Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Arah Pertanian dan 'Tepungisasi'  

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Agus Pakpahan, Ekonom Kelembagaan dan Sumber Daya Alam

Era Revolusi Industri ketiga menurut Rifkin akan dicirikan antara lain oleh Internet-energi, yang berasal dari bermacam sumber energi, khususnya bioenergi. Reiner Kümmel (2011), dalam bukunya The Second Law of Economics: Energy, Entropy, and the Origins of Wealth, menunjukkan bahwa kunci utama kemajuan suatu negara secara dominan adalah dukungan energinya.

Kümmel menunjukkan bahwa elastisitas perubahan output terhadap perubahan input energi untuk industri di Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat (ekonomi keseluruhan) masing-masing adalah 0,73, 0,52, dan 0,35.Jadi, selain masalah pangan, yang juga berada dalam kondisi tertinggal sebagaimana diperlihatkan oleh Global Food Security Index (GFSI) dari The Economist dan Global Hunger Index (GHI) dari IFPRI, Indonesia perlu berkonsentrasi pada pembangunan pertanian dengan manfaat multidimensi, sebagaimana peran dan fungsi pertanian itu sendiri yang bersifat multidimensi.

Walau fakta dunia menunjukkan bahwa hampir semua negara yang berada di garis khatulistiwa dan beriklim tropis ini-di belahan bagian utara maupun selatan khatulistiwa-merupakan negara miskin (Sachs, 2000), kita punya potensi besar untuk bisa melepaskan diri dari kemiskinan dan ketertinggalan selama ini.

Karena itu, kita perlu membangun kerangka dasar cara berpikir kita sendiri. Sumber daya utama pertanian adalah sinar matahari, yang kemudian diolah oleh tanaman menjadi hasil-hasil pertanian. Selama ribuan tahun, telah terjadi evolusi tanaman lokal yang telah berhasil beradaptasi dengan lingkungan setempat. Namun, mengingat kita mengikuti pihak pendatang yang mengusahakan komoditas-komoditas untuk kepentingan mereka di tanah Nusantara, sampai sekarang flora dan fauna asli tidak termanfaatkan atau bahkan semakin terdesak dan banyak yang sudah punah atau mendekati kepunahan.Apa artinya semua itu bagi kepentingan jangka panjang Indonesia?

Apabila tidak ada perubahan yang mendasar dalam kerangka berpikir tersebut, sudah dapat dipastikan pertanian Indonesia tidak akan berkelanjutan atau hanya akan bergantung pada input dari luar.Mengingat pertanian merupakan fondasi peradaban yang dibangun di atasnya, maka ketidakmandirian dalam budaya membangun pertanian Nusantara akan membuat kemiskinan permanen bangsa-bangsa di wilayah tropis menjadi kenyataan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sifat wilayah tropis adalah memiliki banyak jenis tanaman atau hewan (biodiversitas tinggi). Berbeda dengan sifat alam temperate, yaitu sedikit jenis tanaman atau hewannya tapi volumenya per unit wilayah besar. Karena itu, pemikiran yang berkembang di negara temperate adalah pemikiran skala ekonomi sebagai basis industrialisasi. Bagi kita, untuk mencapai skala ekonomi yang tinggi, diperlukan proses transformasi dari banyak jenis komoditas ke jenis sekunder sebagai kombinasi, atau campuran dari banyak komoditas menjadi satu atau dua jenis komoditas baru.Dalam berbagai kesempatan, saya menamakan proses ini sebagai "tepungisasi", yaitu membuat tepung Nusantara berdasarkan seluruh produk lokal, seperti sagu, sukun, jagung, dan ubi sebagai basis ketahanan pangan, energi, dan ekologiIndonesia pada masa yang akan datang.

Tepungisasi, selain penting untuk pangan dan energi, turut mengurangi tekanan pertanian terhadap lingkungan, khususnya terhadap sumber daya air dan kemungkinan konflik akibat berbagai kepentingan terhadap sumber daya air.Perlu diingat bahwa Indonesia terdiri atas pulau-pulau.Sistem kepulauan dengan sendirinya memiliki potensi air lebih terbatas dibanding sistem benua.Sebagai ilustrasi, Chapagain dan Hoekstra (2011) menunjukkan bahwa rata-rata water footprint untuk produksi padi adalah 1325 meter kubik/ton. Artinya, dengan produksi padi 70 juta ton/tahun, air yang digunakan sebanyak 92.75 miliar meter kubik.

Jelas, meningkatnya jumlah penduduk Indonesia akan meningkatkan pula kebutuhan air. Dengan model tepung tersebut, kita tidak perlu menambah jumlah sawah secara besar-besaran, melainkan cukup mengolah hasil-hasil pertanian lokal yang sudah adaptif dengan lingkungannya, misalnya sagu yang sekarang jumlahnya masih jutaan hektare. Mulai sekarang, kita harus mempersiapkan sistem pertanian yang hemat air, hemat ruang, serta hemat energi. Hal ini akan berdampak positif, selain ketahanan pangan dan energi serta industrialisasi, terhadap sistem ekologi kepulauan dan menjadi faktor pemicu pertumbuhan serta pemerataan ekonomi secara regional.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pengamat Pertanian Ragu Benih dari Cina Cocok di Indonesia

2 hari lalu

Sejumlah buruh tani menanam benih padi. TEMPO/Budi Purwanto
Pengamat Pertanian Ragu Benih dari Cina Cocok di Indonesia

Pengamat Pertanian Khudori meragukan sistem usaha tani dari Cina yang akan diterapkan di Indonesia.


