Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Fenghuang

Oleh

image-gnews
Iklan
SEORANG anak menemani ayahnya ke pasar, untuk melihat ratusan kepala manusia yang sudah dipenggal. Seorang pamannya menyebut angka 400, anak itu tak tahu berapa jumlahnya yang tepat, tapi beginilah kemudian ia bercerita: ?Lorong yang beratap lengkung itu penuh dengan kepala, dan lebih banyak lagi yang tergantung dari anak-anak tangga? begitu banyak kepala dihimpun di sini, jadi sebuah unggunan besar, dan darah masih menetes dari luka masing-masing, dari potongan leher yang baru ditebas.? Ini bukan cerita Sampit, Kalimantan Tengah, di tahun 2001. Ini cerita dari Fenghuang, sebuah kota di bagian barat Provinsi Hunan, Cina, di tahun 1911. Yang mengisahkannya sebagai kenangan adalah Shen Congwen, seorang penulis Cina yang mengalami begitu banyak kepedihan dari sejarah. Saya temukan pasase itu, yang dikutip dari Congwen Zichuan, dalam buku Jonathan D. Spence The Gate of Heavenly Peace, sebuah rekaman yang memukau tentang riwayat para intelektual Cina dan revolusi mereka. Di tahun 1911 itu Shen Congwen baru berumur sembilan tahun. Getar revolusi yang menumbangkan kemaharajaan Dinasti Manchu mampir juga ke kota asalnya, Fenghuang. Tapi di sini pemberontakan gagal. Orang-orang Cina yang ikut terlibat dengan cepat menyelamatkan diri, maka yang tertuduh adalah para petani suku Miao. Tak ayal, mereka pun ditangkapi. Begitu banyak. Setiap hari 100 sampai 200 orang petani diseret oleh tentara. Melihat jumlah itu bahkan para pejabat setempat dan para algojo mulai bingung: mungkinkah tahanan itu disembelih semuanya? Problem ini dipecahkan dengan sebuah ?metode keadilan? yang simpel: para petani Miao yang didakwa memberontak itu harus ikut undian. Syahdan, tentara yang bertugas pun membawa mereka ke sebuah kuil. Di balai besar, setiap tahanan harus melontar sepasang tongkat bambu. Siapa yang kedua atau salah satu tongkatnya jatuh telentang akan berarti ?tak bersalah? dan bebas, sedangkan siapa yang kedua tongkatnya jatuh telungkup berarti ?bersalah?. Ia akan dibawa ke tempat penyembelihan. Ratusan batang leher hari itu ditebas, dan ratusan buah kepala manusia dengan darah yang masih menetes dihimpun di lorong pasar; beberapa utas tali yang digantungi kuping manusia yang dipotong direntangkan dari sudut ke sudut?. Kebuasan tampaknya membutuhkan penonton. Kita memang bisa membedakan antara kebuasan di Fenghuang di tahun 1911 dan kebuasan di Kalimantan di sekitar akhir abad ke-20. Yang pertama adalah sebuah pembasmian dari atas yang sistematis. Yang kedua sebuah keroyokan, yang meledak mendadak. Yang pertama dipergunakan untuk menegakkan sebuah orde. Yang kedua tampaknya tanpa rancangan. Tapi kedua-duanya ingin diketahui umum, horor yang ingin menjadi teror, sebuah gertak yang menakutkan khalayak ramai. Kedua-duanya berbeda dengan