Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tirani Politik Senayan

image-profil

image-gnews
Iklan

Ali Rif'an,
Peneliti Poltracking

Meskipun tanpa drama meninggalkan sidang alias walk out, pemilihan paket pimpinan MPR 2014-2019 ternyata lebih alot dan melelahkan ketimbang pemilihan pimpinan DPR. Suasana sidang di Senayan pun terlihat gemuruh karena hujan interupsi tak kunjung reda. Tarik-menarik dukungan antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) makin trengginas sehingga menyebabkan Partai Persatuan Pembangunan banting setir merapat ke KIH.

Meski begitu, KIH tak lantas mampu merebut kursi pimpinan MPR. Melalui voting tertutup, KIH yang mengusung opsi A hanya mendapatkan 330 suara, sementara KMP dengan opsi B mengantongi 347 suara. Tak pelak, paket pimpinan MPR pun dimenangi oleh KMP.

Jika ditilik dari optik matematika politik, ujung dari pemilihan pimpinan MPR ini sebenarnya sudah dapat ditebak, bila model pemilihannya menggunakan voting. Pasalnya, KMP jauh lebih gemuk ketimbang KIH. Meski pada pemilihan pimpinan MPR, KIH mendapat kucuran suara dari DPD dan PPP, mereka tetap saja kalah. Alasannya sederhana, suara DPD gampang dipecah, sedangkan sumbangan suara dari Partai Kakbah belum memadai untuk mengalahkan jumlah kursi KPP.

Bayangkan saja, KMP memiliki 353 kursi (63 persen) di parlemen, sementara jumlah total kursi KIH adalah 207 kursi (37 persen). Dengan komposisi kursi seperti itu, dominasi kekuatan KMP sulit tertandingi. Boleh jadi, tirani politik di Senayan akan terus berlangsung dalam agenda-agenda politik mendatang jika tidak ada strategi politik untuk mengatasinya. Sebab, sejauh ini, KMP telah sukses meloloskan UU MD3, memenangi voting UU Pilkada, Tata Tertib DPR, Pimpinan DPR, dan Pimpinan MPR.

Bukan tidak mungkin beberapa agenda politik mendatang, seperti pemilihan pimpinan komisi dan alat kelengkapan DPR serta penetapan Perpu Pilkada menjadi undang-undang, bakal kembali disapu bersih oleh KMP. Bahkan, upaya mengganggu pemerintahan dengan mengganjal pelantikan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden, mempersulit perubahan APBN 2015 oleh pemerintah pimpinan Jokowi, dan mengubah pilpres lewat MPR melalui amendemen UUD 1945, juga dapat dilakukan oleh KMP.

Tentu dengan realitas seperti itu, KIH tidak boleh berdiam diri dan menunggu keajaiban dari langit. KIH harus melakukan langkah-langkah strategis untuk menangkis manuver politik KMP. Pertama, KIH harus mampu menarik teman baru di koalisi. Pindahnya PPP ke KIH belumlah cukup untuk menandingi gemuknya KMP. Karena itu, mereka butuh tambahan baru seperti Partai Demokrat atau Partai Golkar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dua partai tersebut paling berpeluang untuk bergabung ke KIH ketimbang partai-partai lainnya. Dalam konteks ini, bergabungnya Partai Demokrat ke KIH tentu amat bergantung pada sikap Susilo Bambang Yudhoyono sebagai veto player Partai Demokrat dan sikap Megawati Soekarnoputri sebagai simbol dari KIH. Buntunya komunikasi Yudhoyono dengan Mega selama 10 tahun terakhir menjadi kendala berat bagi bergabungnya Demokrat ke KIH. Karena itu, sebagai solusi, rekonsiliasi politik antara dua elite politik tersebut harus segera dilakukan.

Sementara itu, dalam kasus Partai Golkar, peluang untuk bermigrasi ke KIH sangat bergantung pada hasil musyawarah nasional Partai Golkar pada April 2015 mendatang. Jika munas tersebut menghasilkan pergantian roda kepemimpinan di Golkar, kuat kemungkinan bandul politik akan berubah. Sebab, kasus sama pernah terjadi pada pilpres 2009 lalu, di mana setelah Aburizal Bakrie terpilih sebagai Ketua Umum Golkar, bandul politik Partai Beringin segera berubah, dari yang awalnya di luar pemerintah kemudian bergabung ke barisan pemerintah.

