Penetapan Gubernur Banten Atut Chosiyah sebagai tersangka kasus suap perlu dipuji. Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi ini diharapkan membuka jalan untuk membongkar korupsi Atut dan kerabatnya. Tidak sepantasnya praktek politik dinasti demi menumpuk harta lewat korupsi dibiarkan.
Atut mulai dibidik setelah adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, ditangkap KPK pada Oktober lalu. Chaeri, yang juga suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, dicokok karena terlibat penyuapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Atut diduga berperan pula dalam suap sengketa pilkada Lebak, Banten, tersebut. Bukan hanya dalam urusan suap, tokoh Partai Golkar ini juga akan dijerat dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan.
Terbongkarnya skandal Atut diharapkan mengakhiri politik dinasti yang selama ini disorot. Dalam kurun 10 tahun terakhir, sederet anggota keluarga Atut--dari adik ipar hingga ibu tiri--bertengger di sejumlah jabatan penting di wilayah Banten. Kekerabatan politik bahkan mengular hingga ke jabatan legislatif. Praktis, di wilayah mana pun di Banten, mudah ditemukan pejabat yang berasal dari kerabat Atut.
Praktek itu amat berbahaya. Ketika sebuah dinasti kelebihan dosis berkuasa, yang terjadi adalah kecenderungan untuk korup. Politik dinasti membelokkan demokrasi ke arah oligarki yang pada akhirnya akan menggerus sumber daya ekonomi daerah. Dan anggaran daerah dikelola bak keuangan perusahaan keluarga.
Jaringan kekuasaan dan bisnis keluarga Atut itu dikelola dengan rapi oleh Chaeri Wardana. Jangan heran jika ia mendapat julukan "king maker" dan "gubernur jenderal". Dialah yang diduga mengatur hampir semua proyek pemerintah di wilayah kekuasaan dinasti Atut. Proyek-proyek penting, seperti pelebaran dan perbaikan jalan, pembangunan rumah sakit, dan pengadaan kesehatan, selalu jatuh ke perusahaan di bawah jaringan Chaeri.
Pola korupsi lainnya adalah melalui pembagian dana bantuan sosial dan hibah-modus yang juga dilakukan di banyak provinsi dan kabupaten. Tujuan alokasi dana bantuan sosial dan hibah sebetulnya untuk membantu orang-orang miskin atau penduduk yang terkena bencana alam. Yang terjadi, sebagian dari dana ini mengalir ke organisasi dan yayasan yang dikelola kerabat Atut.
Kontraksi pun segera terlihat. Ketika di rumah Chaeri berjajar koleksi mobil sport nan mewah, di pinggiran wilayah Banten berderet-deret rumah kumuh penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di provinsi ujung barat Pulau Jawa ini mencapai 656 ribu pada Maret 2013, naik jika dibandingkan dengan angka setahun sebelumnya sebanyak 652 ribu.
Itulah pentingnya membongkar tuntas korupsi Atut dan kerabatnya. Tak cukup menjeratnya dengan pasal suap dan korupsi, KPK mesti mengusut harta dinasti ini lewat delik pencucian uang. Harta dinasti Atut yang diperoleh lewat korupsi mesti disita. Negara harus memberi sinyal yang jelas bahwa korupsi dan politik dinasti tidak pantas tumbuh di era demokrasi.