Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

ISIS di Antara Kita

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Ahmad Taufik, Pendiri Garda Kemerdekaan  

Video ajakan bergabung dengan Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS)  sekarang disebut Islamic State (IS) disambut gegap gempita di berbagai pelosok Indonesia. Banyak orang berbondong-bondong masuk, melalui acara baiat (sumpah setia). Selain janji surga dengan jalan jihad, ada rindu cerita masa lalu, juga akibat kekuatan propaganda. Tak mengherankan jika rekaman video kegiatan mereka selalu diunggah ke situs termasyhur saat ini, YouTube.

Bukti tersebarnya ISIS diketahui belakangan setelah populer dan dijadikan musuh bersama. Polisi menemukan sejumlah identitas ISIS di berbagai tempat publik, dari bendera sampai mural (seni gambar di tembok). Padahal, sebenarnya, sebelum sepopuler sekarang, ISIS sudah berusaha bereksistensi. Bendera hitam dengan kalimat la ilaha ilallah terlihat berkibar saat hari bebas kendaraan bermotor (car free day) di Solo dan Jakarta.

Kenapa IS mendapat sambutan? Selain propaganda media, utopia negara Islam, dan janji surga, bibit IS tumbuh subur di negeri ini. Ada beberapa asumsi penyebab tumbuh suburnya kelompok itu. Bekas Perdana Menteri Inggris Tony Blair (2001) menyebut, "...negara gagal, kemiskinan, dan pemutusan hubungan kerja (PHK)." Alan B. Krueger, dalam buku What a Makes a Terrorist, (kalau kita mau menyebut ISIS teroris), berkata menjadi teroris adalah pilihan hidup, cita-cita atau karier, seperti menjadi dokter, jurnalis, dan jenis pekerjaan lain.

Menurut Mohamad Guntur Romli (2009), berkembangnya kelompok radikal yang mengedepankan kekerasan merupakan jalan lahir dari ketegangan, perebutan kekuasaan, hingga konflik di Timur Tengah. Di Indonesia, banyak alumnus dari perguruan tinggi atau pesantren di Timur Tengah yang pulang membawa "semangat kekerasan" dari tempat pendidikannya itu. Kemudian, pihak yang berkonflik, melalui alumnus, mengajak pihak lain untuk menjadi sekutu.

Satu faktor lagi penyebab tumbuh suburnya kelompok pro-kekerasan adalah peran aparat keamanan (polisi). Aparat gamang menindak penyeru penyebar kebencian (hate crime). Hal ini merupakan sumbangan bagi berkembangnya kelompok "jalan kekerasan", seperti ISIS sekarang ini, sehingga pelakunya merasa mendapat perlindungan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebenarnya, hanya memusuhi ISIS adalah salah, karena kelompok ini bisa berubah rupa. Sebelum ini kita mengenal Al-Qaidah di Timur Tengah dan Jamaah Islamiyah (JI) di Nusantara. Saat ini yang terpenting adalah mengidentifikasinya. Ada tiga ciri untuk mengetahui kelompok seperti ISIS itu.

Pertama, kemantapan niat untuk mendirikan negara Islam dengan memberlakukan syariat Islam sesuai dengan pemahaman kelompok mereka sendiri, sehingga seluruh konsep kehidupan bernegara, selain pemberlakuan syariat Islam seperti yang mereka pahami, menjadi batil (wajib diperangi). Kedua, tafsir kebenaran bersifat tunggal, sesuai dengan pemahaman kelompok mereka. Untuk itu, siapa pun yang tidak menerima pemahaman tafsir kebenaran mereka dianggap sesat dan kafir. Karena itu, setiap yang kafir, halal darahnya untuk dibunuh. Ketiga, penganut agama selain Islam yang mereka pahami, agar tidak dibunuh atau dipersekusi, diwajibkan membayar jizyah atau pajak perlindungan.

Nah, dengan tiga identifikasi tersebut, jangan-jangan kita juga turut serta menumbuhsuburkan "ISIS-ISIS" lain di negeri ini. Jika asumsi itu benar, sia-sialah 69 tahun kemerdekaan yang telah kita capai sekarang ini.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


WNI Bawa Bom di Brunei Bebas, Tiba di Surabaya Hari Ini  

8 Agustus 2015

Rustawi Tomo Kabul (tengah, baju putih) bersama keluarga dan staf Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia di Bandara Djuanda, Surabaya, 8 Agustus 2015. Foto: Dir PWNI dan BHI Kemlu RI
WNI Bawa Bom di Brunei Bebas, Tiba di Surabaya Hari Ini  

Pengadilan Brunei membebaskan Rustawi karena karena tidak ada bukti kuat terkait dengan penyelundupan benda-benda berbahaya.