kebuasan yang bersifat privat, ketika seorang sadis mencincang korbannya di ruang tertutup, lalu menyimpan kepala dan kuping itu di dalam kulkas. Tapi bukan hanya penonton yang dikehendaki oleh para pembantai di Fenghuang dan di Kalimantan. Kebuasan juga tampaknya perlu sedikit lelucon: demikianlah ratusan kuping manusia yang copot itu diuntai seperti deret panjang buah kesemek peyot yang dijemur. Saya selalu akan ingat sebuah reportase yang mencengkam yang ditulis Richard Lloyd Parry dalam harian The Independent, tentang kebengisan yang terjadi di Kalimantan Barat di tahun 1997, ketika orang-orang Dayak membantai orang Madura di sana: sepasang kepala, lelaki dan perempuan, dipasak di atas drum dan di mulut mereka yang luka oleh parang itu disisipkan sigaret. Kebuasan memerlukan sedikit lelucon untuk menegaskan bahwa yang kuat, yang menang, patut memperolok-olok yang kalah. Korban masih perlu dihina. Di situ, rasa geli adalah bagian dari penghancuran total. Milan Kundera pernah menulis bahwa ketawa pada mulanya adalah ?wilayah sang Iblis.? Terkadang Malaikat gagal membuka mulutnya untuk mengimbangi kekuatan jahat itu, dan pintu pun terbuka untuk segala jenis gelak. Juga ketawa yang datang dari Setan: gemanya menyatakan bahwa segalanya tak punya arti lagi. Sang Iblis menunjukkan bahwa ?bahkan penguburan pun satu kejadian penggeli hati.? Tapi Setan tak selalu bisa datang dengan ketawa seperti itu. Dulu, setelah seorang Indian menewaskan musuhnya, konon ia akan mengelupas kulit kepala orang yang gugur itu dan menyimpannya sebagai cendera mata. Ada rasa bangga seorang pemenang, tapi juga rasa hormat kepada seorang lawan hingga sesuatu dari jasad itu tak dicampakkan begitu saja. Yang sudah pergi ke padang perburuan yang kekal tak patut dicemooh. Tapi memang ada beda antara mereka yang menang karena pertarungan satu lawan satu dan mereka yang mengalahkan musuh lewat pembantaian sistematis atau keroyokan. Bagi yang pertama, kemenangan berarti hidup, yang diperoleh dari pergulatan di tubir yang sama dengan kekalahan, yaitu mati. Di sini, kemenangan adalah sebuah momen yang sunyi. Ia tak bisa dirasakan orang lain. Bagi yang kedua, yang?dengan atau tanpa organisasi?bersama-sama membinasakan orang lain yang tak bersenjata, kemenangan adalah sebuah penindasan yang mudah. Bahkan tak perlu diteliti benarkah orang yang disembelih itu bersalah, atau adakah ia seorang musuh yang layak. Manusia, dengan nasibnya yang sendiri-sendiri, telah diperlakukan hanya sebagai sebuah eksemplar dari sebuah puak. Puak adalah segala-galanya, kolektivitas adalah kebenaran. Ketika seorang manusia yang singular tak boleh lagi bicara, di saat itu juga sebenarnya pembasmian sudah dimulai. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Polisi Pesta Narkoba di Cimanggis Depok, Kilas Balik Kasus Irjen Teddy Minahasa Terlibat Jaringan Narkoba

