Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Seni Indonesia Sebelum Fat Man

image-profil

image-gnews
Iklan

Agus Dermawan T.
Pengamat Budaya dan Seni

Amerika menjatuhkan bom uranium Little Boy di Hiroshima pada 6 Agustus, dan bom plutonium Fat Man di Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Sejak itu, Jepang menyatakan diri takluk dalam Perang Dunia II. Indonesia pun merdeka.

Di balik tentaranya yang sangat berangasan, pemerintah fasisme Jepang ternyata meninggalkan jejak-jejak kesenian yang mengesankan di bumi Indonesia. Peranan Jepang itu dimulai ketika Letnan Jenderal Imamura melakukan kerja sama budaya dengan Sukarno, yang diwujudkan pertama kali lewat pameran bersama karya seni rupa Indonesia dan Jepang pada September 1942.

Kolaborasi semakin formal ketika Jepang mendirikan Keimin Bunka Sidosho (Pusat Kebudayaan), pada 1 April 1943. Dalam lembaga ini, ada bagian lukisan dan ukiran, kesusastraan, musik, sandiwara, film, dan tari-menari. Di situ muncul nama seniman Saseo Ono, Yashioka, T. Kohno, Soichi Oja, dengan didampingi Setioso, Emiria Soenassa, G.A. Soekirno, S. Sudjojono, Agus Djaya, Basoeki Abdullah, Henk Ngantung. Organisasi ini adalah penerus perkumpulan Poetera (Poesat Tenaga Rakjat) yang lahir pada Maret 1943. Poetera dibentuk oleh "Empat Serangkai" Mohamad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, KH Mas Mansyur, dan Sukarno.

Persekutuan kesenian Indonesia-Jepang mendatangkan kegairahan bagi dunia seni. Dalam seni rupa, sejak Maret 1942 sampai April 1944, ada 14 acara pameran digelar. Puncaknya terjadi di gedung Keimin Bunka Sidosho di Jalan Noordwijk (kini jalan Juanda) Jakarta: Pergelaran Tenno Heika-Techo-setsu, atau pameran peringatan ulang tahun Kaisar Jepang. Di sini, karya ciptaan 60 pelukis Indonesia dipajang dan ditonton oleh 11 ribu orang dalam 10 hari!

Seksi seni tari dan musik memperoleh perkembangan signifikan lantaran banyak difasilitasi. Seksi ini, di Keimin Bunka Sidhoso, diketuai oleh Ibu Sud, pencipta lagu anak-anak yang pada kemudian hari sangat legendaris. Sedangkan seni pertunjukan yang terformulasi dalam tonil dan wayang wong (wayang orang) banyak digelar sebagai tontonan rakyat. Pada era ini busana wayang wong semakin didekatkan dengan busana seperti yang tergambar dalam wayang kulit. Suatu upaya yang pada beberapa dekade sebelumnya, yakni zaman Sri Mangkunegara VII di Surakarta, telah dirintis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seni poster juga berkembang, karena Jepang ternyata tidak menyensor. Bahkan Jepang menstimulasi para seniman poster agar berlomba membikin poster-poster terbaik. Dari sini lahirlah seniman poster legendaris S. Tutur, nama yang kemudian dijadikan nama trofi bagi pencipta Poster Film Terbaik Festival Film Indonesia era 1980-1990.

Jepang memang tak menyensor cipta seni Indonesia, kecuali dalam sektor seni sastra. Jepang menganggap bahwa karya literer lebih gampang memprovokasi daripada karya seni lain. Itu sebabnya sastrawan Sanusi Pane diangkat menjadi Ketua Keimin Bunka Sidhoso. Tujuannya, kalau nakal, mudah dijewer.

Di sektor film, pemerintah Jepang juga menyorongkan kerja sama. Pada 1942 terproduksi tiga film, 1943 tiga film, dan 1944 lima film. Salah satunya berjudul Berdjoeang, yang diproduksi oleh Persafi atau Nippon Eiga Sha, dan disutradarai Raden Arifien. Film yang diperani oleh Moh. Mochtar, Dhalia, dan Sambas ini berisi propaganda heiho, tentara Jepang.

Sebuah paradoks, kekuasaan Jepang yang memiriskan dan singkat ternyata menawarkan jejak seni yang layak diingat.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

11 Desember 2023

Mengenang Musikus Bengal: Harry Roesli
Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

Pada 11 Desember 2004, musisi Harry Roesli tutup usia. Ia merupakan seorang pemain musik yang dijuluki Si Bengal dan pencipta lagu yang produktif.


Asyiknya Merakit Gundam Plastik

22 Oktober 2023

Asyiknya Merakit Gundam Plastik

Berawal dari anime serial Gundam, banyak orang tertarik merakit model kit karakter robot tersebut.


Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

30 Juni 2023

Konferensi pers  Solo Exhibition
Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

Pameran seni kontemporer ini dibuka untuk umum tanpa reservasi dan tidak diperlukan biaya masuk.


Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

28 Agustus 2021

Pameran tunggal Zahrah Zubaidah alias Zazu bertajuk Studi Karantina. (Dok.Orbital Dago)
Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

Zahra Zubaidah tidak menyangka, sekolah seni ternama itu terbatas hanya mengandalkan seni kontemporer.


Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

8 Juli 2021

Karya seni instalasi karya sutradara Riri Riza berjudul Humba Dreams (un)Exposed dipajang di Artjog 2019. TEMPO | Shinta Maharani
Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

Menparekraf Sandiaga Uno mengapresiasi penyelenggaraan Artjog sebagai ruang yang mempertemukan karya seni para seniman dengan publik secara luas.


Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Tari Legong Semarandana dalam pertunjukan Budaya Pusaka Kita: Bangga pada Budaya Nusantara yang digelar Wulangreh Omah Budaya., Sabtu, 13 Februari 2021. Tempo/Inge Klara Safitri.
Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.


Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

28 Juli 2019

Sutradara Riri Riza saat menghadiri gala premiere film Athirah di XXI Epicentrum, Jakarta, 26 September 2016. Film ini diperankan aktor diantaranya Cut Mini, Christoffer Nelwan, Indah Permatasari, Tika Bravani, dan Jajang C Noer. TEMPO/Nurdiansah
Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

Seni instalasi karya Riri Riza bersama seniman lainnya berjudul Humba Dreams (un) Exposed ditampilkan di Artjog 2019 di Yogyakarta.


Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

26 Juli 2019

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka Artjog 2019 di Jogja National Museum Yogyakarta. TEMPO | Shinta Maharani
Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka Artjog 2019 dan berbicara di panggung selama 10 menit tanpa teks.


Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

7 Februari 2019

Cooke Maroney (Artforum)
Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

Tunangan Jennifer Lawrence, Cooke Maroney, adalah seorang art dealer seni kontemporer. Ia pernah bekerja dengan beberapa tokoh seni Amerika.


Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

7 Oktober 2018

Pengunjung Nuit Blanche Taipei 2018 berfoto di instalasi bertajuk Hug di kota Taipei, Taiwan, Sabtu, 6 Oktober 2018. (Martha Warta Silaban/ TEMPO)
Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

Sejak Sabtu malam hingga pagi hari, pengunjung Nuit Blanche dapat menikmati 70 pertunjukan dan 43 instalasi seni yang tersebar di kota Taipei, Taiwan.