Menaati proses hukum adalah kewajiban setiap warga negara. Betapapun proses hukum itu dianggap tidak wajar, menjalankan prosedur yang harus dilakukan tetap lebih baik daripada mengingkarinya. Maka, langkah Anas Urbaningrum, bekas Ketua Umum Partai Demokrat, mempersulit pemeriksaannya di KPK patut disayangkan.
Anas memang akhirnya bersedia datang ke KPK. Namun upayanya mengulur waktu dengan berbagai alasan tetaplah bukan contoh bagus. Misalnya saja, Anas mengaku tak datang pada panggilan pertama, 31 Juli 2013, dengan alasan sakit. Dalih ini sama dengan alasan yang sering dipakai tersangka korupsi lainnya.
Untuk pemanggilan berikutnya, yang berujung pada pemeriksaan, lain lagi alasan yang digunakan Anas. Dia berdalih tak segera datang ke KPK karena mempertanyakan bunyi surat panggilan. Tak hanya itu. Pendukung Anas kemudian melempar isu bahwa Bambang Widjojanto, komisioner KPK, bersama Wakil Menteri Hukum Denny Indrayana, datang ke Cikeas sehari sebelum surat panggilan kepada Anas dikirim.
Manuver-manuver seperti ini tak ada gunanya karena yang rugi Anas sendiri. Sengaja mengulur waktu dan memainkan "victim game"-mengesankan diri sedang dizalimi agar mendapat simpati publik-hanya menghambat proses hukum. Simpati masyarakat pun belum tentu didapat.
Sekarang, setelah mulai menjalani pemeriksaan di KPK, Anas memiliki kesempatan bagus untuk membuka semua misteri menyangkut kasus korupsi Hambalang. Ada banyak mata rantai yang belum terurai. Misalnya, misteri tentang benarkah Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, Sekjen Partai Demokrat, menerima aliran uang seperti disebutkan oleh Yulianis, bekas Wakil Direktur Keuangan Grup Permai.
Informasi itu menjadi penting karena, jika kesaksian Yulianis benar, kasus Hambalang akan masuk ke dimensi baru dengan magnitude lebih besar. Jika benar Ibas, anak Presiden Yudhoyono, terlibat, dimensi politik kasus ini akan jauh lebih kental. Ibas telah membantah keterlibatannya, namun bantahan inilah yang harus diuji dengan kesaksian dan bukti sebaliknya oleh Anas. Tentu saja itu bisa dilakukan jika Anas memang memiliki bukti kuat.
Dalam pusaran kasus Hambalang, posisi Anas sangat penting. Kasus korupsi pembangunan sarana olahraga di Hambalang ini tidak hanya berkaitan dengan manipulasi anggaran di DPR dan Kementerian Olahraga, tapi juga diduga berkaitan dengan pelaksanaan Kongres Partai Demokrat saat Anas maju sebagai calon ketua umum. Setelah terpilih menjadi ketua umum partai, Anas tentu tahu banyak bagaimana hubungan antara korupsi Hambalang itu dan kolega-kolega separtainya, baik yang ada di DPR maupun pemerintahan.
Kita berharap pemeriksaan Anas akan bisa mengurai kasus ini. Tentu Anas bukan satu-satunya sosok kunci. Banyak sosok lain yang harus diperiksa. Di sinilah sesungguhnya peran Anas. Dengan informasi yang dimilikinya, Anas bisa membuka jalan bagi KPK untuk segera menuntaskan kasus ini.