Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Petani di Negeri Pancasila

image-profil

image-gnews
Iklan

Junius Fernando S. Saragih
Sarjana Ilmu Pemerintahan Fisip Unpad dan mantan Ketua GMNI cabang Kabupaten Sumedang

Hari ini, 54 tahun yang lalu lebih sehari, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) ditetapkan, dan tanggal itu dikukuhkan sebagai Hari Tani Nasional. Namun entah mengapa sudah berkali-kali kita memperingati Hari Tani Nasional pada 24 September 1960, UUPA justru semakin dipetieskan. Ada kemiskinan yang semakin menggerogoti para petani.

Mari perhatikan pada 2012, saat kita dikejutkan oleh data yang melansir bahwa dari 28,6 juta jiwa penduduk miskin, 63,25 persen merupakan penduduk perdesaan yang sebagian besar bekerja sebagai petani atau buruh tani. Barangkali kemiskinan inilah yang membuat jumlah keluarga petani kita kian menurun dari waktu ke waktu. Ini terlihat dalam laporan Badan Pusat Statistik yang melansir bahwa telah terjadi penurunan jumlah keluarga petani dari 31,17 juta pada 2003 menjadi 26,13 juta keluarga pada 2013. Walhasil, produksi pangan kita justru menurun, yang akhirnya dijawab dengan tingkat impor pangan yang kian memuncak.

UUPA atau Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 sebenarnya merupakan peraturan turunan dari Pancasila dan UUD 1945 yang lama proses pembahasannya sangat berbeda dengan peraturan perundang-undangan dewasa ini. Diperlukan waktu 12 tahun untuk bisa menghasilkan UUPA, yang saat itu juga dibarengi dengan pembuatan UU Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. Tujuannya semata-mata untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana yang tertuang pada sila kelima dan Pasal 33 UUD 1945.

Bila hari ini UUPA kian dipetieskan, tidak berlebihan bila mencuat kecurigaan bahwa kita telah menyeleweng dari cita-cita negara yang kita setujui dalam Pancasila. Betapa tidak, di negara agraris seperti Indonesia pulalah kita temui banyak petani miskin yang tanpa disadari merupakan penggerak perekonomian negara. Tidak dapat dipungkiri, kendati industri terus diperkuat, pada kenyataannya kita masih bergantung pada ekspor bahan mentah, termasuk dalam bidang pertanian. Bahkan, kini sektor pangan menjadi masalah serius yang sangat rentan mengganggu perekonomian kita.

Sebagai negara yang berketuhanan, tidak patut bila kita membiarkan kemiskinan terus menggelayuti para petani. Apalagi, petani adalah aktor-aktor penggerak ketahanan pangan nasional yang secara tidak langsung berkaitan sangat erat dengan kehidupan banyak orang. Di sisi lain, sektor pertanian telah mengurangi jumlah penganggur. Bila terus dibiarkan seperti ini, alih profesi akan terjadi secara besar-besaran. Walhasil, beban pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan akan semakin besar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kurangnya perhatian pemerintah terhadap petani juga dapat diartikan sebagai pengkhianatan terhadap sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemiskinan petani yang semakin menjadi-jadi tentu tidak lepas dari sistem yang tidak mendukung. Coba lihat, maraknya alih fungsi lahan produktif tak syak menggeser para petani dari pekerjaannya memenuhi kebutuhan pangan nasional. Sarana dan prasarana di desa tidak memadai akibat ketimpangan pembangunan yang lebih mementingkan kota dan melupakan pedesaan. Sistem koperasi desa, yang seharusnya menjadi sumber penyertaan modal bagi para petani, gagal total. Di sisi lain, akses terhadap teknologi hampir tertutup bagi pedesaan. Belum lagi, penyuluhan pemerintah di lapangan kerap mendewakan formalitas yang tidak mampu mencerdaskan para petani. Terakhir, tidak ada sistem distribusi lahan yang adil, sehingga para petani gurem semakin miskin dan tertindas.

