Penerapan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur ihwal peringatan kesehatan pada kemasan rokok mencerminkan melunaknya sikap pemerintah dalam memerangi bahaya rokok. Diluncurkan pada 1 Januari 2014, peraturan ini justru memberi peluang munculnya wujud rokok dalam iklan produk tembakau itu. Inilah yang dipersoalkan berbagai kalangan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, misalnya, mengaku menerima banyak keluhan karena, dengan peraturan itu, wujud rokok bisa tampil dalam iklan di berbagai media.
Peraturan Nomor 28 Tahun 2013 yang terbit per 1 Januari lalu itu mewajibkan para produsen memajang lima gambar peringatan kesehatan pada kemasan rokok. Masing-masing adalah gambar bentuk mulut yang terkena kanker, orang yang merokok dengan asap membentuk tengkorak, kanker tenggorokan, pria merokok di dekat anak, dan paru-paru menghitam akibat kanker. Dengan kewajiban mencantumkan hanya satu gambar pada setiap varian produk, mudah diduga, produsen akan memilih gambar yang mengandung wujud rokok. Ironisnya, pengajuan gambar rokok ini justru datang dari Kementerian Kesehatan, yang seharusnya berada di garda terdepan dalam memerangi bahaya rokok.
Sosialisasi gambar kesehatan tersebut melalui iklan-peraturan ini akan diberlakukan penuh mulai 24 Juni 2014-juga mengundang protes keras Komisi Penyiaran Indonesia. Komisi menilai, peraturan ini menabrak Undang-Undang Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 32 Tahun 2002. Undang-undang ini melarang gambar orang merokok maupun wujud rokok di kemasannya. Memang aneh bahwa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang pembahasannya memakan waktu hingga tiga tahun itu tidak memperhitungkan kemungkinan menabrak Undang-Undang Penyiaran. Hal ini tak akan terjadi andai saja pihak Kementerian sejak awal melibatkan Komisi Penyiaran saat membahas peraturan itu.
Kesediaan Menteri Nafsiah merevisi Permenkes tentu perlu kita apresiasi. Namun revisi itu tetap harus mempertimbangkan dua hal. Pertama, kepentingan masyarakat luas harus lebih diutamakan daripada kepentingan industri rokok. Kedua, harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Peraturan tersebut mewajibkan produsen menerakan gambar kesehatan seluas 40 persen pada bagian muka dan belakang kemasan rokok. Acuan ini penting karena Permenkes ternyata hanya mewajibkan 30 persen luasan kemasan diisi gambar peringatan. Upaya mengecilkan area gambar peringatan ini bisa dilihat sebagai salah satu indikasi "kompromi" pemerintah dalam proses negosiasi Permenkes.
Aspek kecepatan revisi pun menjadi krusial mengingat masa kerja kabinet ini hampir berakhir. Maka, Permenkes yang kini sudah turun sebaiknya segera dicabut. Ganti seluruh peringatan kesehatan dengan gambar hancurnya kesehatan akibat rokok tanpa menampilkan wujud rokok. Dan harmoniskan dengan institusi terkait-antara lain, Komisi Penyiaran-agar salah langkah yang sama tidak terulang.