TEMPO.CO, Jakarta - Munawir Aziz, Alumnus Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM)
Dalam lanskap ekonomi dunia, Jalur Sutra menjadi ingatan sejarah tentang kekuasaan dan politik moneter. Jalur Sutra tidak sekadar menjadi jaringan penghubung ekonomi Cina dengan pelbagai kawasan di Asia dan Eropa, tapi juga mengukuhkan kebudayaan dan pengetahuan. Jalur yang menghubungkan dunia Timur dan Barat ini disebut Jalur Sutra (the Silk Road), setelah peneliti Jerman, Von Richtofen, menyebutnya pada abad XVIII.
Jalur perdagangan ini berpangkal di Chang An, yang menjadi ibu kota Cina pada abad VII-XIII. Rombongan pedagang Cina yang berasal dari Chang An dan kawasan sekitar bergerak melintasi stepa-stepa dan gurun-gurun di kawasan Asia Tengah dan Laut Kaspia, kemudian menuju Mesopotamia dan Parsi. Jalur ini juga berujung di kawasan India, Arab, dan menembus kawasan pedalaman Rusia di belahan Eropa Timur. Frances Wood, dalam karyanya The Silk Road: Two Thousand Years in the Heart of Asia (2004) melacak sejarah Jalur Sutra sebagai peradaban penting dunia Timur yang menjadi jantung ekonomi dan politik di kawasan Asia.
Xinru Liu (2010) mencatat bahwa Jalur Sutra tidak hanya merupakan jalur perdagangan bagi orang-orang Cina. Jalur Sutra juga memberi penegasan, bagaimana orang Cina "memandang Barat". Dalam konteks ini, Cina yang berada di kawasan negeri Timur melihat perkembangan peradaban Barat dengan dinamika teknologi, pengetahuan, dan kebudayaan.
Perkembangan ekonomi di kawasan Nusantara beberapa abad silam juga terpengaruh oleh Jalur Sutra. Jalur perdagangan ini meramaikan bandar-bandar di beberapa kawasan: Sunda Kelapa, Demak, Cirebon, Ternate, dan Pontianak. Dengan demikian, Jalur Sutra ini menjadi jembatan hubungan Nusantara dan Cina, serta membuka jalur perdagangan di beberapa kawasan lain.
Jalur Sutra telah resmi terdaftar sebagai warisan dunia. Pemerintah Cina secara serius mengukuhkan hal ini menjadi bagian penting dari strategi politik, ekonomi, dan pertahanan dalam lanskap diplomasi internasional. Kemudian pemerintah Cina membangun kembali Jalur Sutra modern untuk kerja sama politik dan ekonomi dengan negara-negara di kawasan Asia dan Eropa. Jalur Sutra ini menjadikan kota Yin Chuan sebagai gerbang perdagangan utama. Presiden Cina Xi Jinping merealisasi gagasan ini saat kunjungannya ke Yin Cuan pada September 2013.
Lalu, apa makna Jalur Sutra baru bagi Indonesia masa kini? Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla perlu membangun jembatan Jalur Sutra baru dengan potensi ekonomi Indonesia masa kini: sebagai peluang dan tantangan. Negeri ini pernah memiliki jalur sejarah perdagangan dunia dengan adanya komoditas rempah-rempah dari kawasan sekitar Ambon dan Halmahera. Khazanah sejarah inilah yang harus diolah sebagai kekuatan politik, ekonomi, dan pertahanan negeri ini. Konsep politik maritim Jokowi dapat menjadikan Jalur Sutra dan Jalur Rempah masa kini, tidak hanya sebagai label sejarah, tapi juga kekuatan ekonomi, politik, dan pertahanan.
Jalur Rempah dan Jalur Sutra tidak hanya bagian dari sejarah masa lalu, tapi juga menjadi kekuatan masa kini dan mendatang.