Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kritik terhadap Program Kartu Indonesia Sehat

image-profil

image-gnews
Iklan

Kartono Mohamad
Dokter

Pada umumnya para politikus, masyarakat, dan media massa beranggapan bahwa masalah kesehatan di negeri ini adalah masalah sulitnya orang miskin mendapatkan pelayanan pengobatan ketika sakit. Karena itu, konsep penyelesaiannya adalah menambah rumah sakit, puskesmas (balai pengobatan), penyediaan dokter, dan skema pembiayaan kesehatan bagi orang miskin. Joko Widodo mungkin pernah berhasil dengan program Kartu Sehat di Kota Solo dan beranggapan bahwa cara itu juga akan berhasil diterapkan di seluruh Indonesia. Untuk itu, dia mengajukan konsep Kartu Indonesia Sehat (KIS). Tapi Indonesia bukanlah Solo atau Jakarta, yang mempunyai sarana pelayanan pengobatan yang cukup dan sarana transportasi serta komunikasi yang sudah baik.

Konsep penyelesaian masalah kesehatan rakyat dengan penekanan pada pengobatan, seperti penggunaan KIS, memang secara politis menarik. Sebab, pemerintah terkesan "baik hati" dengan memperhatikan kesehatan rakyat. Demikian pula pembangunan sarana pengobatan, baik rumah sakit maupun balai pengobatan (saat ini puskesmas identik dengan balai pengobatan), mengesankan hasil pembangunan dalam waktu singkat tampak bentuknya. Hal ini berbeda dengan program pencegahan yang hasilnya tidak segera tampak secara dramatis.

Suatu hal yang juga mungkin kurang disadari para elite politik adalah: program kuratif memerlukan sarana yang mahal. Sebab, selain bangunan fisik, diperlukan pula sejumlah tenaga profesional dan teknologi yang memadai. Sementara itu, cakupannya sebatas orang yang datang berobat. Semakin lama, biayanya pun semakin mahal. Di sisi lain, secara kultural, masyarakat hanya akan berobat ke sarana itu setelah penyakitnya terasa sudah parah sehingga biaya pengobatannya pun akan lebih mahal.

Konsep KIS memang menjanjikan bahwa pemerintah akan menanggung biaya pengobatan, tapi tidak menjamin bahwa seorang pengidap TBC, misalnya, akan datang ke puskesmas pada fase awal penyakitnya. Padahal, pada fase ini pengobatan akan lebih mudah dan lebih murah. KIS juga tidak akan menjamin bahwa orang tua akan menjaga anak-anaknya dari bahaya asap rokok di rumah supaya tidak mudah sakit. Di samping itu, program ini tidak akan membuat seseorang berusaha menghindari penyakit, termasuk penyakit menular seksual. Toh, kalau sakit akan dibayari oleh negara.

Untuk itu, visi kesehatan pemerintah yang terpaku pada aspek kuratif akan mengecoh diri sendiri. Visi kesehatan pemerintah seharusnya tidak terpaku pada bantuan terhadap rakyat miskin untuk membayar biaya pengobatannya. Visi kesehatan pemerintah seharusnya mencita-citakan rakyat Indonesia yang tidak gampang jatuh sakit, sehingga mampu hidup lebih produktif. Contoh, pemerintah Kota Bangkok mempunyai visi bahwa pada 1998 tidak ada lagi perempuan di Kota Bangkok yang meninggal karena kehamilannya. Hal ini diwujudkan bukan dengan membuka tempat persalinan yang banyak, melainkan menjamin bahwa setiap kehamilan berlangsung secara sehat sejak awal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itu, tugas menteri kesehatan bukan hanya menyebarkan dokter dan perawat ke seluruh pelosok negeri atau menyediakan rumah sakit di mana-mana. Tugas menteri kesehatan adalah menjaga agar rakyat tidak jatuh sakit, sehingga menghemat biaya pengobatan. Bukan hanya biaya yang dari pemerintah, tapi juga yang dibayar sendiri oleh rakyat, baik langsung maupun tidak langsung. Dengan begitu, uang yang dialokasikan untuk pengobatan dapat digunakan untuk hal yang lebih produktif dan meningkatkan daya tabung keluarga. Di samping itu, rakyat yang selalu dalam keadaan sehat juga akan menjadi sumber daya manusia yang lebih tangguh.

Sudah seharusnya presiden melihat bahwa program kesehatan bukanlah program untuk menunjukkan budi baik (karitatif), melainkan sebuah program investasi untuk kepentingan ekonomi negara. Seperti kata Bismarck, kanselir Prusia (Jerman) pada awal era industrialisasi Jerman, "kalau mesin pabrik selalu dirawat agar dapat selalu berfungsi, para pekerja pun harus selalu dijaga agar mereka tetap sehat sehingga sanggup menjalankan mesin-mesin tersebut. Tanpa pekerja yang sehat, mesin-mesin itu juga tidak akan produktif."

Patut pula dicatat bahwa konsep puskesmas yang dikembangkan oleh Dr Leimena, Menteri Kesehatan pada 1952, bukan sekadar balai pengobatan. Puskesmas adalah pusat untuk menjaga agar masyarakat di wilayah kerjanya tetap hidup sehat. Puskesmas harus diawaki oleh petugas yang mengerti soal pendidikan higiene kepada rakyat sekitarnya. Saat ini puskesmas diawaki oleh dokter yang didorong untuk berpikir kuratif, dan perawat yang dididik untuk merawat pasien di rumah sakit.

