Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Paradoks SBY

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sabam Leo Batubara, Pengamat Politik, Wartawan Senior

Tidak jarang, sulit untuk menebak arah kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono, baik sebagai Presiden RI maupun sebagai pemimpin Partai Demokrat.

Janji dan ucapannya berbeda dengan tindakannya. Masyarakat pers pernah ia kecewakan. Rakyat yang sempat percaya bahwa SBY akan memenuhi janjinya memerangi korupsi dan menyelenggarakan pemerintahan yang bersih akhirnya sangat kecewa. Menyikapi perang antara kubu pendukung daulat partai dan pendukung daulat rakyat, arah kebijakan SBY semakin membingungkan.

Pertama, apakah SBY menghargai dan mendukung kebebasan pers? Dalam sambutannya memperingati Hari Pers Nasional 2005 di Pekanbaru, Presiden SBY menegaskan bahwa pada masa pemerintahannya, tidak akan ada pembredelan terhadap media massa. Tiga tahun kemudian, pemerintah, yang didukung Fraksi Demokrat dan delapan fraksi DPR lainnya, menerbitkan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu dan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden, yang berisi pasal–pasal yang dapat membredel pers. Kedua undang-undang itu ditandatangani oleh Presiden SBY.

Tiga bulan menjadi Presiden RI, dalam pertemuannya dengan Dewan Pers di Istana Negara, SBY menyampaikan kebijakan persnya: "Penyelesaian masalah berita pers ditempuh pertama dengan hak jawab. Kedua, bila masih dispute, diselesaikan di Dewan Pers. Ketiga, bila masih ada konflik, penyelesaian lewat jalur hukum tidak ditabukan, sepanjang adil, terbuka, dan akuntabel."

Menyikapi turunnya perolehan suara Partai Demokrat menjadi hanya 10,19 persen dalam Pemilu 9 April 2014 dari 20,85 persen pada Pemilu 2009, dalam rapat pimpinan nasional Partai Demokrat di Jakarta, 18 Mei lalu, SBY menyalahkan pers. "Suara Partai Demokrat merosot tajam juga karena digempur habis–habisan oleh televisi dan media cetak. Media telah membangun persepsi publik seolah–olah Demokrat paling banyak korupsi, kenyataannya tidak." Patut disesalkan mengapa media yang menzalimi Partai Demokrat tidak pernah diadukan ke Dewan Pers.

Kedua, anggota koalisi Kabinet Indonesia Bersatu terlibat dalam tindak korupsi berjemaah. Pada akhir pidato kenegaraan pertama setelah dilantik menjadi Presiden RI pada Oktober 2004, SBY menegaskan, "Saya berjanji akan memimpin perang terhadap korupsi dan akan menyelenggarakan pemerintah yang bersih." Apakah janji itu terwujud pada akhir pemerintahannya? Sepertinya tidak. Media massa tidak henti-hentinya memuat berita tentang keterlibatan orang–orang partai politik anggota koalisi pemerintah SBY, baik di lingkup legislatif maupun eksekutif, dalam kasus korupsi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan fakta–fakta tersebut, terproyeksi arah paradoks dalam pertumbuhan jumlah kasus korupsi. Di hilir, KPK proaktif menindak korupsi. Di hulu, korupsi sepertinya masih tumbuh subur. Sebab, arah kebijakan SBY hanya unggul dalam janji, tapi lemah dalam tindakan.

Ketiga, menyikapi tekanan kubu koalisi pendukung Prabowo (KPP) untuk mengembalikan sistem pilkada ke model Orde Baru, yakni oleh DPRD, sikap SBY semakin membingungkan. Dalam berbagai kesempatan, dia menyatakan tetap mendukung sistem pilkada langsung oleh rakyat. Anehnya, Presiden SBY sepertinya merasa tidak bertanggung jawab atas kehadiran Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam Sidang Paripurna DPR pada September lalu, yang tidak menyatakan berkeberatan alias mendukung kemenangan KPP. Keanehan berikutnya, SBY sepertinya juga merasa tidak bertanggung jawab atas sikap Fraksi Demokrat yang walkout dalam Sidang Paripurna DPR itu. Padahal, sikap meninggalkan sidang ini bermakna memberi kemenangan kepada KPP.