TNI Heran Bahan Bom Masuk Brunei Setelah Lolos dari Juanda  

9 Mei 2015

TEMPO/Machfoed Gembong
TNI Heran Bahan Bom Masuk Brunei Setelah Lolos dari Juanda  

Cipeng, anak Rustawi, diduga sebagai orang yang memasukkan bom ikan itu.


Diduga Susupkan Bondet ke Pesawat, Cipeng Menghilang  

8 Mei 2015

Akibat debu vulkanik Gunung Kelud, koper-koper yang sudah di bagasi dikembalikan kepada penumpang di bandara Juanda, Surabaya (14/2). TEMPO/M. Syaraffa
Diduga Susupkan Bondet ke Pesawat, Cipeng Menghilang  

Sutrisno alias Cipeng, warga Malang, tak diketahui keberadaannya. Namanya disebut sang ayah yang sedang terbelit kasus bondet dalam koper di Brunei.


Kronologi Rustawi Bawa Bondet dan Peluru ke Brunei

8 Mei 2015

Ilustrasi bom. Boards.ie
Kronologi Rustawi Bawa Bondet dan Peluru ke Brunei

Melihat tasnya terbuka, Rustawi tidak menaruh curiga sedikit pun terhadap tindakan yang dilakukan anak keduanya, Cipeng.


Upaya Menteri Retno Bebaskan WNI Bawa Bondet ke Brunei  

8 Mei 2015

Menlu RI, Retno LP Marsudi, beri keterangan pers terkait eksekusi mati dua warga negara Australia, di Kantor Kemenlu, Jakarta, 17 Februari 2015. Selain protes dari pemerintah Australia, Sekjen PBB, Ban Ki-moon juga mengecam eksekusi mati tersebut, namun pemerintah Indonesia tetap pada apa yang telah ditetapkan. TEMPO/Imam Sukamto
Upaya Menteri Retno Bebaskan WNI Bawa Bondet ke Brunei  

Rustawi mengaku tidak tahu-menahu benda berbahaya yang ditemukan dalam kopernya.


Kasus Bondet Lolos ke Brunei, Juanda Klaim X-Ray-nya Canggih

8 Mei 2015

Pembangunan Terminal 2 (T2) di lokasi lama Bandara Internasional Juanda Surabaya. ANTARA/Eric Ireng
Kasus Bondet Lolos ke Brunei, Juanda Klaim X-Ray-nya Canggih

Bandar Udara Internasional Juanda, Surabaya, memiliki perangkat detektor sinar-X multiview berstandar internasional.


Kasus Bondet Lolos ke Brunei, Juanda Sebut Peluru Rustawi Mainan

8 Mei 2015

Pemeriksaan X-ray di Bandara Soekarno-Hatta. TEMPO/Imam Sukamto
Kasus Bondet Lolos ke Brunei, Juanda Sebut Peluru Rustawi Mainan

Benda disimpulkan sebagai mainan karena tidak lagi memuat mesiu atau bahan peledak. Detektor X-Ray tak menunjukkan perubahan warna.


Biro Umrah Sangsi Jemaahnya Sengaja Bawa Bom ke Brunei  

8 Mei 2015

Sejumlah jamaah haji Indonesia asal Labuan Batu, Sumatera Utara, mengawasi koper mereka setibanya di tempat pemondokan haji di kawasan Jumaizah, Mekkah,  (20/10). Sebanyak 2.277 jamaah haji Indonesia tiba di Mekkah dan langsung melakukan umrah. ANTARA/Saptono
Biro Umrah Sangsi Jemaahnya Sengaja Bawa Bom ke Brunei  

Agus menduga Rustawi dijebak oleh sebuah kelompok.


Hamas Berangus Salafi, ISIS Keluarkan Ultimatum  

7 Mei 2015

Pemimpin senior Hamas, Ismail Haniyeh (tengah). REUTERS/Suhaib Salem
Hamas Berangus Salafi, ISIS Keluarkan Ultimatum  

ISIS kemudian mengultimatum Hamas untuk melepaskan anggotanya yang ditahan dalam tempo 72 jam.


WNI Bawa Bom ke Brunei, Biro Umrah: Rustawi Petani Jujur

7 Mei 2015

TEMPO/Mahfoed Gembong, Edi Wahyono
WNI Bawa Bom ke Brunei, Biro Umrah: Rustawi Petani Jujur

Rustawi telah beberapa kali berhaji dan umrah.