Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Diangkat Kembali

Oleh

image-gnews
Iklan
TENG terkenal bukan sebagai orang yang menyenangkan. Wakil Perdana Menteri RRC yang pendek ini biasa bicara kasar. Kissinger pernah menilainya sebagai kurang-lebih "orang busuk". Agak aneh juga bahwa kelompok-kelompok yang berkuasa di Cina kini mengangkatnya lagi. Satu hal jelas: dia bukan pengikut Mao. Ketika dia Sekretaris Jenderal dan Mao Tse-tung Ketua Partai, sang Ketua menyaksikan sendiri bagaimana si Teng tak mau mengikuti garis yang diletakkannya. Mao misalnya berpendirian bahwa bila petani diberi hak mengolah sawah milik sendiri, itu berarti menempuh "jalan kapitalis". Teng sebaliknya bicara terus-terang: "Pengolahan sawah pribadi tak apa-apa asal menaikkan produksi, seperti juga tak jadi soal apakah seekor kucing putih atau hitam asalkan menangkap tikus. " Mao kesal kepadanya. Teng itu tuli, kata Mao, "tapi dalam rapat dia selalu duduk jauh-jauh dari saya." Dan dalam pertemuan pemimpin partai Nopember 1966, ketika Mao mulai menggerakkan mahasiswa untuk mengganyangi tokoh-tokoh partai yang dianggapnya menyeleweng, Ch'en Po-ta, orang kepercayaan Mao, menyerang Teng lebih kasar. Teng arogant, kata Ch'en, "menganggap diri dilahirkan sebagai ensiklopedia." Berdiskusi dengan Teng "lebih sukar ketimbang mendaki gunung." Dan di awal Agustus 1967, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Cina, Teng Hsiao-ping, mengalami peristiwa yang tak mungkin dilupakannya: ia diseret para mahasiswa Pengawal Merah, diinterogasi dan disuruh mengaku bahwa ia "kontra-revolusioner". Hari itu, Revolusi Kebudayaan yang digerakkan Mao dan isterinya, Chiang Ch'ing, berhasil menggasak musuh-musuh besarnya. Berbareng dengan Teng, di bagian lain kota Peking Presiden Liu Shao-ch'i dan isterinya juga "diadili" beramai-ramai. Liu Shao-ch'i sampai kini entah mati entah hidup. Tapi Teng Hsiao-p'ing ternyata bisa naik kembali -- bahkan sebelum Mao mangkat. Cina ternyata masih membutuhkan dia. Biarpun umurnya sudah 70-an. Biarpun dia "penempuh jalan kapitalis". Revolusi Kebudayaan ternyata gagal. Gelombang yang digerakkan Mao dan nyonya memang ternyata menghasilkan bentrokan, bunuh-bunuhan -- semuanya menyebut diri "revolusioner" dan "kiri" -- hingga mirip sebuah perang saudara. Pada akhirnya negara harus ditata kembali. Dan Teng dikembalikan: ia seorang organisator. Kenapa Teng begitu dibutuhkan? Agaknya karena RRC kekurangan stok pemimpin. Agaknya karena tak cukup kader muda. Mungkin karena seorang kader muda, sepotong wajah baru, harus melalui jalan panjang untuk sampai ke atas: ia harus mendapatkan dukungan dari pelbagai faksi di dalam partai yang besar itu, yang anggotanya 30 juta. Barangkali, itulah kesulitan Hua Kuo-feng buat tampil sebagai pemimpin: dia cuma orang yang didrop dari atas, dari haribaan Mao -- suatu pilihan yang diproses dari atas ranjang mati. Kembalinya Teng juga suatu petunjuk, betapa liatnya jaring-jaring orang Partai yang dulu ditata olehnya. Bahkan Mao Tse-tung sendiri tak bisa meruntuhkan mereka. Prestise Mao di kalangan rakyat di luar Partai memang besar, apalagi lewat kampanye "kultus individu". Namun dengan Revolusi Kebudayaannya, ia paling-paling seorang tokoh komunis yang mencoba melawan Partai Komunisnya sendiri, tapi tanpa banyak hasil. Jika seorang Mao tak begitu sukses untuk mengubah, bagaimana generasi yang lebih muda? Apalagi jika Mao sendiri kemudian, setelah menggerakkan anak-anak muda Pengawal Merah itu untuk kepentingannya, mencampakkan mereka. Mereka tak layak jadi generasi pengganti, kata Mao. "Bahkan untuk jadi komite daerah pun tidak." Selalu banyak kisah anak-anak muda yang gemuruh tapi kemudian sedih. Tanggal 6 Januari 1968, sebuah esai ditulis oleh sejumlah Pengawal Merah yang umumnya terdiri dari anak sekolah menengah. Judulnya bertanya: "Ke Mana Cina Kini?" Isinya, seperti dikatakan Stanley Karnow dalam Mao and China, mengungkapkan paling jelas suatu frustrasi: rasa kecewa sebuah generasi yang tak bisa terus. Rasa kecewa kepada Mao Tse-tung.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Anies Baswedan di Ijtima Ulama Sebut Tak Kompromi dengan Komunisme

18 November 2023

Calon presiden nomor urut satu Anies Baswedan memberikan sambutan saat deklarasi relawan Garda Matahari di Jakarta, Jumat 17 November 2023. Relawan Garda Matahari mendeklarasikan dukungan terhadap calon presiden dan wakil presiden dari koalisi perubahan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Anies Baswedan di Ijtima Ulama Sebut Tak Kompromi dengan Komunisme

Anies Baswedan mengatakan, pihaknya memahami betul bahwa Indonesia adalah sebuah negeri yang berdasar Pancasila.


