Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rajam

Oleh

image-gnews
Iklan
MEREKA ikat tubuh itu di sebuah pasak. Di seputar tiang kayu itu digali lubang sedalam setengah meter. Puluhan orang mengelilinginya. Satu demi satu, makin lama makin cepat, makin serentak, orang-orang itu pun melemparkan batu?berpuluh-puluh butir batu?ke tubuh yang tak bisa mengelak itu. Beberapa belas butir menghantam dada dan selangkangan. Beberapa belas lain menghajar kepala. Ada yang menembus biji mata, menghancurkan hidung, melubangi jidat. Darah mancur, jangat robek, tengkorak retak, otak muncrat, mata pecah, lepas. Sebuah proses setengah jam. Mungkin lebih. Lalu akhirnya si terhukum pun mati, pelan-pelan?. Saya tak pernah menyaksikan rajam?dan saya tak ingin menyaksikannya. Tapi saya tahu itu telah terjadi di negeri saya, belum lama ini, dan apa yang saya gambarkan adalah sebuah bayangan yang seperti sebuah film horor yang bisu yang mengharu biru mimpi, yang jangan-jangan tak jauh berbeda dari apa yang sebenarnya terjadi. Tuan mungkin bertanya kenapa saya tak menyebut apakah si terhukum lelaki atau perempuan. Ah, apa bedanya? Yang pasti: ada rasa sakit, ada siksaan, ada kematian. Biadab? Sungguh, saya tak tahu apa arti ?biadab? di zaman ini, tapi saya lebih tak tahu kenapa untuk membunuh seorang pendosa cara yang seperti itu yang dipilih. Tuan mungkin akan berkata: karena kau tidak tahu titah Tuhan. Saya akan bertanya, seperti saya bertanya kepada diri sendiri: tapi untuk apakah hukuman itu sebenarnya? Untuk Tuhan?seakan-akan Tuhan menginginkan? Keinginan adalah pertanda kekurangan, tapi bukankah kita menyebut-Nya sebagai Dzat yang Mahasempurna? Saya tak pernah membayangkan-Nya sebagai Kuasa yang harus dipuaskan?apalagi dengan sajian sebatang tubuh yang telah jadi onggokan daging, hancur, berdarah. Di zaman dulu, di negeri Inca, konon ada upacara yang mempersembahkan korban manusia di hadirat Dewa Matahari. Tapi Tuhan saya bukan Dewa seperti itu. Tuhan saya adalah Sang Pemberi yang Mulia: Ia tak pernah menuntut pembayaran kembali. Tentu, tak hanya bangsa Inca yang membunuh atas nama (atau atas titah?) sesembahan mereka. Tiap agama punya saat kekejamannya sendiri. Dalam Perjanjian Lama kita baca bagaimana Yahwe yang murka hendak ?menyulah kepala? orang-orang yang berbuat salah. Kita baca pula bagaimana Bani Israel merajam mati satu keluarga, termasuk anak-anak, yang ayahnya ditemukan bersalah mencuri sebagian hasil peperangan. Dalam sejarah Kristen kita bisa baca bagaimana pada tanggal 22 Juli 1209 satu pasukan atas nama Paus menyerbu dan menjarah Beziers di Prancis Selatan, untuk membinasakan para penganut sekte Cathar di kota itu. Ketika ditanya bagaimana cara tentara harus membedakan mana yang penganut Cathar dan mana yang Katolik sejati, sang utusan Takhta Suci menjawab, ?Bunuh saja semuanya. Tuhan nanti akan mengenal umat-Nya sendiri.? Hari itu 15.000 orang dibantai: lelaki, wanita, anak-anak. Juga kita tahu bagaimana kekuasaan Inkuisisi, yang ditegakkan di tahun 1233 (dan di Spanyol berakhir secara resmi di tahun 1834), mengusut kemurnian iman siapa saja yang dicurigai, dan mengirim ratusan orang ke tiang pembakaran atas tuduhan berbuat bid?ah. Kata auto de fe, sebenarnya berarti ?laku keimanan?, menjadi identik dengan laku kebengisan. Dan bukan ha-nya Gereja Katolik yang melakukannya: dari Calvin di Jenewa sampai dengan Ku Klux Klan di Amerika (yang anti-Katolik, Yahudi, dan orang Hitam) menirunya. Tapi hukuman sekeras itu tak bisa bertahan. Apa yang sekian abad yang lalu bisa diterima dengan terpaksa atau tidak, kini, terasa berlebihan. Manusia selalu bisa bernegosiasi dengan hukum yang paling menuntut: Musa melakukannya dengan Yahweh, Isa Almasih tetap bekerja di hari Sabbath, dan Muhammad tak menerima begitu saja perintah Tuhan agar umatnya bersembahyang 50 kali sehari. Zaman bukan saja berubah bersama norma. Zaman juga kian menyadarkan orang yang arif bahwa kemurnian hukum tak pernah bisa mutlak di antara kita. Tentu bisa didalihkan bahwa rajam di hari ini adalah usaha meniru keaslian hukum yang ada di zaman Nabi. Tapi apakah ?keaslian? sebenarnya? Keaslian bermula dari sebuah dasar, yaitu asal. Tapi asal adalah sesuatu yang nisbi. Hukuman rajam tak berasal dari zaman Muhammad. Ketentuan itu sudah ada dalam hukum zaman Musa. Bahkan dalam masa hidup Isa masih ada kelompok yang hendak menghukum seorang pelacur dengan lemparan batu, sampai Yesus mengingatkan mereka dengan satu kalimat yang terkenal: ?Siapa yang tak pernah berdosa, biarlah ia melontarkan batu pertama.? Bagi saya, itu juga berarti: siapa yang tak pernah menempuh sejarah, ialah yang berhak menjalankan hukum yang ?asli?. Sejarah tak pernah membikin sesuatu yang murni tetap murni. Yang murni hanya ketika Adam di Taman Firdaus, sebelum ia dan Hawa turun ke bumi dan jadi subyek yang bermandat penuh, su-byek yang merdeka?dan dalam kemerdekaan itu bisa berpikir, menafsir, mungkin berbuat salah, tapi justru itu ia tahu dirinya da?if, fana, terbatas. Sebab itu ia tak punya hak atas hidup manusia lain: ia tak bisa menyamakan yang lain dalam rangkumannya, secara total. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

5 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

25 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.


Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

41 hari lalu

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berbicara dalam Sidang ke-55 Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada Senin 26 Februari 2024. ANTARA/HO-akun X @Menlu_RI
Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

46 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

51 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

51 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.