Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ramuan Tradisional

image-profil

image-gnews
Iklan

Heri Priyatmoko,
Anggota Tim Pusaka Kota Surakarta

"Wong Jawa kuwi sugih tamba." Demikianlah ungkapan leluhur kita yang nyaris tenggelam berbarengan dengan tersingkirnya ramuan klasik Nusantara akibat ekspansi obat-obatan asing. Idiom tersebut pernah membuat antropolog termasyhur Clifford Geertz terkejut sewaktu mengadakan riset di Jawa Timur. Dalam karyanya yang menjadi klasik, Abangan, Santri, Priyayi (1983), Geertz mengungkapkan bahwa dokter-dokter hanya punya dua obat (pil dan suntikan), sementara orang Jawa punya ribuan.

Belum lama ini, di Kota Surakarta, digelar acara Solo Festival Jamu. Acara minum ramuan klasik secara massal dan pameran stan jamu dari berbagai kelurahan itu berupaya membangkitkan kepedulian publik terhadap ramuan tradisional sebagai produk kebudayaan Nuswantara. Setiap kelurahan bebas menampilkan ramuan tradisional kreasi sendiri. Usaha memasyarakatkan ramuan pribumi mendesak dilakukan karena obat-obat dari negeri seberang kini membanjiri Indonesia bak tanggul jebol.

Nenek moyang kita, baik yang berada di lingkungan keraton maupun pedesaan, meninggalkan warisan agung berupa aneka jenis ramuan tradisional disertai bahan yang berlimpah. Sayang bila ramuan yang sejatinya produk intelektual bangsa ini sekarang kerap menjadi bahan cemooh. Pemikiran Barat yang mengedepankan nalar mempengaruhi manusia Indonesia modern untuk tiada lagi mempercayai local genius yang dibungkus gugon tuhon atau mitos, sebuah cara leluhur kita menyembunyikan fakta.

Gugon tuhon dalam dunia pengobatan tradisional sejak periode kerajaan telah menjadi bahan perdebatan, dan diberitakan oleh jurnalis di masa itu. Koran Darmo Kondo edisi 25 Maret 1907 menginformasikan pentingnya orang Jawa percaya gugon tuhon, dan kepercayaan ini diprediksi tak akan hilang ditelan zaman. Dikisahkan, di Surakarta terdapat pohon Gom. Pakubuwono VIII pernah duduk di sekitar pohon itu, dan bersabda bahwa pohon ini sudah ditakdirkan Gusti Allah bisa menyembuhkan orang yang terkena penyakit sariawan. Caranya, tangkainya dipotong dengan sebilah keris atau sabit seraya mengucapkan mantra: "tidak motong doerinja pohoen Gom, tetapi motong penyakit gom".

Ternyata, tangkai itu terbukti mujarab. Akhirnya, banyak warga memakai tangkai pohon Gom untuk ramuan mengobati sariawan. Bahkan mereka juga takut menempati di bekas tempat duduk raja lantaran dianggap wingit. Tafsir kritisnya adalah kewingitan tersebut diciptakan supaya penduduk tidak merusak pohon dan batu. Pesan tersirat raja juga dapat kita tangkap bahwa Tuhan memang menciptakan obat untuk manusia dari berbagai bahan alam yang ada di sekitarnya.

Kala itu, sebenarnya sudah beredar obat atau pil di toko. Akan tetapi, harganya belum tentu terjangkau oleh wong cilik. Seperti yang diberitakan Darmo Kondo edisi 27 Mei 1923, telah muncul iklan Pil Slamet yang dikabarkan bisa mengobati aneka penyakit.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Harus diingat bahwa mayoritas masyarakat Jawa periode kerajaan ialah kaum petani miskin dan buruh. Juga dengan corak pemikirannya yang pramodern dan hunian dekat alam pedesaan-pegunungan, maka mereka memilih memakai ramuan tradisional guna mencegah atau mengusir penyakit yang mendera. Suatu kenyataan historis bahwa di wilayah pedesaan terdapat mantri umum yang bertugas memberi penyuluhan, dan mantri spesialis jenis penyakit. Tapi, mantri ini muncul kala tertentu, saat di mana wabah penyakit merebak yang dinilai merawankan keselamatan orang-orang Eropa di kota. Kaum wong cilik jarang ikut merasakan keahlian mantri, mereka cukup mengandalkan ramuan klasik.

