Begitu sering anggota Dewan Perwakilan Rakyat masuk pusaran korupsi. Nama mereka kerap muncul dalam banyak skandal, termasuk dalam kasus suap Rudi Rubiandini, mantan Kepala Satuan Kerja Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas). Jika dibiarkan, kecenderungan ini akan semakin mencoreng DPR dan partai politik.
Dalam pemeriksaan suap migas di Komisi Pemberantasan Korupsi, terungkap indikasi penting. Rudi diduga pernah menggelontorkan duit dalam bentuk dolar Amerika Serikat senilai sekitar Rp 2 miliar kepada Sutan Bhatoegana. Tak diberikan secara langsung, uang ini dikirim lewat rekannya di Fraksi Partai Demokrat DPR. Setoran pada Juli lalu itu ada kemungkinan merupakan hadiah Lebaran.
Kendati tak mudah, KPK mesti menelusurinya. Aliran duit bisa dilacak melalui nomor serinya. Motif pemberian hadiah itu perlu diungkap. Adakah pula hubungannya dengan posisi Sutan sebagai Ketua Komisi Energi DPR yang bermitra dengan SKK Migas. Penyidik KPK seharusnya tak ragu memeriksa Sutan dan rekannya.
Ketegasan sikap komisi antikorupsi diperlukan demi membersihkan praktek politik yang korup. Sudah banyak anggota Dewan yang masuk penjara karena korupsi, tapi para politikus seolah tak jeri. Dalam kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang terbongkar belum lama ini, misalnya, juga terungkap keterlibatan seorang anggota DPR dari Partai Golkar.
Sejumlah nama anggota Dewan berkali-kali pula disebut terlibat dalam skandal proyek Hambalang, kendati tak kunjung dijerat oleh KPK. Bahkan dalam proyek pembangunan gedung DPR yang akhirnya dibatalkan, Ketua DPR Marzuki Alie pun dituding mendapatkan duit dari calon kontraktor.
Marzuki, yang juga tokoh penting Partai Demokrat, membantah tuduhan itu. Ia malah menuding politikus partai lain terlibat skandal proyek gedung DPR. Begitu pula Sutan Bhatoegana. Ia menganggap indikasi dari pemeriksaan kasus suap migas hanya isapan jempol, kendati mengakui pernah mempertemukan sejumlah pengusaha dengan Rudi. Bantahan seperti ini tak menuntaskan persoalan. Sebagian khalayak akan tetap mempertanyakan integritas si politikus bila klarifikasinya kurang meyakinkan.
Badan Kehormatan DPR seharusnya segera mengusut sinyalemen negatif itu tanpa harus menunggu proses hukum. Etika politik mesti ditegakkan. Menunda penelusuran hanya akan membuat citra Dewan semakin terpuruk. Politikus Senayan yang sebagian besar maju lagi dalam Pemilu 2014 akan terus dicemooh masyarakat.
Partai politik tak boleh membiarkan. Kalaupun kalangan partai tak terlalu peduli terhadap citra DPR, semestinya mereka memikirkan nasib partainya. Cepat atau lambat, publik akan mengetahui perilaku sebenarnya para politikus dan tokoh-tokoh partai. Berbahaya bila rakyat kehilangan kepercayaan terhadap partai. Yang eksistensinya terancam bukan hanya partai politik, tapi juga demokrasi.