Situasi Politik Jakarta Menjelang Peristiwa G30S 1965, PKI dan TNI Bersitegang Soal Angkatan Kelima

28 September 2023

Patung 7 pahlawan di Monumen Lubang Buaya. Shutterstock
Situasi Politik Jakarta Menjelang Peristiwa G30S 1965, PKI dan TNI Bersitegang Soal Angkatan Kelima

Menjelang meletusnya G30S 1965, situasi politik sangat tegang. PKI dan TNI bersitegang soal angkatan kelima.


Hari Ini 205 Tahun Kelahiran Karl Marx, Jejak Filsuf yang Bolak-balik Dideportasi

5 Mei 2023

Monumen Karl Marx di London, Inggris Dirusak. [SKY NEWS]
Hari Ini 205 Tahun Kelahiran Karl Marx, Jejak Filsuf yang Bolak-balik Dideportasi

Pemikiran Karl Marx dituangkan pada sejumlah buku, dua di antaranya adalah Das Kapital dan Communist Manifesto.


Mengenang Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia Pemikirannya Diserap Sukarno - Hatta

26 Februari 2023

Tan Malaka. ANTARA/Arief Priyono
Mengenang Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia Pemikirannya Diserap Sukarno - Hatta

Tan Malaka salah satu pahlawan nasional, dengan banyak nama. Pemikirannya tentang konsep bangsa Indonesia diserap Sukarno - Hatta.


Anwar Ibrahim Jamin Tak Akui LGBT, Sekularisme, Komunisme di Pemerintahannya

7 Januari 2023

Perdana Menteri baru Malaysia Anwar Ibrahim melambai kepada fotografer saat ia tiba di Istana Nasional di Kuala Lumpur, Malaysia, 24 November 2022. Anwar resmi dilantik sebagai perdana menteri ke-10 Malaysia. Fazry Ismail/Pool via REUTERS
Anwar Ibrahim Jamin Tak Akui LGBT, Sekularisme, Komunisme di Pemerintahannya

PM Malaysia Anwar Ibrahim menegaskan tak akan menerima LGBT, sekularisme, dan komunisme di pemerintahannya. Ia mengatakan telah difitnah.


Pemerintah Sebut Pasal 188 RKUHP Tak Akan Cederai Kebebasan Berpendapat

29 November 2022

Polisi membubarkan aktivis yang membentangkan spanduk saat aksi jalan pagi bersama tolak RKUHP dalam Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 27 Noveber 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Pemerintah Sebut Pasal 188 RKUHP Tak Akan Cederai Kebebasan Berpendapat

Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries mengatakan pasal 188 tidak akan mencederai kebebasan berpikir dan berpendapat.


Perlu Tafsir Ketat Soal Larangan Penyebaran Paham yang Bertentangan dengan Pancasila di RKUHP

29 November 2022

Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Nasdem Taufik Basari ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 November 2019. TEMPO/Putri.
Perlu Tafsir Ketat Soal Larangan Penyebaran Paham yang Bertentangan dengan Pancasila di RKUHP

Anggota DPR Komisi Hukum Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, menilai perlu ada tafsir ketat terhadap pasal 188 RKUHP.


5 Situasi Menjelang G30S, Pertentangan TNI dan PKI Makin Memanas

26 September 2022

Diorama penyiksaan Pahlawan Revolusi oleh anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) di Kompleks Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, 29 September 2015. ANTARA FOTO
5 Situasi Menjelang G30S, Pertentangan TNI dan PKI Makin Memanas

G30S menjadi salah satu peristiwa kelam perjalanan bangsa ini. Berikut situasi-situasi menjadi penyebab peristiwa itu, termasuk dampak setelah G30S.


Draf RKUHP: Ingin Ganti atau Tiadakan Pancasila Diancam 5 Tahun Penjara

11 Juli 2022

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir (kanan) dan Pangeran Khairul Saleh (kedua kanan) usai menyerahkan draf RKUHP dan RUU tentang Permasyarakatan yang telah disempurnakan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 Juli 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Draf RKUHP: Ingin Ganti atau Tiadakan Pancasila Diancam 5 Tahun Penjara

RKUHP juga menyebut penyebaran ideologi komunisme atau marxisme-leninisme juga diancam penjara, kecuali belajar untuk kepentingan ilmu pengetahuan.


Sejak Kapan Hari Lahir Pancasila Jadi Hari Libur Nasional?

1 Juni 2022

Puluhan warga membawa poster bergambar Pancasila dan Bendera Merah Putih bersiap mengikuti kirab memperingati hari lahirnya Pancasila di Desa Wonorejo, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, 1 Juni 2017. Kirab Pancasila dilaksanakan untuk menumbuhkan rasa nasionalsme dan mengajarkan nilai-nilai Pancasila. TEMPO/Pius Erlangga
Sejak Kapan Hari Lahir Pancasila Jadi Hari Libur Nasional?

Pemerintah belakangan menetapkan Hari Lahir Pancasila sebagai hari libur nasional. Sejak kapan hal tersebut berlaku?