Berbekal ilmu titen dan teknik takaran manual (sejimpit, sejumput, sekilan, sekepel, dan segelas), leluhur kita menjaga kesehatan dengan ramuan kuno seperti jamu. Kemudian, munculnya usaha penerbitan buku cukup membantu membumikan sekaligus melestarikan kekayaan budaya itu. Pengetahuan tentang ramuan berkhasiat yang bersifat lisan ditulis dan dicetak menjadi buku, lalu disebarluaskan. Misalnya, Serat Primbon Jampi Jawi yang tersimpan di perpustakaan Reksopustoko, Mangkunegaran. Dalam naskah tersebut, ada dua jenis pengobatan, yaitu pengobatan tradisional dengan ramuan obat serta pengobatan tradisional spiritual/kebatinan karena atas dasar kepercayaan dan atas dasar agama (membaca Surat Al-Ikhlas dan mantera Sunan Kalijaga).

Dalam pemahaman orang Jawa, kuasa ilahi meresapi seluruh alam raya, termasuk manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda. Mungkin wajar bila pembaca bingung menelaah mentah-mentah isi naskah klasik, apalagi menggunakan kacamata modern. Sistem penyembuhan tradisional yang tersurat dalam serat semestinya ditempatkan pada suatu posisi dalam konstelasi budaya dan masyarakat di mana sistem itu berjalan. Guna menilai sistem ini kudu dikaitkan dengan cara manusia Jawa memandang alam sekitarnya dan dirinya.

Ramuan kuno jangan cepat-cepat dituding musyrik dan klenik. Kita semestinya paham bahwa banyak negara di dunia yang punya sistem medis kuno dan tidak tertulis, termasuk di Indonesia. Masyarakat pendukungnya berhasrat meningkatkan sistem medis asli itu pada status "terpisah tapi sederajat" dengan kedokteran Barat, dilandasi argumen mengenai segi kekunoan pengetahuan medis negara yang bersangkutan atau kemasyhuran efektivitas pengobatan tradisional itu.

Dari paparan historis ini, diketahui bahwa, dari waktu ke waktu, ramuan kuno telah memainkan peran penting dalam dunia kesehatan Indonesia. Juga melambangkan masa silam negeri ini dan tingkat peradaban Nusantara yang tinggi di masa lalu. Ramuan berbahan tumbuhan yang berasal dari alam raya merupakan ilmu pengobatan asli rakyat Indonesia, yang sudah dikenal berabad-abad lamanya. Apakah kita tega membiarkan kearifan lokal ini hilang, dan lebih memilih berkiblat pada obat-obatan Cina dan Barat? Jika demikian adanya, berarti kita adalah bangsa yang tak mandiri dan gagal mengelola pusaka leluhur yang berharga itu. Obat saja harus impor.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Merayakan Keindahan Budaya di Festival Indonesia Bertutur 2024

9 jam lalu

Kolaborasi seniman dari berbagai daerah menampilkan pertunjukan seni Beksan Akapela Pradaksina saat pembukaan Indonesia Bertutur 2022 di Taman Lumbini Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu, 7 September 2022. Acara yang menjadi bagian dari kegiatan G20 tersebut mengusung tema
Merayakan Keindahan Budaya di Festival Indonesia Bertutur 2024

Masyarakat diajak menjelajahi dan merasakan keindahan pengalaman seni dan budaya di acara Mega Festival Seni Budaya Indonesia Bertutur (Intur) 2024.


Perlunya Revitalisasi Seni Tradisional Menurut Pelaku Seni, Ini Harapannya

9 hari lalu

Maestro tari Indonesia Didik Nini Thowok menari di Keraton Ratu Boko, Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis, 28 Desember 2023. Taman Wisata Candi (TWC) Prambanan dan Ratu Boko berkolaborasi dengan maestro tari Indonesia Didik Nini Thowok menggelar menari bersama untuk mendukung keberadaan atraksi seni pertunjukan tradisional serta menarik minat kunjungan wisata heritage. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
Perlunya Revitalisasi Seni Tradisional Menurut Pelaku Seni, Ini Harapannya

Seni tradisional Indonesia sebagai benteng kebudayaan Nusantara semakin tergerus di tengah arus perubahan zaman. Apa harapan seniman?


Jokowi Temui Presiden MBZ di Abu Dhabi, Bahas Kerja Sama Perdagangan hingga Sosial Budaya

9 hari lalu

Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden UEA Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan saat pertemuan bilateral yang digelar di sela-sela COP28 di Dubai, Jumat (1 Desember 2023). ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden RI
Jokowi Temui Presiden MBZ di Abu Dhabi, Bahas Kerja Sama Perdagangan hingga Sosial Budaya

Presiden Jokowi mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden Uni Emirat Arab (UAE) Mohamed bin Zayed Al Nahyan alias MBZ di Qasr Al Watan, Abu Dhabi.