Kedua, KIH harus mampu melihat fakta politik, bukan sekadar idealitas politik. Fakta politik sekarang adalah oposisi KMP bukan lagi menjadi penyeimbang, melainkan berusaha menjadi penghalang pemerintahan. Karena itu, idealitas politik ihwal koalisi ramping pada titik ini sangat tidak relevan. Sebab, pemerintah membutuhkan dukungan dari DPR untuk mensukseskan agenda-agendanya. Tanpa ketok palu parlemen, agenda pemerintahan akan tersendat. Untuk itu, menambah porsi dalam koalisi bukanlah "dosa politik" yang harus dihindari dalam sistem presidensial multipartai. Langkah tersebut sah-sah saja untuk memastikan dukungan di parlemen.

Ketiga, KIH harus mampu membangun komunikasi politik tepat sasaran. Sebab, gaya komunikasi saat kampanye berbeda dengan ketika berada di pemerintahan. Saat kampanye, komunikasi secara total memang diarahkan ke masyarakat luas, tapi setelah memerintah, komunikasi harus dilakukan dua arah: ke bawah (masyarakat) dan ke atas (elite). Tanpa komunikasi dua arah, sulit bagi KIH untuk menjalankan roda pemerintahan.

Kita tentu tidak ingin bangsa ini berjalan mundur karena dikuasai oleh tirani. Sebab, dengan dikuasainya berbagai posisi stretegis di DPR dan MPR oleh KMP, aroma bahwa Orde Baru jilid II akan kembali muncul sudah mulai tercium. Karena itu, jika KIH hanya diam tidak segera menghimpun kekuatan baru, bukan tidak mungkin bangsa kita akan kembali menuju lingkaran setan, dari sistem demokrasi menuju sistem otoriter.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menjelang Pemilu, Elite Politik Diminta Tak Saling Tuding

24 Juni 2018

Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono saat tiba di Bareskrim Polri, Jakarta, 6 Februari 2018. SBY didampingi  Sekjen Partai Demokrat, Hinca Panjaitan. TEMPO/Ilham Fikri
Menjelang Pemilu, Elite Politik Diminta Tak Saling Tuding

KIPP menyebutkan para elite politik seharusnya membeberkan hal-hal yang sifatnya faktual menjelang pemilu.


Puan Minta Para Mantan Presiden: Jauh di Mata Dekat di Hati

18 Agustus 2017

Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (kiri), Menko Puan Maharani dan  Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, menghadiri peringatan hari kemerdekaan ke-72 di Istana Merdeka Jakarta, 17 Agustus 2017. TEMPO/Subekti.
Puan Minta Para Mantan Presiden: Jauh di Mata Dekat di Hati

Puan Maharani meminta para mantan Presiden Indonesia dan inkumben untuk tetap menjaga hubungan baik.


Cerita Diplomasi Meja Makan Jokowi dan Mantan Presiden di Istana

18 Agustus 2017

Presiden Jokowi (ketiga kiri) bersama mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kiri) beserta istri Ani Yudhoyono, mantan Presiden BJ Habibie, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, Ketua MPR Zulkifli Hasan (kanan) beserta istri menghadiri upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan RI  di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Agustus 2017. Peringatan HUT ke-72 RI mengusung tema Indonesia Kerja Bersama. ANTARA/Puspa Perwitasari
Cerita Diplomasi Meja Makan Jokowi dan Mantan Presiden di Istana

Diplomasi meja makan kembali sukses membantu Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumpulkan para mantan Presiden RI di upacara HUT Kemerdekaan ke 72.


SBY Bertemu Mega di Istana, Pratikno: Tidak Ada Upaya Khusus

18 Agustus 2017

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjabat tangan dengan mantan Presiden Megawati usai pengibaran bendera merah putih dalam HUT RI ke-72 di Istana Negara, Jakarta, 17 Agustus 2017. Foto/Anung Anindito
SBY Bertemu Mega di Istana, Pratikno: Tidak Ada Upaya Khusus

Pratikno menuturkan bahwa mengundang para mantan Presiden RI pada upacara Detik-detik Proklamasi merupakan bagian dari SOP.


