Tindakan Bupati Ngada Marianus Sae memblokade Bandar Udara Turelelo Soa-Bajawa arogan sekaligus kekanak-kanakan. Ia arogan karena menggunakan kekuasaannya dengan memerintahkan aparat Satuan Polisi Pamong Praja menutup lapangan terbang umum. Marianus juga tak ubahnya anak kecil yang ngambek ketika keinginannya tidak dituruti orang tua.
Tindakan Polisi Pamong Praja Ngada itu telah menyengsarakan 56 penumpang pesawat Merpati dan puluhan penumpang maskapai penerbangan lain yang tidak bisa terbang atau mendarat di Turelelo. Sungguh disayangkan bahwa semua ini terjadi hanya karena Merpati tidak bisa menyediakan tiket untuk Marianus.
Marianus jelas bukan orang sembarangan. Ia merupakan orang nomor satu di kabupaten berpenduduk 151 ribu jiwa itu. Semestinya Marianus memposisikan diri sebagai suri teladan bagi masyarakatnya, dan bukan malah memberi contoh yang ngawur dan melanggar hukum. Ia memposisikan diri sebagai penguasa tunggal yang menempatkan bandara seolah-olah merupakan fasilitas pribadi.
Tindakan Bupati Marianus itu menunjukkan bahwa dia tidak memahami aturan bandara dan penerbangan sipil dalam kaitan dengan pelayanan publik. Bandara jelas merupakan fasilitas umum yang bisa digunakan siapa saja. Maka, seorang bupati, bahkan pejabat yang lebih tinggi daripada dirinya, tidak bisa seenaknya sendiri memblokade bandara.
Paling tidak, Marianus semestinya tahu bahwa ada hukum di atas dirinya yang juga menjadi alas bagi kekuasaannya. Tapi ia malah menginjak-injak hukum atas nama kejengkelan belaka. Kementerian Perhubungan sebagai pengelola Bandara Turelelo harus mengadukan kasus ini ke polisi. Bahkan polisi harus secara aktif mengusut tuntas kasus Marianus.
Aksi koboi Marianus telah melanggar Pasal 421 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Penerbangan, yakni masuk ke wilayah tertentu di bandara tanpa izin dari otoritas bandara, termasuk membuat halangan (obstacle) dan kegiatan lain yang membahayakan keselamatan serta keamanan penerbangan. Marianus diancam dengan hukuman maksimal 3 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Tidak hanya membuat para penumpang tak nyaman, Marianus juga jelas telah membahayakan keselamatan penerbangan. Apa yang terjadi jika seandainya bahan bakar pesawat yang tidak bisa mendarat habis? Akal sehat Marianus semestinya digunakan untuk bahan pertimbangan sebelum memerintahkan anak buahnya memblokade Bandara Turelelo.
Marianus harus mendapat hukuman maksimal agar bisa memberi efek jera kepada pejabat lain. Kejadian di Turelelo ini bukan yang pertama. Sebelum ini, sejumlah pejabat Kabupaten Jayawijaya, Papua, memukuli kepala dan staf bandara Wamena gara-gara pesawat yang hendak mereka tumpangi tak bisa terbang karena sudah menjelang malam.
Apa yang terjadi di Ngada dan Wamena seharusnya bisa menjadi cermin bagi pemimpin daerah yang lain untuk tidak melakukan hal yang sama. Tindakan Marianus tak ubahnya seperti preman. Penyebab yang sepele tak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkannya.