalau enggak sanggup, ya sudah. Banyak kok yang mau jadi

menteri," kata Jokowi.