Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perang

Oleh

image-gnews
Iklan
PERANG: apa yang terjadi ketika kata ini tiba-tiba muncul kembali dengan makna yang membingungkan, disertai dengan rasa gairah, bukan dengan rasa ngeri akan kekejaman, seperti gegap-gempita yang akan Anda rasakan jika Anda berada di sebuah kafe di sebuah kota di Amerika Serikat, atau di sebuah jalan di Islamabad, dan jangan-jangan juga di sebuah masjid di Kabul? CNN memasang baner "America's New War" sepanjang siarannya. Bendera terpampang. Tak ada lagi beda yang jelas antara berita dan pembangkit semangat. Di belahan dunia lain, para pemuda Taliban akan menyebut-nyebut "perang sabil", mengacungkan bedil ke langit meneriakkan seruan anti-Amerika. Kini kita tidak tahu lagi adakah perang sebuah konsep tentang cara menguasai lawansatu kelanjutan dari politik, kata Karl von Clausewitz yang tersohoratau sebuah metafora. Atau sebuah pekik. Hari-hari ini pikiran jernih seakan-akan berhenti. Perang: apa yang terjadi dengan kata ini sekarang? Kita ingat akan pertempuran antara Jerman dan Prancis, atau Amerika dan Jepang, di abad-abad yang lalu, ketika perang berarti sebuah ikhtiar dengan kekerasan untuk menang atas lawan, dengan satu sasaran yang definitif: ada satu atau dua negara lain, dengan batas, dengan pusat, dengan pemerintahan tertentu. Tanda kemenangan diperoleh ketika pemerintah negara lain itu takluk dan perlawanan berhenti. Tapi bisakah kita berbicara yang sama tentang "perang melawan kemiskinan", atau "perang melawan kemaksiatan", atau "perang melawan narkoba", atauseperti dinyatakan kini dari Amerika Serikat"perang melawan terorisme"? Di situ, "perang" barangkali sebuah metafora: memang ada satu pihak yang ingin mengalahkan "pihak lain", tapi apa yang disebut "pihak lain" itu tak ditunjuk secara spesifik. Yang tergambar adalah upaya yang bersungguh-sungguh, yang mempertaruhkan apa yang penting dalam hidup, untuk berhasil. Tapi kemiskinan, kemaksiatan, kecanduan narkotik, terorisme, tak punya pusat yang bisa menyatakan diri kalah. Tak ada aturan yang menentukan ukuran menang. Tak akan ada otoritas yang menandatangani pernyataan takluk. Ukuran sukses atau menang bisa saja dipatok, misalkan dengan angka statistik, tapi batas dalam statistik itu ditentukan secara sepihak. Kini menarik bahwa kita dengar kata "perang" dimaklumkan dalam ketidakjelasan itu. Pesawat tempur sudah diberangkatkan, juga pengebom dan kapal induk, dan pemerintah Amerika Serikatdisertai dengan puji-pujian rakyatnya yang marah, medianya yang mempermainkan emosi, para cendekiawannya yang jadi patriot yang berkibar-kibar, dan para politisi serta selebritinya yang menyanyikan God Bless America tak henti-hentimungkin malah sudah menerjunkan pasukan khusus di daratan Afghanistan pada detik ini. Lawan memang sudah ditentukan. Namun adakah Osama bin Ladin dan organisasinya (yang konon bernama al-Qaeda) yang akan dikalahkan, sebagai pusat musuh yang harus dibikin lumpuh? Jika benar, apa ukuran kalah dan menang? Mungkin Osama bin Ladin dapat ditangkap ("hidup atau mati," seru Presiden George W. Bush, menirukan plakat polisi yang mencari penjahat yang kabur dalam film Western), mungkin pula al-Qaeda bisa dihabisi, tapi tampaknya "perang" tak akan berakhir di situ. Terorisme bisa dipersonifikasikan pada diri Osama bin Ladin, namun tak terbatas pada orang Saudi ini. Teror bisa datang dari mana saja. Batasan siapa teroris dan siapa perjuang sudah lama punah: sejak perang kemerdekaan di Timur Tengah (dilakukan oleh Menachem Begin ataupun Arafat), di Aljazair, di Irlandia, di Aceh, di Filipina. Bukan kebetulan agaknya: Operation Infinite Justice, betapapun janggalnya nama itu, memang membayangkan jangkauan yang "tak berhingga". Perang: apa yang akan terjadi jika ia dijalankan dengan jangkauan yang "tak berhingga"seperti perang melawan "kebatilan", "kekufuran", atau "kemaksiatan"? Sebuah kebingungan, mungkin pula sebuah rasa ngeri yang terus-menerus, seperti segala hal yang datang dari yang tak berbatas. Tapi sejak semula memang ini sebuah perang yang aneh. Teror, seperti ketika para pembajak menabrakkan dua pesawat Boeing 767 ke dua menara World Trade Center dan membunuh lebih dari 6.000 manusia dari 80 negeri yang sedang bekerja di sana, adalah sebuah pembunuhan dengan kedahsyatan. Ya, ia sebuah perbuatan kriminal. Polisi New York benar ketika menganggap ratusan ribu ton puing-puing di Financial District itu sebagai "tempat terjadinya kejahatan". Tapi Operation Infinite Justice bergerak, dan yang dikerahkan bukan polisi. Tak ada pula surat perintah penangkapan dari hakim ketika pasukan dikirim. Bahkan pemerintah Amerika Serikat menolak untuk menunjukkan bukti keterlibatan Osama ke dunia, sementara armada, senjata, dan tentaranya menjangkau pelbagai laut dan daratan. Teror memang telah menyebabkan batas antara kriminalitas dan agresi tak jelas lagi. Dan hukum? Saya tak tahu bagaimana hukum akan berlaku di sini, ataukahbagi sebuah usaha melawan terrorhukum perlu berlaku. Mungkin tidak. Namun saya tak tahu apa yang akan terjadi di sebuah dunia di mana hukum tak berlaku, dan yang menentukan corak hidup kita adalah kekuatan dan kekerasandari Osama bin Ladin ataupun dari sebuah negeri seperti Amerika Serikat. Apalagi ketika "pembalasan" diterjemahkan jadi "keadilan", dan "keadilan" diacu kepada yang "tak berhingga" atau kepada yang "Mahasuci". Di situ, perang akan digebu bukan sebagai kelanjutan dari politik, ya, bukan dari sesuatu yang mengakui keterbatasan hidup di bumi. Perang jadi kelanjutan dari sesuatu yang mutlak. Perang: mungkin teror. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pengadilan Prancis Vonis Hukuman Seumur Hidup untuk Pelaku Teror Paris 2015