SBY mungkin merasa rakyat Indonesia masih seperti pada era Orde Baru, masih bodoh, sehingga tidak tahu tata krama politik yang berlaku di negara demokrasi, bahwa kehadiran Mendagri dalam sidang DPR sesungguhnya mewakili presiden. Tidak mungkin Mendagri menyampaikan suatu kebijakan di DPR jika belum disetujui oleh Presiden SBY.

Untuk mengembalikan sistem pilkada oleh DPRD seperti yang sudah disahkan DPR ke sistem sebelumnya, yakni pilkada langsung oleh rakyat, Presiden SBY menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014. Langkah ini jelas bertentangan dengan langkah yang lazim kita ketahui. Kalau bisa mempermudah, kenapa mempersulit? Seandainya SBY memang sungguh–sungguh ingin mempertahankan pilkada langsung oleh rakyat, kenapa SBY tidak menempuh langkah yang lebih mudah? Ia bisa memberi arah kebijakan kepada Mendagri untuk mencabut RUU Pilkada oleh DPRD. Atau mengarahkan Fraksi Demokrat, yang memiliki 128 kursi, agar tidak walk out dan menyatakan sikap dalam Sidang Paripurna DPR untuk mempertahankan sistem pilkada langsung oleh rakyat.

Pada akhir masa jabatannya, SBY telah menambah arah paradoks Indonesia. Di Incheon, Korea Selatan, pasangan ganda putri bulu tangkis Indonesia, Greysia Polii/Nytia Krishandi, memberi kebanggaan bagi bangsa karena mendapatkan medali emas dalam Asian Games XVII. Namun, di Indonesia, "pasangan ganda putra" SBY dan Prabowo berhasil meloloskan aturan pilkada oleh DPRD di DPR. "Prestasi" ini merupakan langkah awal menuju model demokrasi Pancasila ala Soeharto. Labelnya demokrasi, tapi kontennya kedaulatan berada di tangan penguasa rezim dan penguasa partai.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Harta Kekayaan Megawati, SBY, dan Jokowi Saat Akhir Menjabat Presiden RI, Siapa Paling Tajir?

19 hari lalu

Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati dan Jokowi. Instagram, dan ANTARA
Harta Kekayaan Megawati, SBY, dan Jokowi Saat Akhir Menjabat Presiden RI, Siapa Paling Tajir?

Harta kekayaan Jokowi Rp 95,8 miliar selama menjabat. Bandingkan dengan harta kekayaan presiden sebelumnya, Megawati dan SBY. Ini paling tajir.


Pendukung Bersorak Setiap Prabowo Sebut Nama Titiek Soeharto, Ini Profil Anak Keempat Presiden RI ke-2

18 Februari 2024

Titiek Soeharto. TEMPO/Nickmatulhuda
Pendukung Bersorak Setiap Prabowo Sebut Nama Titiek Soeharto, Ini Profil Anak Keempat Presiden RI ke-2

Setiap kali Prabowo menyebut nama Titiek Soeharto, pendukungnya bersorak. Berikut profil pemilik nama Siti Hediato Hariyadi.


Masa-masa Akhir Jabatan Presiden RI dari Sukarno hingga Jokowi, Beberapa Berakhir Tragis

13 Februari 2024

Presiden Joko Widodo berbincang dengan warga penerima manfaat pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Dalam kesempatan tersebut Presiden memastikan Pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Masa-masa Akhir Jabatan Presiden RI dari Sukarno hingga Jokowi, Beberapa Berakhir Tragis

Tujuh Presiden RI miliki cerita pada akhir masa jabatannya. Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, dan Jokowi punya takdirnya.


