Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rabaan Sebait Pantun

image-profil

image-gnews
Iklan

Taufik Ikram Jamil
Sastrawan

Kalau roboh kota Melaka

papan di Jawa kami tegakkan

Kalau demikian bagaikan dikata

jiwa dan raga kami serahkan

Demikian sebait pantun lama yang kembali menyeruak dari benak saya ketika terkenang hari kemerdekaan ke-57 Malaysia, Minggu, 31 Agustus 2014. Pantun yang terpaut waktu berabad-abad kemudian meraba suhu hubungan Indonesia-Malaysia. Mungkin juga sebagai pantun yang dapat menjelaskan pengakuan Malaysia sebagai pewaris berbagai produk budaya akhir-akhir ini.

Entah sejak kapan pantun itu muncul. Ada yang menyebutkan, setidak- tidaknya, puisi itu terinspirasi oleh upaya Pati Unus ketika membantu Melaka mengusir Portugis, yang meruntuhkan kerajaan tersebut pada 1511. Hubungan ini senada dengan masa sebelumnya, yakni Majapahit, bahkan Sriwijaya. Rentangan semua masa ini terangkum dalam sebutan serumpun dan Nusantara dalam bingkai Melayu sebagai ras.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pengalaman dalam rentangan masa itulah yang melatarbelakangi pemuka di sana, seperti Ibrahim Jaacob, meminta Sukarno memproklamasikan suatu negara-kalau tak bernama Melayu Raya, ya Indonesia Raya-dalam pertemuan pada 14 Agustus 1945. Meski kecewa karena Sukarno ternyata hanya memproklamasikan jajahan Hindia Belanda dengan nama Indonesia, karena berbagai sebab penting, pada 17 Agustus 1945, keinginan mereka tak terlerai, sebelum kemerdekaan Malaysia dikumandangkan di Melaka, 31 Agustus 1957.

"Selain konfrontasi Indonesia-Malaysia 1960-an, alur sejarah itu pula yang mengalir dalam pengakuan berbagai produk budaya di Indonesia oleh Malaysia," kata kawan saya Abdul Wahab dalam pesan pendek telepon seluler. Sebab, dia menambahkan, keberadaan produk budaya seperti reog, batik, rendang, dan banyak lagi, juga mewarnai masyarakat setempat, bahkan jauh sebelum nama Malaysia ataupun Indonesia menyentuh telinga awam. Hal ini sejalan dengan migrasi Jawa ke Malaysia sejak berabad-abad lalu.

Makin nyata, ketika diketahui banyak pembesar Malaysia berdarah Indonesia, bahkan sekaliber Perdana Menteri Malaysia Tun Nadjib Razak. Sebaliknya, bahasa pemersatu Indonesia adalah bahasa Melayu dari khazanah Johor-Riau, baik sebagai etnis maupun ras Melayu. Tokoh Hang Tuah yang juga membumi di Tanah Air, tak mungkin ditolak hanya karena ia berjasa di Melaka. Lagi pula, yang disebut pribumi atau Melayu di Malaysia terutama adalah seseorang yang beragama Islam-agama yang dianut migran Jawa. Di sisi lain, Jawa tidak dapat dikatakan identik dengan Indonesia karena juga mewarnai sejumlah negara, yang selain Malaysia adalah Singapura dan Suriname.

Jika ditarik ke belakang, ditemui kenyataan asal manusia Jawa, yakni Asia. Ini belum lagi memperkatakan keberadaan Indonesia-Malaysia yang dipengaruhi Traktat London 1824. Bukankah perjanjian yang membagi wilayah pengaruh Belanda dan Inggris alias penjajah ini yang mendasari penetapan wilayah kedua negara? Syahdan, pengakuan Malaysia terhadap produk budaya itu tak terlepas dari perkembangan kesejagatan (globalisasi) bersenjatakan ekonomi kreatif, melalui penguatan identitas yang dapat dijawab oleh tradisi.

"Terlepas dari hal itu, mempersoalkan produk budaya jangan dipandang dari geopolitik, tetapi dari geobudaya. Kalau kasus Sipadan dan Ligitan lainlah, sebab hal itu masuk dalam ranah geopolitik. Untuk yang terakhir ini, usahlah aku komentari ya," demikian Wahab mengakhiri pesan pendek. Alasannya, penat, oh....

