Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pengebom

Oleh

image-gnews
Iklan

Pada tubuh yang berkeping-keping setelah bom meledak, pada kepala yang copot berdarah di tepi jalan itu, apa sebenarnya yang hendak diungkapkan? Pesan apa? Mungkin protes, mungkin keinginan untuk unjuk kemampuan. Tapi makin lama makin terasa bahwa terorisme adalah sebuah langkah bengis di jalan yang tak ada ujung. Semenjak 900 tahun lamanya cara kekerasan itu dipilih sebagai metode perjuangan politik, tapi tiap kali ia tak maju jauh dari sana. Kaum Hashshshn memulainya di bukit-bukit Iran di Alamut di abad ke-11, kaum anarkis mencobanya di Eropa di akhir abad ke-19, tapi apa hasilnya?

Pertanyaan itu cepat atau lambat akan merundung mereka yang meledakkan bom di Bali dan Jakarta. Bagaimanakah mereka menilai keberhasilan dan kegagalan kerja mereka? Menghitung jumlah "musuh" yang mati? Ketakutan yang mencekam? Tapi ketakutan yang bagaimana? Ketakutan siapa? Untuk apa?

Dalam balik asap dan destruksi hari itu, satu hal bisa disimpulkan: mereka tak bisa disamakan dengan para pengebom bunuh diri Palestina. Para pelaku teror di wilayah yang kini diperintah Ariel Sharon itu membunuhi warga negara Israel, dengan perhitungan yang buas dengan dasar dendam dan aritmetika: makin berkurang orang Israel, yang bisa dianggap sebagai calon prajurit musuh dan pendukung sebuah kekuasaan yang tak adil, makin baik bagi orang Palestina. Akhirnya jumlah-lah yang akan menentukan dalam keadaan desak-mendesak di tanah yang diperebutkan itu. Dengan kata lain, terorisme di Palestina masih merupakan satu variasi lain dari tema yang dulu: perjuangan pembebasan nasional.

Ikhtiar menegakkan negara sendiri itu berawal sejak empat dasawarsa yang lalu. Tapi si Palestina adalah tinju yang lemah, dan si Israel, dengan bantuan AS, tinju yang jauh lebih kuat. Dalam keadaan asimetri itulah terorisme dipilih sebagai metode?membunuh dan mencederai siapa saja, juga orang yang tak bersalah, agar efeknya meluas dan tujuan politik tercapai.

Metode itu, yang dimulai sejak 1968, ditinggalkan Front Rakyat Pembebasan Palestina empat tahun kemudian karena tak ada hasilnya. Bila siasat itu kini diteruskan dengan cara yang lebih mengerikan oleh Hamas, dasarnya tak berubah: seperti IRA di Irlandia yang meledakkan bom di pelbagai tempat umum di Inggris di tahun 1970-an, seperti yang dilakukan gerilyawan Chechnya hari-hari ini di bawah kekuasaan Rusia, terorisme itu tetap sebuah laku politik, meskipun dengan cara yang amat brutal.

Laku politik bukanlah ibadat. Di sinilah terorisme ala Hamas berbeda coraknya dengan terorisme ala Imam Samudra. Para pengebom di Bali dan Jakarta memperlakukan kekerasan sebagai penyucian. Teriakannya keras menghujat "Amerika", tapi kata "Amerika" itu tak mengacu ke sebuah bangunan kekuasaan di suatu ruang dan waktu. Kata itu telah jadi simbol sesuatu yang dekat dengan Roh Jahat. Perang itu jihad semesta. Dalam pergulatan kosmis ini kemenangan tak ditandai oleh lahirnya sebuah realitas politik baru yang menggantikan realitas politik lama. Pergulatan itu takdis. Kemenangan ditandai mati syahid.

Artinya, aksi teror dilakukan dengan asumsi bahwa sang teroris akan gagal di dunia. Terornya tak dimaksudkan untuk mengubah keadaan asimetri dalam besarnya kekuatan dan pengaruh. Bahkan bom-bom yang meledak jauh dari pusat kekuasaan sang musuh?seakan-akan tembakan dari jarak yang tak bisa menjangkau?dapat dilihat sebagai sebuah penegasan atas ketidakseimbangan yang berlaku: sang teroris akan tampak gagah berani menghadapi Raksasa Jalud. Ia tak membayangkan Amerika akan takluk.