Lantas, bagaimana mungkin kita dengan mudahnya berharap persatuan itu terjadi begitu saja? Padahal, di lapangan, tidak jarang para petani berkonflik dengan para pengusaha. Bahkan, ada kalanya aparat keamanan ikut tersangkut dalam pusaran konflik. Menurut data yang dirilis Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) pada 2013, terdapat peningkatan kuantitas konflik agraria sebesar 86,36 persen dibanding pada tahun sebelumnya, yang hanya mencatat 198 kasus. Sepanjang tahun lalu pula konflik ini menewaskan 21 orang, sedangkan 30 orang tertembak dan 130 lainnya dianiaya.

Keadilan pun tercerabut. Pemilik modal menguasai ribuan hektare tanah, sementara petani penggarap direnggut tanahnya tanpa rasa kemanusiaan. Betapa kelirunya pemerintah tatkala keadilan hanya ditujukan bagi siapa saja yang mampu memberikan manfaat besar bagi negara-bila tidak dapat disebut bagi sekelompok elite penguasa.

Setelah semua ini terjadi, pertanyaannya adalah ke manakah pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif? Sebagai pengeksekusi undang-undang, mereka seharusnya mampu menelusuri secara mendalam apa maksud dari sebuah undang-undang, termasuk UU No.50/1960. Eksekutiflah yang membuat program-program untuk petani yang sesungguhnya didasari Pancasila, UUD 1945, dan peraturan turunanannya. Sementara itu, legislatif tidak pantas bila membuat aturan-aturan baru yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Jangan sampai kita masih kerap mendengar MK menganulir undang-undang karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Semoga saja Hari Tani Nasional kali ini menjadi ajang refleksi, khususnya untuk pemerintah baru yang akan menentukan arah pertanian nasional.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


AHY jadi Menteri ATR, Walhi: Penunjukkannya seperti Membagi Jatah Kue

58 hari lalu

Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto bersama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)  sebelum dilantik oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu 21 Februari 2024. Hadi Tjahjanto dilantik menjadi Menko Polhukam menggantikan Mahfud Md yang mengundurkan diri karena menjadi cawapres 2024. Sementara AHY menggantikan posisi Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). TEMPO/Subekti.
AHY jadi Menteri ATR, Walhi: Penunjukkannya seperti Membagi Jatah Kue

Walhi mengatakan pelantikan AHY sebagai Menteri ATR/BPN semakin menunjukkan bahwa mekanisme pengangkatan menteri di RI masih jauh dari harapan.


Mahfud MD Sebut Redistribusi Tanah Bukan Sekadar Bagi Sertifikat Tanah, Apa Itu Land Reform?

24 Desember 2023

Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD saat memberikan pemaparan pada debat perdana calon wakil presiden untuk pemilu 2024 di Jakarta Conventiom Center (JCC), Jakarta, Jumat, 22 Desember 2023. Debat cawapres kali ini mengangkat tema soal ekonomi kerakyatan dan digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, infrastruktur, dan perkotaan. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Mahfud MD Sebut Redistribusi Tanah Bukan Sekadar Bagi Sertifikat Tanah, Apa Itu Land Reform?

Cawapres Mahfud MD menyebut land reform bukan sekadar bagi-bagi sertifikat tanah. Apa itu land reform, bagaimana penerapannya di Indonesia?


Rapat Konsultasi GTRA Digelar, Bahas Otsus dan Masyarakat Adat

15 Maret 2023

Rapat Konsultasi GTRA Digelar, Bahas Otsus dan Masyarakat Adat

UU Otsus merupakan wujud keseriusan negara untuk Masyarakat Adat di Papua


KPA: Rezim Jokowi Gagal Melakukan Agenda Reforma Agraria

26 Januari 2023

Presiden Jokowi usai membuka Rakernas BKKBN di Jakarta Timur, Rabu, 25 Januari 2023. TEMPO/M Julnis Firmansyah
KPA: Rezim Jokowi Gagal Melakukan Agenda Reforma Agraria

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika sebut rezim pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi gagal melakukan agenda reforma agraria.