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Sejarah Panjang Kebaya dan Perlunya Jadi Identitas Budaya Indonesia

1 hari lalu

Ilustrasi busana kebaya. TEMPO/Fahmi Ali
Sejarah Panjang Kebaya dan Perlunya Jadi Identitas Budaya Indonesia

Pakar mengatakan kebaya bisa menjadi identitas budaya Indonesia berbasis kelokalan dengan sejarah panjang busana di Nusantara.


Mahasiswa STIP Jakarta Meninggal Dianiaya Senior, Mengapa Budaya Kekerasan di Kampus Terus Terulang?

1 hari lalu

Ilustrasi kekerasan. shutterstock.com
Mahasiswa STIP Jakarta Meninggal Dianiaya Senior, Mengapa Budaya Kekerasan di Kampus Terus Terulang?

Seorang mahasiswa STIP Jakarta meninggal setelah dianiaya oleh seniornya. Lalu, mengapa budaya kekerasan itu terus terulang?


Cara Perpustakaan Pikat Pembaca Muda

3 hari lalu

Cara Perpustakaan Pikat Pembaca Muda

Sejumlah perpustakaan asing milik kedutaan besar negara sahabat di Jakarta berbenah untuk menarik lebih banyak anak muda, khususnya generasi Z.


Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan

15 hari lalu

Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan

Bamsoet mendukung rencana touring kebudayaan bertajuk "Borobudur to Berlin. Global Cultural Journey: Spreading Tolerance and Peace".


Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

19 hari lalu

Wan Chai, Hong Kong. Unsplash.com/Letian Zhang
Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

Museum Sasta Hong Kong akan dibuka pada Juni


Indonesia dan Jerman Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Budaya

54 hari lalu

 Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI Siti Nugraha Mauludiah (kedua dari kiri) dan Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia Ina Lepel (kedua dari kanan) menandatangani Pernyataan Kehendak Bersama tentang operasional Goethe-Institut di Indonesia di Goethe-Institut Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024. Direktur Regional Goethe-Institut untuk Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru Dr Stefan Dreyer (kanan) dan Direktur Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI Ani Nigeriawati (kiri) menyaksikan penandatanganan ini. Sumber: dokumen Kedutaan Besar Jerman di Jakarta
Indonesia dan Jerman Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Budaya

Indonesia dan Jerman menandatangani Pernyataan Kehendak Bersama untuk meningkatkan dan mempromosikan hubungan budaya kedua negara.


3 Tradisi Unik Jelang Ramadan di Semarang dan Yogyakarta

8 Maret 2024

Sejumlah warga mengikuti tradisi keramas bersama di bantaran Sungai Cisadane, Kota Tangerang, Banten, Selasa, 21 Maret 2023. Tradisi keramas bersama tersebut sebagai simbol membersihkan diri menjelang Ramadan. ANTARA FOTO/Fauzan
3 Tradisi Unik Jelang Ramadan di Semarang dan Yogyakarta

Menjelang Ramadan, masyarakat di sejumlah daerah kerap melakukan berbagai tradisi unik.


Terkini: Anies dan Ganjar Kompak Sindir Politisasi Bansos di Depan Prabowo, Ide BUMN Jadi Koperasi Pengamat Sebut Pernyataannya Dipelintir

5 Februari 2024

Terkini: Anies dan Ganjar Kompak Sindir Politisasi Bansos di Depan Prabowo, Ide BUMN Jadi Koperasi Pengamat Sebut Pernyataannya Dipelintir

Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan kompak menyindir politisasi bantuan sosial atau Bansos di depan Prabowo Subianto dalam debat Capres terakhir.


Prabowo Janjikan Dana Abadi Budaya, RI Sudah Punya Anggaran Rp 2 Triliun di APBN

5 Februari 2024

Prabowo Janjikan Dana Abadi Budaya, RI Sudah Punya Anggaran Rp 2 Triliun di APBN

Segini besar anggaran dana abadi budaya yang sudah dikantongi Kementerian Keuangan sebelumnya.


Debat Capres Usung Tema Kebudayaan, Apa Harapan Budayawan, Pekerja Seni, dan Sastrawan?

2 Februari 2024

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan, Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto saat mengikuti debat ketiga Calon Presiden 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu, 7 January 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Debat Capres Usung Tema Kebudayaan, Apa Harapan Budayawan, Pekerja Seni, dan Sastrawan?

Debat capres terakhir, 4 Februari 2024 salah satunya mengusung tema kebudayaan. Begini harapan budayawan, pekerja seni, dan sastrawan?