SBY Bertemu Mega, Ketua MPR Zulkifli Hasan: Alhamdulillah  

18 Agustus 2017

Presiden Jokowi (ketiga kiri) bersama mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kiri) beserta istri Ani Yudhoyono, mantan Presiden BJ Habibie, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, Ketua MPR Zulkifli Hasan (kanan) beserta istri menghadiri upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan RI  di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Agustus 2017. Peringatan HUT ke-72 RI mengusung tema Indonesia Kerja Bersama. ANTARA/Puspa Perwitasari
SBY Bertemu Mega, Ketua MPR Zulkifli Hasan: Alhamdulillah  

Ihwal pertemuan SBY dan Megawati di Istana dalam HUT ke-72 RI, Ketua MPR ZUlkifli Hasan mengatakan, "Alhamdulillah."


Jusuf Kalla: Kehadiran SBY di HUT RI di Istana Tenangkan Politik

18 Agustus 2017

Presiden Joko Widoo (ketiga kiri) dan Wapres Jusuf Kalla (keempat kanan) berfoto bersama (dari kiri) mantan Presiden BJ Habibie, Iriana Joko Widodo, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, Mufidah Jusuf Kalla, mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Ani Yudhoyono usai upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan RI dengan mengenakan busana adat di Istana Negara, Jakarta, 17 Agustus 2017. ANTARA/Agus Suparto
Jusuf Kalla: Kehadiran SBY di HUT RI di Istana Tenangkan Politik

Wakil Presiden Jusuf Kalla merespons positif kehadiran Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) pada HUT RI ke-72 di Istana Merdeka pada Kamis kemarin.


Partai Nasdem: Pidato Viktor Laiskodat Telah Diedit  

7 Agustus 2017

Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR Jhony Plate (kiri) dan ketua DPP Partai Nasdem Zulfan Lindan, memberikan keterangan kepada awak media, di Gedung DPP Partai Nasdem, Jakarta, 7 Agustus 2017. DPP Partai NasDem menegaskan bahwa rekaman pidato ketua fraksi Partai Nasdem DPR Viktor B Laiskodat di Kabupaten Kupang, NTT pada 1 Agustus 2017 telah diedit rekamannya yang menyebut Partai Gerindra sebagai salah satu partai yang mendukung kelompok gerakan khilafah. TEMPO/Imam Sukamto
Partai Nasdem: Pidato Viktor Laiskodat Telah Diedit  

Partai NasDem menegaskan bahwa rekaman pidato Viktor Laiskodat, yan menimbulkan kontroversi, telah diedit.


NasDem Klarifikasi Pidato Viktor Laiskodat, Fadli Zon Merespons  

7 Agustus 2017

Wakil Ketua DPR Fadli Zon memakai jam tangan Hublot Spirit of Big Bang King Gold Ceramic saat memberikan keterangan kepada wartawan mengenai pertemuan dengan Donald Trump di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 14 September 2015. ANTARA FOTO
NasDem Klarifikasi Pidato Viktor Laiskodat, Fadli Zon Merespons  

Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mempertanyakan sikap NasDem yang membela kadernya, Viktor Laiskodat yang dianggap menyebarkan ujaran kebencian.


Ke MKD, PKS dan Demokrat Tuntut Viktor Laiskodat Mundur dari DPR  

7 Agustus 2017

Ketua Fraksi Nasdem DPR RI, Victor Laiskodat usai menggelar deklarasi dukungan terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk maju sebagai Cagub dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 yang disampaikan di gedung DPP Partai Nasdem, Jakarta Pusat, 12 Februari 2016. TEMPO/Yohanes Paskalis
Ke MKD, PKS dan Demokrat Tuntut Viktor Laiskodat Mundur dari DPR  

PKS dan Generasi Muda Demokrat mendatangi MKD dan menuntut

Viktor Laiskodat dicopot dari DPR.


Wakapolri Syafruddin: Proses Pelaporan Terhadap Viktor Laiskodat

6 Agustus 2017

Wakil Kepala Polri (Wakapolri) yang baru Komisaris Jenderal Syafruddin bersiap mengikuti pelantikan di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, 10 September 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Wakapolri Syafruddin: Proses Pelaporan Terhadap Viktor Laiskodat

Wakapolri Jenderal Syafruddin mengatakan pihaknya bakal memproses pelaporan terhadap politikus Partai NasDem Viktor Laiskodat.