Bahkan ia sebenarnya tak peduli bila negeri itu akan bertambah kuat, ibarat tubuh yang menghimpun antibodi setelah lolos dari serangan penyakit berulang kali. Bukan prioritas sang teroris melihat Amerika lenyap. Ketika dunia tak kunjung jadi suci, akhirnya yang penting bagaimana sang teroris sendiri akan bisa jadi suci, dalam kematian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Itu sebabnya terorisme seperti ini berbeda dengan gerakan millerianisme revolusioner yang percaya bahwa pada suatu hari dunia akan jadi berubah oleh datangnya Keadilan. Bahkan ada tendensi anti-politik dalam teror di Bali dan di Jakarta: ada sikap mengabaikan kebersamaan, tak ada niat membujuk, sebab bukan dukungan orang ramai yang tampaknya hendak diperoleh.

Tak berarti kaum teroris ini tak membutuhkan orang lain. Tak ada pengertian "suci" dan "syahid" tanpa orang lain menyetujui pengertian itu. Seorang martir menjadi martir karena ada dasar nilai yang diasumsikan telah diakui secara sosial. Apalagi sang teroris harus punya pembenaran atas kematian orang-orang yang tak bersalah, orang yang sebenarnya bukan musuh, ketika bom itu meledak.

Untuk itu beberapa pengertian dipatok: "keadilan" dan "kesucian", yang sebenarnya selalu bisa ditafsirkan dari tiap sudut pandang dan kepentingan, dikancing ketat pemaknaannya, diberi point de caption?dan sebuah ideologi terbentuk, kadang-kadang disebut "agama".

Dengan itulah sang teroris memperoleh keyakinan akan misi dan martabat diri mereka di zaman ini, ketika keyakinan lama kena guncang, ketika ajaran lama megap-megap tertimbun ribuan kata dan makna yang bergerak cepat, berubah cepat.

Dilihat secara demikian, terorisme adalah sebuah usaha untuk tidak tenggelam. Ia mencoba ikut dalam perebutan hegemoni untuk menegakkan patokan pengertian dalam wacana masa kini. Ia membutuhkan pengakuan terhadap kebenaran sudut pandangnya. Tapi untuk itu ia sebenarnya memerlukan bahasa, daya pengaruh ide-ide, bukan hanya suara bom dan jerit kematian. Sebab pada tubuh yang berkeping-keping, pada kepala yang menggelinding lepas di tepi jalan itu, apa sebenarnya yang hendak diungkapkan? Pesan apa yang dapat disampaikan?

Hanya sebuah jalan yang tak ada ujung, yang juga sebenarnya jalan buntu.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

5 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

46 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

51 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

51 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Catatan Jamaah Islamiyah Dinyatakan Sebagai Dalang di Balik Bom Natal 2000 dan Bom Bali

24 Desember 2023

Terdakwa kasus Bom Bali I tahun 2002 serta Bom Natal tahun 2000, Umar Patek, ketika menjalani sidang jatuhnya vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, (21/06). Umar Patek dihadapkan pada enam dakwaan dan Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan pidana penjara seumur hidup pada sidang tanggal 21 Mei 2012. Tempo/Dhemas Reviyanto
Catatan Jamaah Islamiyah Dinyatakan Sebagai Dalang di Balik Bom Natal 2000 dan Bom Bali

Kelompok ini diduga membentuk organisasi resmi pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an dan lalu disebut dalang peristiwa Bom Natal 2000 dan Bom Bali.


Marthinus Hukom Kepala BNN, Ini Rekam Jejaknya di Densus 88 Antiteror Polri

6 Desember 2023

Marthinus Hukom. antaranews.com
Marthinus Hukom Kepala BNN, Ini Rekam Jejaknya di Densus 88 Antiteror Polri

Kepala Densus 88 Antiteror Polri Irjen Marthinus Hukom ditunjuk sebagai Kepala BNN menggantikan Petrus Golose. Ini rekam jejaknya saat di Densus 88.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.