Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Passion

Oleh

image-gnews
Iklan

Darah di mana-mana. Jangat itu, di bagian pinggang, koyak-koyak oleh pukulan cambuk bertembilang. Sepasang mata itu hampir tertutup oleh cairan kental dari luka. Kedua telapak tangan itu memuncratkan darah ketika dipantek dengan paku besi pada kayu salib....

Begitukah sengsara Yesus seharusnya ditampilkan? Saya menonton The Passion of the Christ di sebuah gedung bioskop yang khidmat tanpa mengunyah brondong jagung. Saya menyaksikan sebuah pornografi penyiksaan.

Pornografi adalah suatu bentuk ekspresi yang menerobos apa yang selama ini tak dianggap pantas: menggambarkan tubuh manusia dengan maksud menimbulkan rangsangan yang optimal. Sebab itu, dalam pornografi, bagian badan manusia diurai dengan bergairah, dan detail sama pentingnya dengan totalitas—sebuah totalitas yang hampir sepenuhnya tampak sebagai sebuah peristiwa badan.

Dalam The Passion of the Christ, film karya Mel Gibson itu, apa yang selama ini tak lazim justru dibentangkan dengan bersemangat di layar putih. Film ini menerobos tabu dalam hal ini. Tradisi gambar klasik penyaliban umumnya terasa bersih—seakan-akan bersih berarti suci—hampir selalu tampak tanpa darah, tanpa gerak. Pada ikon-ikon kuno terasa sikap orang Kristen lama yang menganggap penyaliban lebih sebagai perjalanan rohani menuju kemenangan. Satu kekecualian yang tak terduga-duga tampak pada karya Hans Holbein Muda dari tahun 1521: tubuh Yesus terbaring kurus, luka, sendirian, dengan mata masih terbuka kesakitan—sebuah gambaran kesengsaraan badan yang begitu mencekam hingga Dostoyewski, dalam novel terkenalnya, Idiot, menyebut lukisan itu sebagai sesuatu yang bisa mengguncangkan iman.

Tapi bahkan karya Holbein tak menampilkan jasad yang berlumur darah, dan luka itu menakutkan justru karena seperti membisu. Karya yang lebih modern juga tak hendak memekikkan apa yang memang brutal dalam tiap penyaliban. Kanvas Rouault dari tahun 1930-an tentang sengsara Kristus, misalnya, berhasil menampilkan suasana misterius dan muram—dengan penggunaan teknik "impasto" dan garis luar yang tebal—tapi tak terasa ada tubuh di sana; yang hadir hampir sepenuhnya puisi spiritual.

Seakan-akan di kalangan Kristen masih berlaku kata-kata Goethe: "Kita tutupi dengan cadar penderitaan Kristus, semata-mata karena kita menghormatinya begitu dalam."

Tapi pada tahun 2004, Mel Gibson merobek cadar itu. Apa yang pernah digambarkan satu naskah kuno Gereja Syria tak terdapat lagi di dalam The Passion of the Christ-nya: "Hari menjadi gelap sebab mereka sedang membantai Tuhan, yang ditelanjangi di atas pohon". Golgotha dalam film Gibson penuh dengan close-up di bawah sinar matahari. Ia ingin agar gambaran yang dicapainya "realistis" dalam memaparkan kesakitan Yesus—dan "realistis", dalam tradisi Hollywood, adalah sesuatu yang terang benderang, dapat dilihat dengan mata telanjang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi sebagaimana "realisme" iklan, tak ada yang datar di sini. Yang lebih terasa bukanlah "realisme" sehari-hari, sebab tampak benar hasrat untuk memukau, meyakinkan. Salah satu adegan yang paling brutal dalam film ini—lebih brutal dari film Si Pitung, yang pada satu saat menggambarkan mata yang dicongkel dengan satu pukulan silat—adalah pemaparan panjang ketika Yesus diikat di sebuah tonggak dan dihajar oleh dua aljogo Romawi dengan pecut kayu dan cambuk yang ujungnya bertembilang besi. Daging di pinggang kelihatan terkelupas dalam darah, terenggut. Yesus mengaduh. Kedua penyiksa itu tertawa puas: sadisme dalam bentuknya yang paling terbuka.