Sejak Kapan Megawati Menjadi Ketua Umum PDIP?

11 Januari 2024

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politik dalam perayaan HUT ke-51 PDI Perjuangan di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu, 10 Januari 2024. PDI Perjuangan menggelar perayaan HUT ke-51 dengan mengusung tema 'Satyam Eva Jayate' alias kebenaran pasti menang yang dilaksanakan secara sederhana. TEMPO/M Taufan Rengganis
Sejak Kapan Megawati Menjadi Ketua Umum PDIP?

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bisa disebut sebagai ketua umum partai terlama di negeri ini. Sejak kapan?


Mengenang Gus Dur: Berikut Profil, Pemikiran, hingga Prosesi Pemakamannya

1 Januari 2024

Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. dok. TEMPO
Mengenang Gus Dur: Berikut Profil, Pemikiran, hingga Prosesi Pemakamannya

Genap 14 tahun kepergian Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Berikut kilas balik profil dan perjalanannya sebagai ulama dan presiden ke-4 RI.


Catatan 10 Tahun Terakhir Pertemuan Jokowi - SBY, Terakhir di Istana Bogor

5 Oktober 2023

07-nas-SBY-Jokowi
Catatan 10 Tahun Terakhir Pertemuan Jokowi - SBY, Terakhir di Istana Bogor

Pada 2 Oktober 2023, Presiden Jokowi bertemu Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ini catatan pertemuan mereka.


Megawati Haqul Yakin Ganjar Jadi Presiden RI ke-8, Jokowi: Habis Dilantik Besoknya Langsung...

2 Oktober 2023

Bakal Calon Presiden PDIP Ganjar Pranowo, Presiden Joko Widodo atau Jokowi, dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputeri saat mengjadiri Rapat Kerja Nasional atau Rakernas IV PDIP di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Jumat, 29 September 2023. TEMPO/Han Revanda Putra
Megawati Haqul Yakin Ganjar Jadi Presiden RI ke-8, Jokowi: Habis Dilantik Besoknya Langsung...

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi meyakini Ganjar Pranowo menang Pemilu 2024 dan menjadi Presiden RI ke-8.


Mr Assaat Gelar Datuk Mudo 9 Bulan Pernah Jadi Presiden RI, Tandatangannya Buat UGM Berdiri

19 September 2023

Mr. Assaat gelar Datuk Mudo adalah seorang politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia. wikipedia.org
Mr Assaat Gelar Datuk Mudo 9 Bulan Pernah Jadi Presiden RI, Tandatangannya Buat UGM Berdiri

Mr Assaat pernah menjadi acting Presiden RI selama 9 bulan pada 1949-1950. Tanpa kepemimpinannya, Indonesia mungkin saja direbut kembali Belanda.


74 Tahun SBY: Presiden Pertama Pemilu Langsung, Pernah Jadi Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik

9 September 2023

Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY menunjukkan surat suara saat menggunakan hak suaranya dalam Pemilu serentak 2019, di salah satu TPS, di Singapura, Kamis, 14 April 2019. SBY berada di Singapura untuk mendampingi istrinya yang sedang dirawat. ANTARA/Anung
74 Tahun SBY: Presiden Pertama Pemilu Langsung, Pernah Jadi Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik

Hari ini, 9 September 1949 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY lahir di Pacitan, Jawa Timur. SBY merupakan Presiden Indonesia ke-6 selama 2 periode.


2 Presiden Indonesia yang Kerap Dilupakan: Sjafruddin Prawiranegara dan Mr Assaat

11 Januari 2023

Sjafruddin Prawiranegara. Foto: life.com
2 Presiden Indonesia yang Kerap Dilupakan: Sjafruddin Prawiranegara dan Mr Assaat

Sjafruddin Prawiranegara dan Mr Assaat adalah dua sosok yang pernag menjadu Presiden Indonesia. Sayang peran keduanya kerap dilupakan