Tradisi mudik Lebaran selalu memantik ingatan kita tentang bobroknya cara pemerintah mengelola jalan dan infrastruktur pendukungnya. Alokasi anggaran Rp 30 triliun lebih saban tahun untuk rekonstruksi dan perawatan 38 ribu kilometer prasarana transportasi seperti terhambur begitu saja dengan pengulangan tiada henti. Sebagian besar habis di jalur-jalur utama sekujur Jawa dan sebagian Sumatera, terutama di hari-hari menjelang akhir Ramadan.
Sial bagi para pemudik, kendati perbaikan dan tambal-sulam sama rutinnya dengan ritual tahunan itu, setiap kali pula perbaikan tak pernah tuntas. Jalan-jalan selalu saja masih berlubang di sana-sini. Jembatan dan saluran air dibiarkan tak kelar atau ditinggalkan begitu saja dalam keadaan setengah jadi ketika datang waktunya hendak digunakan, karena para pekerjanya ikut berlebaran.
Di beberapa daerah, seperti jalur utara dan selatan Jawa, para pejabat Dinas Bina Marga mengakui proyek perbaikan tak akan bisa rampung sesuai dengan rencana. Kendati begitu, seluruh pekerjaan tetap akan dihentikan pada hari ketujuh sebelum Lebaran. Di jalur lain, seperti Banyuwangi di Jawa Timur dan beberapa wilayah di Sumatera, sama saja. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tak lupa mereka mengobral janji bahwa proyek akan dilanjutkan kembali.
Akibatnya sudah pasti. Kemacetan parah tak akan pernah bisa dihindari. Jalur-jalur mudik ibarat lahan parkir memanjang yang menyengsarakan mereka yang hendak menyongsong hari raya. Jalan yang tak layak juga rawan menimbulkan bencana dan kecelakaan. Kerusakan jalan ini memberi kontribusi pada tingginya kecelakaan selama masa mudik dan arus balik. Tahun lalu, korban tewas selama Lebaran tercatat 908 orang, naik hampir dua kali lipat dibanding pada tahun sebelumnya.
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan pun tak terkira. Pemborosan luar biasa terjadi karena kendaraan terlampau lambat bergerak dan waktu tempuh jauh lebih lama dari semestinya. Cadangan BBM bersubsidi yang biasanya bisa memenuhi kebutuhan sebulan habis dibakar dalam beberapa hari saja. Biaya perjalanan pun ikut membengkak.
Bagi pemudik yang hendak memilih angkutan umum, keadaan tak lebih baik. Pada saat masyarakat sangat memerlukan angkutan umum yang nyaman dan aman seperti hari-hari ini, belang-belang pengelolaan dari para petugas yang tak profesional dan kurang sigap akan terlihat. Sarana dan prasarana yang dibuat jauh di bawah standar juga akan terungkap.
Di Merak, misalnya, jembatan penghubung di salah satu dermaga tiba-tiba patah dan ambruk masuk ke laut bersama truk pengangkut tapioka seberat 28 ton di atasnya. Inspektorat di Kementerian Perhubungan dan Badan Pemeriksa Keuangan harus segera memeriksa kejadian ini.
Kondisi ini tak bisa dibiarkan. Seluruh kementerian dan lembaga pemerintah harus bersinergi untuk menyelesaikan persoalan ini. Kementerian Pekerjaan Umum harus merancang perbaikan jalan-jalan nasional secara berkesinambungan dan tuntas. Kementerian Perhubungan mengawasi penggunaan jalan raya dan kelayakan angkutan umum. Pemerintah daerah dilibatkan dalam penataan lalu lintas. Jika sinergi bisa dicapai, kekonyolan rutin ini bisa dihentikan.