Saya bukan orang Kristen, dan saya tak merasa memperoleh apa pun dari sensasi itu. Dari The Passion of the Christ saya tak bisa mendapatkan pengertian, kenapa—setelah hukuman yang luar biasa bengisnya itu—dosa manusia menjadi tertebus. Saya lebih cenderung memahami pendapat René Girard ketika ia mengemukakan bahwa kepercayaan tentang upacara korban sebagai jalan agar manusia selamat adalah justru sebuah kepercayaan pra-Kristen. Bukankah itu juga yang diyakini pada masa Inca purba, ketika mereka menyembelih korban manusia ke hadapan dewa-dewa? Bagi Girard, cerita kesengsaraan Yesus justru perubahan radikal dari keyakinan seperti itu. Passio Christi adalah awal sebuah era ketika sejarah manusia tak dilihat dari kacamata mereka yang menang dan selamat, melainkan dari ia yang disiksa: para budak yang membangun piramida, kaum jelata yang menjalani rodi bagi jalan Daendels pada abad ke-19 di Jawa, para tahanan yang tak bersalah yang menyebabkan sebuah masyarakat "aman dan terkendali".

Mungkin itu sebenarnya yang bisa dicapai oleh The Passion of the Christ. Film dimulai dengan adegan malam di Kebun Gethsemani: Yesus dalam keadaan ketakutan, berdoa sendirian dalam gelap, karena ia tahu nasib apa yang menantinya. Ia mencoba menolak nasib itu: ia memohon kepada Tuhan agar ia dibebaskan dari tugas. Tuhan tak berkenan, sebagaimana Tuhan tak melepasnya dari salib.

Namun jika semua ini iradat Tuhan, haruskah via dolorosa itu, jalan kesengsaraan itu, tak putus-putusnya penuh kekejaman? Film Mel Gibson pada akhirnya terasa sebagai sebuah hiperbol. Semuanya dilebih-lebihkan, sampai tingkat yang meragukan: kenapa Yesus, seseorang yang dihukum bukan karena berbuat kejam, diperlakukan jauh lebih sadistis ketimbang para penjahat yang juga disalibkan bersamanya di siang hari itu? Dalam film Mel Gibson, tubuh para bajingan itu tampak tak bergelimang darah tak terbalut debu, tak ada tanda mereka telah didera sebelum dikirim ke Golgotha.

Hiperbol memang diperlukan, tapi jika efek yang diharapkan terjadi. Di sekitar kesengsaraan yang luar biasa itu, tak terasa oleh saya sesuatu bergetar—ada orang ramai, ada beberapa sosok orang yang jatuh hati, tapi The Passion of the Christ sedikit sekali mengantar kita kepada cerita lain dari Yesus: bagaimana laku yang begitu menggugah, yang dirumuskan dengan satu kata, "Cinta", lebih besar ketimbang "Sakit".

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Penonton Siksa Kubur Salip Badarawuhi di Desa Penari, Manoj Punjabi: Kompetisi Makin Sehat

1 jam lalu

Poster film Siksa Kubur. Dok. Poplicist
Penonton Siksa Kubur Salip Badarawuhi di Desa Penari, Manoj Punjabi: Kompetisi Makin Sehat

Produser MD Entertainment Manoj Punjabi Badarawuhi di Desa Penari, mengucapkan selamat atas capaian Siksa Kubur.


