Pemakaian Bandar Udara Halim Perdanakusuma untuk penerbangan komersial merupakan terobosan. Kepadatan penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta akan sedikit berkurang. Tapi solusi ini tidak akan bertahan lama. Pemerintah harus segera membangun bandara baru untuk mengantisipasi pertumbuhan jumlah penumpang pesawat.
Maskapai penerbangan Citilink telah menerbangkan pesawat lewat Bandara Halim beberapa waktu lalu. Anak perusahaan PT Garuda Indonesia ini membuka delapan penerbangan. Bulan depan, beberapa maskapai lain menyusul. Direncanakan, Bandara Halim mampu menampung 72 pergerakan pesawat dalam sehari atau sekitar 10 persen dari kapasitas Bandara Soekarno-Hatta.
Hanya, problem kepadatan bandara kita belum tuntas diatasi. Pemerintah akan tetap kelabakan menghadapi pertumbuhan jumlah penumpang pesawat yang mencapai lebih dari 10 persen dalam setahun. Pada 2012, misalnya, jumlah penumpang pesawat di Bandara Soekarno-Hatta sekitar 57 juta. Angka ini melonjak menjadi 63 juta pada tahun lalu, dan diperkirakan mencapai lebih dari 70 juta pada tahun ini. Padahal kapasitas normal bandara yang dibangun pada 1985 itu hanya 22 juta penumpang.
Pemerintah berencana meningkatkan kapasitas Soekarno-Hatta sehingga sanggup menampung hingga 70 juta penumpang per tahun. Tapi rencana yang meniru Bandara Heathrow di London ini tak mudah dilaksanakan. Tata letak terminal Soekarno-Hatta menyulitkan pengembangannya. Ini berbeda dengan Bandara Heathrow yang dibangun dengan perencanaan matang dengan mengantisipasi pertumbuhan jumlah penumpang.
Masalah pelik itu tidak akan muncul bila pemerintah menyiapkan bandara baru sejak jauh hari. Problemanya bukan pada perencanaan, melainkan pada pelaksanaan. Hingga sekarang pemerintah belum memulai pembangunan bandara di Karawang, Jawa Barat, yang diproyeksikan menampung 100 juta penumpang setiap tahun. Rencana ini baru masuk Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional.
Lewat peraturan itu, Menteri Perhubungan telah menetapkan bandara internasional dan domestik di setiap provinsi. Di Jawa Barat, misalnya, Husein Sastranagara dan Karawang dijadikan bandara internasional. Adapun Cakrabhuwana (Cirebon) dan Nusawiru (Ciamis) digunakan untuk penerbangan domestik. Hanya, sebagian besar rencana itu baru di atas kertas.
Kegagalan pemerintah menyiapkan infrastruktur penerbangan itu bagaikan bom waktu. Bukan hanya Bandara Soekarno-Hatta yang akan mengalami kemacetan lalu lintas penerbangan, tapi juga bandara yang lain. Sebab, 10 dari 12 bandara di bawah PT Angkasa Pura II kini sudah melebihi kapasitas. Beban semua bandara ini akan semakin berat karena jumlah penumpang pesawat semakin meningkat setiap tahun. Bahkan total jumlah penumpang pesawat di seluruh Indonesia tahun ini diprediksi mencapai 100 juta.
Pemerintah pusat dan daerah semestinya segera menyelesaikan masalah serius itu. *