Jokowi Didesak Turun Tangan Selesaikan Konflik Lahan Pertanian di Deli Serdang

14 Oktober 2022

Kelompok buruh, petani, dan mahasiswa saat melakukan aksi menolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja di depan gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 16 Juli. Massa aksi meminta DPR segera menjalankan TAP MPR IX/2001 untuk menyelesaikan tumpang tindih regulasi di sektor agraria dan sumber daya alam (SDA). Meminta pemerintah segera menuntaskan konflik agraria, memastikan aparat keamanan dan perusahaan (swasta dan BUMN) segera menghentikan tindakan-tindakan intimidatif, represif dan usaha-usaha kriminalisasi di wilayah-wilayah konflik agraria, teror, kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani dan masyarakat adat di tengah pandemi saat ini. Pemerintah juga diminta bersungguh-sungguh memastikan sentra-sentra produksi pertanian, pangan, perkebunan dan peternakan dilindungi negara, terutama saat krisis akibat pandemi Covid-19 melanda. TEMPO/Subekti.
Jokowi Didesak Turun Tangan Selesaikan Konflik Lahan Pertanian di Deli Serdang

KPA meminta Jokowi segera mengadakan rapat terbatas dan memanggil para menteri serta pimpinan lembaga yang berwenang.


Demo Tolak Kenaikan BBM di Jakarta Aman, Ada Pasukan Basmallah, Polda Metro: Alhamdulillah

28 September 2022

Massa aksi aliansi dari kelompok Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi unjuk rasa di halaman depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 27 September 2022. Selain menolak kenaikan harga BBM, demo BEM SI itu sekaligus dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional. TEMPO/MAGANG/Abdullah Syamil Iskandar
Demo Tolak Kenaikan BBM di Jakarta Aman, Ada Pasukan Basmallah, Polda Metro: Alhamdulillah

Polda Metro Jaya menyebut demo tolak kenaikan BBM dari berbagai elemen masyarakat di Jakarta berlangsung aman.


Aspirasinya Tak Ditanggapi, Serikat Petani Ancam Lakukan Reforma Agraria Versi Rakyat

24 September 2022

Partai Buruh dan Serikat Petani Indonesia menggelar aksi demonstrasi di area Patung Kuda, Jalan Medan Medeka Barat, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 24 September 2022. TEMPO/Khory Alfarizi
Aspirasinya Tak Ditanggapi, Serikat Petani Ancam Lakukan Reforma Agraria Versi Rakyat

Partai Buruh dan Serikat Petani Indonesia (SPI) menggelar demo Hari Tani Nasional di Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.


Derita Petani Indonesia Karena UU Cipta Kerja, Kini Harga BBM Naik Bikin Pupuk Semakin Mahal

24 September 2022

Partai Buruh dan Serikat Petani Indonesia menggelar aksi demonstrasi di area Patung Kuda, Jalan Medan Medeka Barat, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 24 September 2022. TEMPO/Khory Alfarizi
Derita Petani Indonesia Karena UU Cipta Kerja, Kini Harga BBM Naik Bikin Pupuk Semakin Mahal

Derita petani Indonesia karena pupuk semakin mahal karena harga BBM naik. Disaat yang sama tidak ada jaminan harga produk pertanian.


Lahan Redistribusi dari Jokowi untuk Petani di Pancawati Banyak yang Alih Fungsi

30 Juni 2022

Kondisi lahan milik atau SHM atas nama warga yang dipersoalkan kepada DPRD, banyak berubah fungsi. Harusnya menjadi lahan perkebunan atau pertanian, berubah menjadi banyak bangunan villa dan resort serta cafe di Desa Pancawati, Caringin, Kabupaten Bogor. Dok. Istimewa
Lahan Redistribusi dari Jokowi untuk Petani di Pancawati Banyak yang Alih Fungsi

Enam tahun sejak lahan redistribusi dibagikan Presiden Jokowi pada 2016 lalu, para petani mengaku belum menguasai SHM bahkan melihatnya.


Jokowi Dikabarkan Reshuffle Menteri ATR, PR Pemberantasan Mafia Tanah Menanti

15 Juni 2022

Presiden Jokowi (kelima kanan) memimpin rapat kabinet terbatas mengenai percepatan penanganan dampak pandemi COVID-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020. Video rekaman pidato Jokowi ini baru diunggah ke YouTube resmi Sekretariat Presiden kemarin, Ahad, 29 Juni 2020, atau sepuluh hari setelah pidato itu disampaikan langsung. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay/Pool
Jokowi Dikabarkan Reshuffle Menteri ATR, PR Pemberantasan Mafia Tanah Menanti

Mantan panglima TNI, Hadi Tjahjanto, dikabarkan bakal dilantik sebagai Menteri ATR/BPN dalam reshuffle hari ini.