Di mana nilai keberagaman dan demokrasi kita kalau orang berbeda agama tak boleh menjadi pemimpin? Sikap sejumlah warga Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, yang menolak Susan Jasmine Zulkiflie, lurah baru mereka, hanya karena beragama Kristen, patut ditolak.
Sikap ini bukan hanya tidak demokratis, tapi juga merupakan kemunduran. Mereka lupa, Wakil Gubernur Basuki T. Purnama-Ahok-pun non-muslim. Gubernur DKI Joko Widodo patut menolak tuntutan agar penunjukan Susan sebagai Lurah Lenteng Agung dibatalkan. Susan hanya bisa dicopot kalau terbukti kinerjanya tidak memuaskan atau melakukan pelanggaran hukum.
Tuntutan sejumlah warga agar Susan dicopot atau dimutasikan ke kelurahan lain itu sulit dipahami. Susan terpilih sebagai lurah setelah lolos proses seleksi jabatan oleh Gubernur DKI. Seleksi berlangsung transparan melalui mekanisme lelang jabatan. Pemilihan pun didasari kompetensi serta kelayakannya sebagai pamong. Susan pasti memiliki kelebihan dibanding kandidat lain sehingga lolos seleksi. Ini artinya, secara normatif dan profesional, Susan adalah orang yang tepat untuk menjadi lurah. Bagaimana mungkin hasil kompetisi yang sehat seperti itu harus digugurkan hanya karena Susan bukan muslim?
Tak ada satu pun undang-undang atau peraturan di negara ini yang melarang seseorang menduduki jabatan publik karena agama yang dianutnya. Inilah sebetulnya fondasi utama negara kita. Negara ini dibangun oleh para pendirinya dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika-beragam tapi tetap satu jua. Keberagaman dan kesetaraan derajat pada siapa pun, dari suku dan ras mana pun, agama apa pun, dijamin dasar negara dan konstitusi kita.
Jaminan itu berlaku bagi semua warga Indonesia, termasuk Susan. Maka, dalih bahwa Susan tak boleh memimpin di kelurahannya karena mayoritas warga berbeda agama dengan dirinya sama sekali tak bisa diterima. Dalih ini bertentangan dengan hak asasi, dasar negara, konstitusi, dan aturan hukum yang berlaku.
Dengan alasan itulah, Gubernur DKI Joko Widodo tak perlu menggubris tuntutan agar Susan dicopot dari jabatannya atau dipindahkan ke kelurahan lain. Gubernur tak perlu takut ancaman, jika tuntutan itu tak dipenuhi, mereka yang mengaku warga Lenteng Agung akan berdemonstrasi ke kantor Gubernur.
Mereka bisa saja diterima Gubernur untuk didengarkan tuntutannya, namun tak perlu diikuti kemauannya. Kepada mereka, perlu dijelaskan bahwa mekanisme pemilihan Susan sebagai lurah sudah berlangsung sesuai dengan ketentuan. Kalaupun Susan mesti dicopot atau dipindahkan, itu harus terjadi karena Susan tidak kompeten mengemban tugas atau karena melanggar hukum.
Jika kemauan para penuntut diikuti, yang kita khawatirkan adalah munculnya preseden buruk, bahkan berbahaya. Preseden bukan hanya bagi pemerintah DKI, tapi juga seluruh Indonesia. Tuntutan serupa bisa menular ke provinsi lain. Warga dengan mayoritas non-muslim bisa saja punya alasan untuk membalas dengan menolak kepemimpinan muslim. Atau, bahkan bisa merembet ke pegawai kantor-kantor pemerintahan yang menolak dipimpin kepala kantor berbeda agama.
Sungguh tak terbayangkan betapa kacaunya negeri ini bila hal itu yang terjadi.