30 Juni 2022

Salah Abdelsalam. Foto : Wikipedia
Pengadilan Prancis Vonis Hukuman Seumur Hidup untuk Pelaku Teror Paris 2015

Pengadilan Prancis menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Salah Abdeslam, satu-satunya pelaku teror Paris 2015 yang masih hidup


Pengakuan Pelaku Bom Bunuh Diri Paris 2015: Saya Tidak Melukai Siapa pun

10 Februari 2022

Sketsa seniman pengadilan Prancis Elisabeth de Pourquery yang menunjukkan Salah Abdeslam, salah satu tersangka kelompok yang diduga melakukan serangan Paris November 2015, dipajang di atas meja selama wawancara dengan Reuters di rumahnya di dekat Paris, Prancis, 27 September. 2021. REUTERS/Gonzalo Fuentes
Pengakuan Pelaku Bom Bunuh Diri Paris 2015: Saya Tidak Melukai Siapa pun

Salah Abdeslam mengatakan bahwa ia tidak meledakkan rompi bom bunuh dirinya dalam serangan teroris di Paris, November 2015 yang menewaskan 130 orang


Prancis Mulai Adili 20 Terdakwa Serangan Teror di Bataclan

8 September 2021

Polisi Prancis dengan perisai pelindung berjalan di antrean dekat gedung konser Bataclan menyusul penembakan fatal di Paris, Prancis, 14 November 2015. Orang-orang bersenjata dan pengebom menyerang restoran, bar, dan gedung konser yang ramai di lokasi sekitar Paris pada Jumat malam, menewaskan puluhan orang dalam apa yang digambarkan oleh Presiden Prancis sebagai serangan teroris yang belum pernah terjadi sebelumnya. [REUTERS/Christian Hartmann/File Foto]
Prancis Mulai Adili 20 Terdakwa Serangan Teror di Bataclan

Prancis pada Rabu mengadili 20 orang terdakwa yang diduga terlibat dalam serangkaian aksi teror di Bataclan, Paris, pada 13 November 2015.