Cara Shin Tae-yong Meramu Pemain Muda Dinilai Jadi Kunci Naikkan Level TImnas Indonesia di Asia

1 jam lalu

Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong bersama para pemainnya di Piala Asia U-23 2024. Doc. AFC.
Cara Shin Tae-yong Meramu Pemain Muda Dinilai Jadi Kunci Naikkan Level TImnas Indonesia di Asia

Ronny Pangemanan menilai kombinasi pemain muda lokal dan naturalisasi di bawah arahan Shin Tae-yong melahirkan Timnas Indonesia yang bagus.


Empat Tahun Pacaran, Ranty Maria Dilamar Rayn Wijaya di Tempat Impiannya

2 jam lalu

Rayn Wijaya melamar Ranty Maria. Foto: Instagram.
Empat Tahun Pacaran, Ranty Maria Dilamar Rayn Wijaya di Tempat Impiannya

Ranty Maria mendapat lamaran dari sang kekasih, Rayn Wijaya tepat di hari ulang tahunnya ke-25 di tempat yang sudah lama diimpikannya.


Pameran K-Pop D'Festa Siap Hadir Selama 45 Hari di Jakarta, Catat Tanggalnya

3 jam lalu

Konferensi Pers Pameran K-Pop D'Festa 2024 di Jakarta/Tempo-Mitra Tarigan
Pameran K-Pop D'Festa Siap Hadir Selama 45 Hari di Jakarta, Catat Tanggalnya

Para penggemar K-Pop akan segera dimanjakan dengan pameran K-Pop D'Festa, di Jakarta.


Perjalanan Politik Nikson Nababan Menuju Gubernur Sumatera Utara

4 jam lalu

Perjalanan Politik Nikson Nababan Menuju Gubernur Sumatera Utara

April yang lalu, suasana kediaman Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr. H. Ahmad Sabban El-Ramaniy Rajagukguk, M.A di Simalungun menjadi saksi pertemuan penting antara Nikson Nababan, Ketua DPC PDI Perjuangan Tapanuli Utara, dengan tokoh agama yang berpengaruh.


MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

4 jam lalu

Sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 dihadiri 8 hakim, gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin, 22 April 2024.  TEMPO/ Febri Angga Palguna
MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

Terdapat 16 partai politik yang mendaftarkan diri dalam sengketa Pileg 2024.


FFI Pertimbangkan Penambahan Kategori Baru di Festival Tahun Depan

5 jam lalu

Ketua Bidang Penjurian FFI 2024-2026 Budi Irawanto. Foto: Instagram.
FFI Pertimbangkan Penambahan Kategori Baru di Festival Tahun Depan

FFI masih harus mendiskusikan hal tersebut sebagai kategori baru sehingga belum bisa ditambahkan pada FFI 2024.


Terobos Lampu Merah, Menteri Ekstremis Israel Ben-Gvir Kecelakaan

5 jam lalu

Kendaraan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir terlibat dalam kecelakaan di Ramle pada 26 April 2024. (Screencapture/X)
Terobos Lampu Merah, Menteri Ekstremis Israel Ben-Gvir Kecelakaan

Mobil Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir terbalik dalam kecelakaan mobil karena menerobos lampu merah


Hasil Piala Asia U-23, Uzbekistan Taklukkan Juara Bertahan Arab Saudi

5 jam lalu

Timnas Uzbekistan saat melawan Timnas Arab Saudi, di perempat final Piala Asia U-23 2024. Foto/Video/rcti
Hasil Piala Asia U-23, Uzbekistan Taklukkan Juara Bertahan Arab Saudi

Uzbekistan akan menjadi lawan Indonesia di semifinal Piala Asia U-23 pada Senin, 29 April 2024.


Youtuber Jang Hansol dan Food Vlogger Om Kim Senang Indonesia Kalahkan Korea Selatan

5 jam lalu

Youtuber, Jang Hansol. Foto: Instagram.
Youtuber Jang Hansol dan Food Vlogger Om Kim Senang Indonesia Kalahkan Korea Selatan

Jang Hansol menyebut kekalahan Korea Selatan dari Timnas U-23 bisa menjadi pembelajaran berharga bagi sepak bola di negaranya.