Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pengabaian Pertanian Skala Kecil

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Khudori, peminat masalah politik ekonomi pertanian dan globalisasi

Bila sebelumnya berputar-putar pada kemiskinan, kelaparan, ketahanan pangan, dan krisis pangan, kali ini Hari Pangan Sedunia, 16 Oktober 2014, diperingati dengan tema "Family Farming: Feeding the World, Caring for the Earth". Ini bukan pertama kalinya FAO mengakui peran penting pertanian keluarga atau pertanian skala kecil. Namun, dalam perjalanannya, pertanian skala kecil mengalami peminggiran luar biasa. Sejak 1990-an mengikuti saran Bank Dunia dan IMF, negara-negara berkembang menyunat investasi pertanian, mempromosikan led-export production. Pertanian negara berkembang berubah radikal: dari terdiversifikasi dalam skala kecil-lokal menjadi model ekspor-industrial-monokultur yang digerakkan korporasi global. Petani pun merana.

Berdasarkan hasil kajian International Assessment of Agricultural Knowledge, Science and Technology for Development (IAASTD, 2008), model pertanian ekspor-industrial-monokultur bukan resep ajaib untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan. Model itu menghancurkan lingkungan (air dan tanah), mengerosi keanekaragaman hayati dan kearifan lokal (pola tanam, waktu tanam, olah tanah, dan pengendalian hama), serta mengekspose warga pada kerentanan tak terperi. Krisis pangan terjadi akibat tali-temali suplai dan stok pangan menyusut, gagal panen, kenaikan harga BBM, perubahan iklim, permintaan biji-bijian Cina dan India makin besar, konversi pangan ke biofuel, dan spekulasi. Namun, menurut IAASTD, akar terdalam krisis pangan terjadi karena pemerintah lupa mengurus sektor pertanian skala kecil, aturan perdagangan yang tak adil, dan dumping negara maju.

Untuk mengikis kemiskinan, kelaparan, dan degradasi lingkungan, IAASTD menyarankan agar negara memperkuat pertanian skala kecil, meningkatkan investasi pertanian agro-ekologis, mengadopsi kerangka kerja perdagangan yang adil, menolak transgenik, memberi perhatian khusus kepada kearifan lokal, memberi peluang sama (kepada warga) agar berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, membalik akses dan kontrol sumber daya (air, tanah, dan modal) dari korporasi ke komunitas lokal, dan memperkuat organisasi tani. Ini pertama kalinya tim penilai independen memberi pengakuan peran pertanian skala kecil, termasuk hak warga menentukan sendiri sistem (produksi, konsumsi, dan distribusi) pertanian-pangan mereka-yang semua poin itu menjadi inti konsep kedaulatan pangan.

Ada empat alasan IAASTD memberi perhatian khusus bagi pertanian skala kecil. Pertama, sampai saat ini 75 persen warga miskin adalah petani kecil. Porsi petani kecil di Asia mencapai 87 persen, di Indonesia porsinya 55 persen. Menggenjot investasi pada pertanian skala kecil tak hanya memberi pangan dunia, tapi juga menyelesaikan kemiskinan dan kelaparan. Kedua, hasil riset-riset ekstensif menunjukkan pertanian keluarga/kecil jauh lebih produktif dari pertanian industrial, karena mengkonsumsi sedikit BBM, terutama apabila pangan diperdagangkan di tingkat lokal/regional (Rosset, 1999). Ketiga, bukti menunjukkan pertanian skala kecil dan terdiversifikasi bisa beradaptasi dan pejal. Ini sekaligus merupakan suatu model keberlanjutan yang ramah kearifan lokal dan keanekaragaman hayati. Keempat, pertanian skala kecil ramah terhadap perubahan iklim (Altieri, 2008).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Diakui atau tidak, kelaparan yang membiak di bumi terjadi salah satunya karena pengabaian terhadap pertanian skala kecil. Di bawah pendiktean IMF dan Bank Dunia, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menjalani restrukturisasi ekonominya, tak terkecuali sektor pangan. Pangan yang semula terlindungi harus diliberalisasi. Pada saat yang sama, aneka subsidi dan pelbagai perlindungan petani ditiadakan. Peran negara dalam bentuk stabilisasi harga dicap sebagai biang distorsi. Negara harus menyingkir dari pasar. Impor pangan membanjir. Petani enggan berusaha tani karena insentif ekonomi tidak memadai. Saat harga pangan melejit tinggi karena krisis, baru terasa pentingnya kemandirian.

Saat ini, setiap malam, satu dari delapan penduduk bumi beranjak tidur sembari menahan lapar. Satu di antara empat anak di negara berkembang menderita kurang gizi. Mereka yang lapar hampir semiliar. Untuk menolong mereka, FAO menyeru peningkatan pendanaan domestik dan internasional untuk pertanian, investasi baru di perdesaan, perbaikan pemerintahan, kemitraan para pemangku kepentingan, dan adaptasi serta mitigasi perubahan iklim.

Masalahnya, tak mudah bagi negara-negara miskin untuk melakukan semua saran FAO. Investasi, misalnya. Menurut hitungan FAO, pertanian negara-negara berkembang membutuhkan suntikan US$ 30 miliar per tahun untuk membantu petani. Ini hanya 8,2 persen dari subsidi yang digelontorkan negara maju untuk pertanian pada 2007. Bagi Indonesia, tidak mudah mewujudkan rekomendasi FAO itu, kecuali ada pembalikan radikal dalam politik anggaran. Politik anggaran yang menjauh dari pertanian harus diubah. Konsekuensinya, pertanian dan pangan harus ditempatkan di posisi terhormat: persoalan bangsa-negara.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pengamat Pertanian Ragu Benih dari Cina Cocok di Indonesia

1 hari lalu

Sejumlah buruh tani menanam benih padi. TEMPO/Budi Purwanto
Pengamat Pertanian Ragu Benih dari Cina Cocok di Indonesia

Pengamat Pertanian Khudori meragukan sistem usaha tani dari Cina yang akan diterapkan di Indonesia.