2 hari lalu

Nama Irjen Teddy Minahasa sempat membuat heboh karena terlibat kasus narkoba. Ia diduga mengedarkan narkoba jenis sabu seberat 5 kilogram yang ditujukan untuk Kampung Bahari yang terkenal sebagai Kampung Narkoba di Jakarta. ANTARA
Polisi Pesta Narkoba di Cimanggis Depok, Kilas Balik Kasus Irjen Teddy Minahasa Terlibat Jaringan Narkoba

Polisi pesta narkoba belum lama ini diungkap. Bukan kali ini kasus polisi terlibat narkoba, termasuk eks Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa.


Terbukti Kendalikan Peredaran Narkotika dari Penjara, Nasrun Divonis Hukuman Mati

2 hari lalu

Ilustrasi penjahat narkoba. TEMPO/Iqbal Lubis
Terbukti Kendalikan Peredaran Narkotika dari Penjara, Nasrun Divonis Hukuman Mati

Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis mati terhadap Nasrun alias Agam, terdakwa pengedar narkotika jenis sabu-sabu seberat 45 kilogram.


5 Anggota Polda Metro Jaya Diringkus Saat Nyabu, Ini Daftar Polisi Terlibat Jaringan Narkoba

4 hari lalu

Mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan AKP Andri Gustami terlibat jaringan narkoba Fredy Pratama. AKP Andri Gustami melancarkan pengiriman narkoba jaringan Fredy Pratama saat melewati Lampung melalui Pelabuhan Bakauheni menuju Pelabuhan Merak, Banten. Dok. Istimewa
5 Anggota Polda Metro Jaya Diringkus Saat Nyabu, Ini Daftar Polisi Terlibat Jaringan Narkoba

Lima anggota Polda Metro Jaya diringkus ketika mengonsumsi narkoba jenis sabu. Berikut daftar polisi terlibat jaringan narkoba, termasuk Andri Gustami


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

5 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Perempuan Tajir Vietnam Truong My Lan Divonis Hukuman Mati, Apa Kesalahannya? Ini Profilnya

10 hari lalu

Truong My Lan. Istimewa
Perempuan Tajir Vietnam Truong My Lan Divonis Hukuman Mati, Apa Kesalahannya? Ini Profilnya

Truong My Lan, taipan real estate dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di Vietnam. Apa yang diperbuatnya? Berikut profilnya.


Setahun Lalu Banding Ferdy Sambo Ditolak Tetap Hukuman Mati, Ini Perjalanan Jadi Vonis Penjara Seumur Hidup

13 hari lalu

Terdakwa Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 10 Februari 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Setahun Lalu Banding Ferdy Sambo Ditolak Tetap Hukuman Mati, Ini Perjalanan Jadi Vonis Penjara Seumur Hidup

Setahun lalu banding Ferdy Sambo ditolak alias tetap dihukum mati. Seiring berjalannya waktu, vonis itu diubah jadi penjara seumur hidup. Kok bisa?


Setahun Lalu Putusan Banding Vonis Mati Ferdy Sambo Dibacakan, Tetap Vonis Hukuman Mati

14 hari lalu

Terdakwa Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 10 Februari 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Setahun Lalu Putusan Banding Vonis Mati Ferdy Sambo Dibacakan, Tetap Vonis Hukuman Mati

Hari ini, setahun lalu atau 12 April 2023, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bacakan putusan banding yang diajukan Ferdy Sambo.


'Crazy Rich' Vietnam Dijatuhi Hukuman Mati untuk Kasus Penipuan Senilai Rp 200 T

14 hari lalu

Ilustrasi Penipuan. shutterstock.com
'Crazy Rich' Vietnam Dijatuhi Hukuman Mati untuk Kasus Penipuan Senilai Rp 200 T

Wanita 'Crazy Rich' Vietnam dijatuhi hukuman mati atas perannya dalam penipuan keuangan senilai 304 triliun dong atau sekitar Rp 200 T.


Polda Sumut: Ada 22 Tersangka Tindak Pidana Narkotika Menunggu Vonis Mati

31 hari lalu

Ilustrasi penjahat narkoba. ANTARA/Galih Pradipta
Polda Sumut: Ada 22 Tersangka Tindak Pidana Narkotika Menunggu Vonis Mati

Selain penindakan para pelaku kasus narkotika, sepanjang 2023, Polda Sumut telah melakukan rehabilitasi terhadap 815 orang.


Selama Januari-Maret, Kejaksaan Tinggi Sumut Sudah Menuntut Hukuman Mati 22 Pengedar Narkoba

39 hari lalu

Terdakwa mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan Andri Gustami (tengah) berjalan seusai sidang putusan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Lampung, Kamis 29 Februari 2024. Andri Gustami divonis hukuman mati oleh majelis hakim karena terbukti meloloskan pengiriman 150 kg narkotika jenis sabu-sabu dan 2.000 pil ekstasi dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa. ANTARA FOTO/Ardiansyah
Selama Januari-Maret, Kejaksaan Tinggi Sumut Sudah Menuntut Hukuman Mati 22 Pengedar Narkoba

Tahun lalu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menuntut 93 terdakwa kasus narkoba dengan hukuman mati.