Teror Paris, Pria Ini Ledakkan Diri Saat Menabrak Mobil Polisi

20 Juni 2017

Sebuah mobil menabrak van polisi di Avenue des Champs-lysees di Paris. REUTERS
Teror Paris, Pria Ini Ledakkan Diri Saat Menabrak Mobil Polisi

Teror Paris kembali terjadi ketika pengemudi mobil sedan meledakkan diri saat berusaha menabrak iringan mobil polisi.


Teror di Paris, Begini Kata Pelaku Serangan Katedral Notre-Dame

7 Juni 2017

Polisi berjaga di depan Katedral Notre Dame, Paris, setelah terjadi serangan, Selasa, 6 Juni 2017 (Reuters)
Teror di Paris, Begini Kata Pelaku Serangan Katedral Notre-Dame

Pelaku penyerang perwira polisi di Katedral Notre-Dame, dalam teror di Paris, Selasa waktu setempat dalam aksinya sempat mengatakan: Ini untuk Suriah


Teror di Paris, Pelaku Serang Polisi di Katedral Notre Dame

7 Juni 2017

Polisi berjaga di depan Katedral Notre Dame, Paris, setelah terjadi serangan, Selasa, 6 Juni 2017 (Reuters)
Teror di Paris, Pelaku Serang Polisi di Katedral Notre Dame

Teror terjadi di Paris. Seorang pria menyerang polisi di depan Katedral Notre Dame, Paris.


Pengacara Teroris Paris Mundur, Ini Alasannya  

12 Oktober 2016

Peringatan yang dikeluarkan polisi Prancis lewat twitter tentang Salah Abdeslam, tersangka pelaku teror di Paris, pada November 2016. Salah Abdeslam ditangkap polisi antiteror Belgia, pada 18 maret 2016. REUTERS/POLICE NATIONALE
Pengacara Teroris Paris Mundur, Ini Alasannya  

Pengacara sempat memprotes kamera pengawas di sel Abdeslam.


Prancis Tangkap Dua Orang yang Diduga Terlibat dalam Pembunuhan Pastor

1 Agustus 2016

Pastor Abbe Jacques Hamel (kiri). Gereja Gambetta di Saint-Etienne-du-Rouvray. mirror.co.uk
Prancis Tangkap Dua Orang yang Diduga Terlibat dalam Pembunuhan Pastor

Polisi Prancis menangkap dua orang yang diduga terlibat dalam
pembunuhan terhadap seorang pastor di sebuah gereja di Normandia.


Pelaku Kedua Pembunuh Pastor di Prancis Bisa Diidentifikasi  

28 Juli 2016

Seorang polisi berjaga di depan Balai Kota setelah dua penyerang menyandera lima orang di Gereja Saint-Etienne-du -Rouvray, Normandy, Prancis, 26 Juli 2016. Ini merupakan serangan teroris kedua di Prancis selama bulan Juli. REUTERS/Pascal Rossignol
Pelaku Kedua Pembunuh Pastor di Prancis Bisa Diidentifikasi  

Jenazahnya lebih sulit diidentifikasi daripada Kermiche karena tubuhnya sudah rusak dalam penembakan.


JK: Terorisme Meluas dari Negara Gagal ke Negara Stabil  

16 Juli 2016

Wakil Presiden Jusuf Kalla. TEMPO/Imam Sukamto
JK: Terorisme Meluas dari Negara Gagal ke Negara Stabil  

Sesi Retreat KTT ASEM membahas isu-isu mengenai Brexit, migrasi, terorisme, serta isu-isu keamanan dan perdamaian di kawasan itu.