Pupuk Subsidi Sudah Bisa Ditebus, Hanya di Kios Resmi

3 hari lalu

Seorang pekerja mengangkut pupuk urea bersubsidi dari Gudang Lini III Pupuk Kujang di Pasir Hayam, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. (ISTIMEWA)
Pupuk Subsidi Sudah Bisa Ditebus, Hanya di Kios Resmi

PT Pupuk Indonesia mengumumkan pupuk subsidi sudah bisa ditebus di kios pupuk lengkap resmi wilayah masing-masing.


Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk Pasar Australia, Manggis Paling Diminati

3 hari lalu

Seorang pembeli memilih buah Manggis yang dijajakan masyarakat di jalan nasional menuju Banda Aceh, di kawasan Meureudu, Kec. Simpang Tiga, Kab. Pidie, Aceh. Selasa (10/7). ANTARA/Rahmad
Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk Pasar Australia, Manggis Paling Diminati

Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Atase Perdagangan RI di Canberra berupaya mendorong para pelaku usaha produk pertanian Indonesia memasuki pasar Australia.


Erupsi Marapi Rusak Ribuan Hektare Lahan Pertanian

14 hari lalu

Warga melihat kondisi bangunan yang terseret banjir lahar dingin di Nagari Bukik Batabuah, Agam, Sumatera Barat, Sabtu, 6 April 2024. Data Nagari Bukik Batabuah menyebutkan  banjir lahar dingin  yang terjadi pada Jumat (5/4) itu menerjang 17 unit mobil dan sejumlah motor dan 40 rumah, tiga di antaranya rusak berat, serta areal pesawahan dan memutus sementara jalan alternatif mudik Pekanbaru - Padang.   ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Erupsi Marapi Rusak Ribuan Hektare Lahan Pertanian

Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat telah merusak hingga ribuan hektare lahan pertanian di sekitar wilayah tersebut.


Google Manfaatkan AI untuk Dukung Produktivitas Pertanian, Diklaim Sukses di India

26 hari lalu

Pemandangan sawah teras siring di Jatipurno Wonogiri. Maps.Google/Novi Ardianto
Google Manfaatkan AI untuk Dukung Produktivitas Pertanian, Diklaim Sukses di India

Google berupaya untuk mengimplementasikan teknologi Google AI AnthroKrishi ini untuk skala global, termasuk Indonesia.


Jokowi Resmikan Rehabilitasi Bendungan dan Irigasi Gumbasa, Nilainya Mencapai Rp 1,25 Triliun

28 hari lalu

Presiden RI Jokowi (tengah mimbar) didampingi Menteri Pertanian, Bupati Sigi dan Gubernur Sulawesi Tengah meresmikan rehabilitasi dan rekonstruksi Bendung D.I Gumbasa dengan membunyikan sirene secara bersama-sama. (ANTARA/Moh Salam)
Jokowi Resmikan Rehabilitasi Bendungan dan Irigasi Gumbasa, Nilainya Mencapai Rp 1,25 Triliun

Jokowi pada hari ini meresmikan bendungan dan daerah irigasi Gumbasa di Kabupaten Sigi, Sulteng yang telah direhabilitasi dan direkonstruksi.


Guru Besar Unpad Ajarkan Empat Metode Pemberantasan Gulma Tani, Mana yang Paling Efektif?

29 hari lalu

Petani memanen padi di Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis 7 Maret 2024. Sekitar 20 hektare lahan pertanian di kawasan itu terdampak banjir akibat tanggul waduk jebol. ANTARA FOTO/Muhammad Mada
Guru Besar Unpad Ajarkan Empat Metode Pemberantasan Gulma Tani, Mana yang Paling Efektif?

Guru Besar Unpad memaparkan sejumlah metode pemberantasan gulma di lahan tani. Pemakaian hebrisida efektif, namun berisiko.


Pemkab Kukar Gelontorkan 700 M untuk Perkuat Sektor Pertanian

37 hari lalu

Pemkab Kukar Gelontorkan 700 M untuk Perkuat Sektor Pertanian

Kukar merupakan daerah lumbung pangan bagi Provinsi Kalimantan Timur


Dedikasi Edi Damasnyah Bangkitkan Pertanian Kutai Kartanegara

40 hari lalu

Dedikasi Edi Damasnyah Bangkitkan Pertanian Kutai Kartanegara

Program pengairan dan alsintan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Kukar.


Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

50 hari lalu

Para pekerja membongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan nilai ekspor hasil perikanan di dalam negeri pada 2024 sebesar USD7,20 miliar atau setara Rp112,1 triliun. Angka tersebut naik signifikan dari realisasi ekspor produk perikanan hingga November 2023, di mana nilai sementara ada di kisaran USD5,6 miliar atau setara Rp87,25 triliun. TEMPO/Tony Hartawan
Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

Isu soal pertanian dan subsidi perikanan belum disetujui dalam KTM13 WTO di Abu Dhabi lalu. Meski demikian, sudah disetujui sekitar 80 member WTO.