Pupuk Subsidi Sudah Bisa Ditebus, Hanya di Kios Resmi

4 hari lalu

Seorang pekerja mengangkut pupuk urea bersubsidi dari Gudang Lini III Pupuk Kujang di Pasir Hayam, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. (ISTIMEWA)
Pupuk Subsidi Sudah Bisa Ditebus, Hanya di Kios Resmi

PT Pupuk Indonesia mengumumkan pupuk subsidi sudah bisa ditebus di kios pupuk lengkap resmi wilayah masing-masing.


Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk Pasar Australia, Manggis Paling Diminati

5 hari lalu

Seorang pembeli memilih buah Manggis yang dijajakan masyarakat di jalan nasional menuju Banda Aceh, di kawasan Meureudu, Kec. Simpang Tiga, Kab. Pidie, Aceh. Selasa (10/7). ANTARA/Rahmad
Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk Pasar Australia, Manggis Paling Diminati

Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Atase Perdagangan RI di Canberra berupaya mendorong para pelaku usaha produk pertanian Indonesia memasuki pasar Australia.


Erupsi Marapi Rusak Ribuan Hektare Lahan Pertanian

15 hari lalu

Warga melihat kondisi bangunan yang terseret banjir lahar dingin di Nagari Bukik Batabuah, Agam, Sumatera Barat, Sabtu, 6 April 2024. Data Nagari Bukik Batabuah menyebutkan  banjir lahar dingin  yang terjadi pada Jumat (5/4) itu menerjang 17 unit mobil dan sejumlah motor dan 40 rumah, tiga di antaranya rusak berat, serta areal pesawahan dan memutus sementara jalan alternatif mudik Pekanbaru - Padang.   ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Erupsi Marapi Rusak Ribuan Hektare Lahan Pertanian

Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat telah merusak hingga ribuan hektare lahan pertanian di sekitar wilayah tersebut.


Google Manfaatkan AI untuk Dukung Produktivitas Pertanian, Diklaim Sukses di India

27 hari lalu

Pemandangan sawah teras siring di Jatipurno Wonogiri. Maps.Google/Novi Ardianto
Google Manfaatkan AI untuk Dukung Produktivitas Pertanian, Diklaim Sukses di India

Google berupaya untuk mengimplementasikan teknologi Google AI AnthroKrishi ini untuk skala global, termasuk Indonesia.


Jokowi Resmikan Rehabilitasi Bendungan dan Irigasi Gumbasa, Nilainya Mencapai Rp 1,25 Triliun

29 hari lalu

Presiden RI Jokowi (tengah mimbar) didampingi Menteri Pertanian, Bupati Sigi dan Gubernur Sulawesi Tengah meresmikan rehabilitasi dan rekonstruksi Bendung D.I Gumbasa dengan membunyikan sirene secara bersama-sama. (ANTARA/Moh Salam)
Jokowi Resmikan Rehabilitasi Bendungan dan Irigasi Gumbasa, Nilainya Mencapai Rp 1,25 Triliun

Jokowi pada hari ini meresmikan bendungan dan daerah irigasi Gumbasa di Kabupaten Sigi, Sulteng yang telah direhabilitasi dan direkonstruksi.


Guru Besar Unpad Ajarkan Empat Metode Pemberantasan Gulma Tani, Mana yang Paling Efektif?

30 hari lalu

Petani memanen padi di Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis 7 Maret 2024. Sekitar 20 hektare lahan pertanian di kawasan itu terdampak banjir akibat tanggul waduk jebol. ANTARA FOTO/Muhammad Mada
Guru Besar Unpad Ajarkan Empat Metode Pemberantasan Gulma Tani, Mana yang Paling Efektif?

Guru Besar Unpad memaparkan sejumlah metode pemberantasan gulma di lahan tani. Pemakaian hebrisida efektif, namun berisiko.


Pemkab Kukar Gelontorkan 700 M untuk Perkuat Sektor Pertanian

38 hari lalu

Pemkab Kukar Gelontorkan 700 M untuk Perkuat Sektor Pertanian

Kukar merupakan daerah lumbung pangan bagi Provinsi Kalimantan Timur


Dedikasi Edi Damasnyah Bangkitkan Pertanian Kutai Kartanegara

42 hari lalu

Dedikasi Edi Damasnyah Bangkitkan Pertanian Kutai Kartanegara

Program pengairan dan alsintan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Kukar.


Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

51 hari lalu

Para pekerja membongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan nilai ekspor hasil perikanan di dalam negeri pada 2024 sebesar USD7,20 miliar atau setara Rp112,1 triliun. Angka tersebut naik signifikan dari realisasi ekspor produk perikanan hingga November 2023, di mana nilai sementara ada di kisaran USD5,6 miliar atau setara Rp87,25 triliun. TEMPO/Tony Hartawan
Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

Isu soal pertanian dan subsidi perikanan belum disetujui dalam KTM13 WTO di Abu Dhabi lalu. Meski demikian, sudah disetujui sekitar 80 member WTO.