Cerita Anak Muda Papua Jadi Laskar Rempah dan Berlayar Keliling Indonesia

11 hari lalu

Laskar Rempah Muhammad Luthfi Dzulfikar asal Sorong, Papua Barat saat memberikan pidato dalam kegiatan Muhibah Budaya Jalur Rempah (MBJR) 2024, Senin, 15 Juli 2024. Tempo/CiciliaOcha
Cerita Anak Muda Papua Jadi Laskar Rempah dan Berlayar Keliling Indonesia

Pada 2023, pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah menyusuri titik Jalur Rempah di Surabaya dan Kepulauan Selayar. Lutfi menjadi peserta Laskar Rempah.


Retno Marsudi Membuka Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya

15 hari lalu

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat wawancara dengan Tempo di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat, 21 Oktober 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Retno Marsudi Membuka Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya

Retno Marsudi menilai dialog konstruktif itu penting untuk mengatasi berbagai konflik di seluruh dunia.


Isi Liburan dengan Menyaksikan Festival Pasca Penciptaan 2024 di ISI Solo, Catat Jadwalnya!

15 hari lalu

Panitia menggelar konferensi pers penyelenggaraan Festival Pasca Penciptaan 2024 yang akan diselenggarakan ISI Solo di kampus itu dan Pura Mangkunegaran Solo, Rabu, 10 Juli 2024. Festival itu akan digelar Jumat-Ahad, 12-14 Juli 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Isi Liburan dengan Menyaksikan Festival Pasca Penciptaan 2024 di ISI Solo, Catat Jadwalnya!

Festival Pasca Penciptaan 2024 ISI Solo dikemas dalam konsep pergelaran, pameran seni, seni media, dan orasi secara performatif.


Tim Muhibah Angklung Awali Tur Mediterania-Timur Tengah dari Festival di Portugal

16 hari lalu

Tim Muhibah Angklung asal Bandung memulai lawatan keliling Mediterania-Timur Tengah di Portugal, 6-13 Juli 2024. (Dok.Tim).
Tim Muhibah Angklung Awali Tur Mediterania-Timur Tengah dari Festival di Portugal

Tim Muhibah Angklung asal Bandung, Jawa Barat, memulai misi kebudayaan ke negara Arab dan Eropa dari Portugal. Tapi, mereka masih terkendala dana.


KBRI Seoul Menyelenggarakan Festival Indonesia 2024

30 hari lalu

Acara Festival Indonesia 2024 yang diselenggarakan KBRI Seoul pada 23 Juni 2024. Sumber: dokumen KBRI Seoul
KBRI Seoul Menyelenggarakan Festival Indonesia 2024

Melalui Festival Indonesia KBRI Seoul berharap masyarakat Korea Selatan akan semakin mengenal Indonesia, dan terjalin persahabatan.


5 Negara dengan Budaya Unik di Dunia, Ada Perayaan Bunga Mekar

49 hari lalu

Pengunjung berfoto di bawah bunga sakura pada puncak mekarnya di Tidal Basin, di Washington, DC, AS, 18 Maret 2024. Puncak mekarnya, yang didefinisikan ketika tujuh puluh persen bunga sakura mekar, terjadi pada minggu ini. Puncak mekarnya bunga tahun ini, yang dimulai pada tanggal 17 Maret, merupakan yang kedua paling awal dalam sejarah dan dipandang sebagai cerminan dari pemanasan suhu. EPA-EFE/MICHAEL REYNOLDS
5 Negara dengan Budaya Unik di Dunia, Ada Perayaan Bunga Mekar

Ada beberapa negara dengan budaya unik yang dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Ini daftarnya untuk Anda.


KCBN Muarajambi Diharapkan Bisa Jadi Daya Tarik Budaya di Jambi

51 hari lalu

Kiri ke kanan: Anggota DPR RI asal Jambi dari Partai Amanat Nasional, Bakrie; Gubernur Jambi, Al Haris; Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Hilmar Farid; Arsitek, Yori Antar pada acara Prosesi Tegak Tiang Tuo 5 Juni 2024 di KCBN Muarajambi/Tempo-Mitra Tarigan
KCBN Muarajambi Diharapkan Bisa Jadi Daya Tarik Budaya di Jambi

Gubernur Jambi mengajak masyarakat sekitar untuk mengerti sejarah candi-candi di KCBN Muarajambi.