Konsep Leimena itu sudah berubah 180 derajat sejak awal Orde Baru. Puskesmas sudah dimaknai sebagai balai pengobatan dan menunggu orang sakit datang berobat. Secara tertulis, ada program-program pencegahan, tapi tidak berjalan karena anggaran tidak tersedia. Penekanan kuratif malah semakin menonjol. Bahkan, adakalanya pemerintah daerah melihat puskesmas sebagai sumber pendapatan. Dengan begitu, bagi pemerintah daerah, semakin banyak warga yang sakit akan semakin baik, karena semakin besar pula retribusi untik daerah.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Capaian di Bidang Kesehatan, Anies Baswedan: Mulai Dari JKN hingga Rumah Sehat

9 Oktober 2022

 Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan (tengah), saat meresmikan pengganti nama rumah sakit menjadi rumah sehat di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu, 3 Agustus 2022. Foto ANTARA/Walda
Capaian di Bidang Kesehatan, Anies Baswedan: Mulai Dari JKN hingga Rumah Sehat

Anies Baswedan mengatakan peningkatkan layanan kesehatan warga melalui transformasi pelayanan RSUD di Jakarta dilakukan di berbagai aspek.


Petuah Ahok untuk Kepala Dinas Kesehatan, Ini Isinya  

16 Agustus 2015

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. ANTARA/Yudhi Mahatma
Petuah Ahok untuk Kepala Dinas Kesehatan, Ini Isinya  

Ahok mengakui kesadaran masyarakat untuk berasuransi makin tinggi.


Ahok Larang Penerima KJP Dapat KIP  

4 November 2014

Presiden RI Joko Widodo didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Menteri Kesehatan Nila Moeloek, meluncurkan Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat, di Kantor Pos Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin, 3 November 2014. TEMPO/Imam Sukamto
Ahok Larang Penerima KJP Dapat KIP  

Ahok menolak Kartu Indonesia Pintar digunakan di Jakarta.


BPJS : Kartu Indonesia Sehat Hanya Brand Baru

30 Oktober 2014

Warga mengantri pendaftaran dengan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta (2/1). Semenjak diberlakukannya BPJS pada awal tahun 2014, ratusan warga banyak yang belum mengerti aturan sistem tersebut dikarenakan minimnya sosialisai oleh petugas terkait. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
BPJS : Kartu Indonesia Sehat Hanya Brand Baru

Menurut Tono, Kartu Indonesia sehat akan dikelola oleh BPJS.


Puan Jajaki Gabung KIS dengan BPJS

30 Oktober 2014

Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani di halaman Istana Merdeka, Jakarta, 26 Oktober 2014. TEMPO/Subekti
Puan Jajaki Gabung KIS dengan BPJS

Menurut Puan, Kartu Indonesia Sehat Berbeda Dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.


Punya KJS, Warga Tetap Bayar Biaya Persalinan

12 Juni 2014

Seorang ibu rumah tangga menunjukan Kartu Jakarta Sehat yang sudah diterimanya di Puskesmas Johar Baru, Jakarta, Selasa 18 Juni 2013. TEMPO/Subekti
Punya KJS, Warga Tetap Bayar Biaya Persalinan

Darsinah harus membayar biaya persalinan, padahal memegang Kartu Jakarta Sehat.


Jokowi Dicurhati Pasien Soal KJS di RS Pasar Rebo  

18 Maret 2014

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, mengusap air mata dan mencium bendera Merah Putih, seusai mengumumkan menjadi Capres PDIP, di Rumah Pitung, Marunda, Jakarta Utara, (14/3). TEMPO/Imam Sukamto
Jokowi Dicurhati Pasien Soal KJS di RS Pasar Rebo  

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyambangi RSUD Pasar Rebo untuk mengecek pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat.


Kisah Pasien KJS yang Sempat Ditolak 3 RS

18 Maret 2014

Petugas memperlihatkan KJS (Kartu Jakarta Sehat) di Puskesmas Koja, Jakarta Utara, Selasa (28/5). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Kisah Pasien KJS yang Sempat Ditolak 3 RS

Pada Senin, 17 Maret 2014, tiga rumah sakit dilaporkan menolaknya dengan berbagai alasan.


Ada JKN, Pasien KJS Tetap Dilayani

6 Januari 2014

Seorang demonstran dari FP3R berperan sebagai pasien dengan perban dan infus saat melakukan unjuk rasa terkait program KJS di depan Gedung Balai Kota, Jakarta (30/5). Tempo/Dian Triyuli Handoko
Ada JKN, Pasien KJS Tetap Dilayani

JKN justru menambah kuota penerimaan bayar iuran.


RSUD Pasar Minggu Dibangun Februari 2014  

22 Desember 2013

Ilustrasi rumah sakit. TEMPO/Subekti
RSUD Pasar Minggu Dibangun Februari 2014  

RSUD pertama di Jakarta Selatan itu akan mengutamakan pelayanan bagi pasien anak dan jantung.