Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perlawanan Ahok

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Joko Riyanto, Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengundurkan diri dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Alasannya, ia tak sependapat dengan sikap politik Gerindra yang mendukung pilkada lewat DPRD. Bagi Ahok, Gerindra mengingkari kepercayaan masyarakat. Idealisme politik Ahok telah dicederai oleh partai politik.

Perlawanan Ahok menimbulkan "kemarahan" di jajaran pemimpin Gerindra. Ahok dibilang tak tahu terima kasih, bahkan Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, menuding Ahok tak beretika, tak berkontribusi untuk Gerindra, dan "kutu loncat". Meski dikecam oleh partainya, Ahok tak ciut nyali. Ahok justru menegaskan bahwa lebih baik jadi "kutu loncat" ketimbang jadi "kutu busuk". Ahok juga mengatakan tidak akan loncat ke partai lain. Ahok ingin berfokus mengurus Jakarta dan tak mau direcoki oleh tetek-bengek urusan partai.

Dalam iklim demokrasi, perlawanan Ahok terhadap jalan politik partai politik tidak salah. Sebab, perlawanan Ahok didasari pada kehendak rakyat dan konstitusi. Di sisi lain, para politikus Gerindra juga punya hak untuk menilai pengunduran diri Ahok tidak sesuai dengan etika politik dan mengkhianati Gerindra. Namun, dalam konteks permasalahan Ahok dengan Gerindra, haruslah dilihat kepentingan yang jauh lebih besar, yaitu kepentingan rakyat. Pilihan politik Ahok membuktikan bahwa ia mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan golongan. Hal ini sesuai dengan prinsip dan nilai Pancasila, di mana Pancasila menjadi dasar ideologi partai yang harus dijunjung tinggi.

Perlawanan Ahok merupakan implementasi penolakan oligarki di level partai politik. Ahok tidak rela jika daulat rakyat dirampas oleh segelintir elite politik dengan berkedok atas nama rakyat, demokrasi, dan penegak konstitusi. Perlawanan Ahok justru memperlihatkan kualitas dan integritas seorang politikus dan pemimpin yang memperoleh mandat rakyat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perlawanan Ahok secara substansial sudah tepat. Sikap Ahok sesuai dengan yang diucapkan oleh Manuel Luis Quezon Molina, Presiden Persemakmuran Filipina (1935-1944), "Kesetiaanku kepada partai berakhir ketika kesetiaanku kepada negara dimulai." Ahok, yang berasal dari golongan minoritas, Tionghoa dan Kristen, menunjukkan figur pemimpin interpersonal yang menerjemahkan suasana batin rakyat dengan bahasa politik populis serta dengan pola pikir yang out of the box, namun konkret. Perlawanan Ahok justru menjadi batu uji para politikus Senayan dalam menyusun RUU Pilkada, apakah untuk kepentingan bangsa atau alat politik "balas dendam"?

Pengunduran diri Ahok sebagai politikus Gerindra adalah hak politik yang konstitusional. Posisi Ahok saat ini masih kuat. Sebab, tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan dan aturan yang mengatur recall. Meski demikian, Gerinda dan Koalisi Merah Putih dipastikan akan "menjegal" setiap kebijakan dan program Ahok. Saya sarankan, Ahok lebih cermat dan cerdas menghadapi musuh-musuhnya. Dalam memimpin Jakarta, Ahok perlu merangkul semua kalangan, mengedepankan komunikasi dialog, dan bersikap terbuka dengan rakyat. Perlawanan Ahok jangan berhenti di sini, masih banyak "kutu busuk" dan penyimpangan terhadap demokrasi serta konstitusi yang harus dilawan.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah  

22 Agustus 2016

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah  

Bawaslu telah meminta Mendagri Tjahjo Kumolo untuk memfasilitasi penyelesaian permasalahan dana hibah pengawasan pilkada 2015.


KPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan  

12 Juli 2016

Rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kantor KPU ini memutuskan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menjadi pelaksana tugas (Plt) Ketua KPU menggantikan Husni Kamal Manik yang tutup usia pada Kamis (07/07). TEMPO/Aditia Noviansyah
KPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan  

Hadar bakal meminta bantuan Direktorat Pendudukan dan Catatan Sipil memastikan keberadaan pendukung calon perseorangan.


Kajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada  

29 Juni 2016

ANTARA/Wahyu Putro A
Kajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada  

KPK melakukan penelitian dengan mewawancarai 286 calon yang kalah pada pilkada. Ini temuannya.


Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan  

19 Juni 2016

TEMPO/Arif Fadillah
Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan  

Polisi mengevakuasi anggota KPUD Muna keluar dari TPS sambil melepaskan tiga tembakan ke udara.


Hari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna  

19 Juni 2016

TEMPO/Arif Fadillah
Hari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna  

Ini merupakan pemungutan suara ulang yang kedua kali akibat saling gugat dua pasangan calon kepala daerah.


Revisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang  

6 Juni 2016

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Revisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang  

Bawaslu kini bisa memeriksa kasus politik uang dalam pilkada.


Syarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin  

6 Juni 2016

Sineas Indonesia Garin Nugroho. ANTARA/Teresia May
Syarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin  

Pendukung Garin menilai seharusnya DPR sebagai wakil rakyat membuat aturan yang lebih bermutu.


Disahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik  

5 Juni 2016

Ilustrasi Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
Disahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik  

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, ada persoalan yang akan terjadi seusai DPR mengesahkan UU Pilkada.


Undang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS  

2 Juni 2016

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Jazuli Juwaini bersiap memimpin Rapat Pleno Fraksi PKS di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 11 April 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Undang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS  

PKS sebelumnya menilai anggota DPR yang maju ke pilkada tak perlu mundur dari keanggotaan di Dewan, melainkan hanya perlu cuti.


DPR Sahkan Undang-Undang Pilkada

2 Juni 2016

Ilustrasi Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
DPR Sahkan Undang-Undang Pilkada

DPR akhirnya mengesahkan undang-undang tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dalam sidang paripurna hari ini.