Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kota Tuhan

Oleh

image-gnews
Iklan

Jika kita hidup di lorong-lorong miskin yang berlumur narkotik dan bergelimang darah, jika kita tinggal di bawah permukaan kota besar tempat gerombolan menembak manusia seperti menembak ayam, jika kita hidup di favela Rio de Janeiro, di mana 20 persen penduduk tinggal dalam keadaan jorok dan jelata, dengan kata lain, jika kita bagian dari Cidade de Deus seperti yang dipaparkan film sutradara Fernando Meirelles, bisakah kita melepaskan diri dari kedurjanaan?

Pertanyaan itu sama artinya dengan bisakah kita berharap. Di "Dunia Ketiga", di Rio ataupun Jakarta, yang dikepung kemiskinan, kejahatan, dan korupsi, harapan adalah problem pokok yang tak diakui. Seakan-akan dia sudah ada. Seakan-akan Yang Durjana, Evil yang menyengsarakan itu, adalah sesuatu yang jauh, yang mustahil bisa jadi bagian dari hidup sehari-hari.

Tapi abad ke-20 yang baru lewat menunjukkan, ada orang yang makan, minum, bersetubuh, berak, kencing, tidur, dan bekerja seperti orang kebanyakan, berkeluarga seperti orang kebanyakan, tapi pada saat yang sama sanggup mengerjakan tugas membunuh manusia dengan cara bengis dan dalam skala besar. Adolf Eichman adalah contoh yang terkenaldan kita ingat, birokrat yang setia di bawah pemerintahan Hitler inilah yang menggiring dengan rutin orang Yahudi untuk dibantai, yang jadi contoh Hannah Arndt ketika ia berbicara tentang the banality of evil, "banalnya kedurjanaan".

Kedurjanaan macam itu tentu saja tak hanya berkenaan dengan Jerman dan Holocaust. Apalagi di abad ke-21. Saya anggap yang tergambar dalam karya Meirelles, Cidade de Deus, menunjukkan bahwa kedurjanaan bisa jadi bagian hidup sehari-hari bukan karena manusia jadi sekrup sebuah Negara yang bengis. Kedurjanaan juga bisa jadi begitu di wilayah yang justru ditinggalkan Negara, di tengah kemelaratan dan anarki yang berlapis dan berliku bagaikan labirin. Di sana, orang seakan-akan telah menyerah, tak akan bisa keluar dari jebakan ruang pengap itu.

Tentang itulah agaknya Cidade de Deus, "Kota Tuhan" dalam karya Meirelles itu, menjawab De civitate Dei, "Kota Tuhan" dalam karya Santo Agustinus.

"Kota Tuhan" Agustinus di abad ke-4 adalah sebuah alternatif bagi Roma yang roboh karena keruntuhan akhlak. "Kota" itutentu saja sebuah kiasantak bersendi pada kekuasaan, melainkan pada sukma manusia yang dengan saleh menanti datangnya kembali Al Masih.

De civitate Dei adalah sebuah suara optimisme. Dalam gambaran Agustinus, Tuhan bukanlah dewa-dewa Romawi pra-Kristen yang melembagakan pertunjukan darah di arena seraya membuat manusia takut dan menjadikannya buas. Tuhan-nya Agustinus memberi manusia kemampuan untuk merenungi dan menikmati hadirat-Nya, dan memberinya kemauan bebas. Tuhan itu tak akan mencopot kemauan bebas makhluk ini meskipun bila ia berbuat dosa. Karena kebesaran sikap itu, menurut Agustinus, Tuhan akan lebih "memunculkan kebaikan dari dalam kedurjanaan" ketimbang mencegah kedurjanaan terjadi.

Tapi, mungkinkah ada harapan seperti itu di tengah wilayah miskin kota besar di abad ke-21?

Di "Kota Tuhan" Meirelles, kita ketemu Li'l Dice. Sejak kecil sampai dengan ketika ia dewasa dengan nama Li'l Zebos lorong-lorong hitam Rio de Janeiroia menyelesaikan hampir semua soal dengan pembunuhan. Ia bisa dengan tenang mengajar seorang anak umur 10 tahun untuk menembak mati seorang sebayanya yang tak berdaya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya kira bahkan Santo Agustinus akan bertanya bagaimana mungkin Tuhan menciptakan Li'l Dice. Manusia ini tampak tak tahu bagaimana ia akan keluar dari labirin orang miskin kota itu, yang telah berjalin dengan narkotik, kekerasan, tapi memberinya kekuasaan dan kebebasan. Sejak ia masih disebut Li'l Dice, Ze memang hanya mengenal itu, bersama ratusan anak yang telah meninggalkan orang tua, ditinggalkan orang tua.

Rumah-rumah melarat mencekik mereka, dan liku-liku kota besar mengajari mereka untuk tidak tercekik dengan cara yang paling brutal. Favela Rio de Janeiro dalam Cidade de Deus adalah sebuah kombinasi rumah piatu dengan rumah jagal. Di sana, hari-hari bermain bertaut dengan saat-saat membantai, malam-malam narkoba bergabung dengan jam-jam berteman. Film Meirelles dibuka dengan adegan Li'l Ze dan serombongan bocah bersenjata mengejar seekor ayam yang lepas menjelang disembelih, melintasi liku-liku kampung yang sempit. Mereka berteriak, tertawa, menembak, tak takut kalau ada peluru yang mengenai orang yang lewat.

Dari mereka, "kebaikan" agaknya tak akan bisa muncul dari kedurjanaan, dan harapan patut ditertawakan. Ned, seorang pemuda tampan yang lurus hati, yang karena dendam bergabung dengan salah satu kelompok hitam di favela durjana itu, bertekad tak akan membunuh orang yang tak bersalah. Tapi pada akhirnya ia berbuat sama dengan bajingan lain.

Agustinus, apa yang akan Tuan katakan tentang "Kota Tuhan" ini? Tentu Tuan, seorang santo dari abad ke-4, tak akan menjawab. Tapi mungkin ada jawab yang terlupakan. Jangan-jangan Tuhan menyisipkan harapan bukan pada nasib dan masa depan, melainkan pada momen-momen kini dalam hidupyang sebentar, tapi menggugah, mungkin indah. Sebagaimana kedurjanaan bisa jadi banal, siapa tahu mukjizat juga bisa terjadi sebagai saat yang tak mengejutkan, dan kita sering melupakannya.

Adegan ini misalnya: dalam keadaan luka sehabis tembak-menembak, Ned mencoba menghibur seorang anak yang tergeletak hampir mati kena peluru. Anak itu kemudian yang ternyata membunuhnya. Tapi detik-detik ketika Ned berbicara hangat kepadanya mungkin adalah saat isyarat Tuhan: bahwa Ia tak meninggalkan "Kota"-Nyaatau kota mana pundan membuat hidup sepenuhnya keji dan nyeri.

Dengan atau tanpa Agustinus, bersyukur itu indah.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

5 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

46 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

51 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

51 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.