Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menyatukan DPR

image-profil

image-gnews
Iklan

Agung Baskoro,
Analis Politik Poltracking

…bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan….

Petikan sumpah atau janji anggota DPR di atas kini nyata bersanding dengan pertunjukan politik DPR yang terus berlanjut. Bak sebuah film, episode "DPR Tandingan" merupakan babak baru dari pertarungan tak berkesudahan antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Pendukung Prabowo (KPP). Bukannya menghibur dan memberikan pendidikan politik yang baik kepada publik, tontonan ini justru menunjukkan wajah asli para wakil rakyat. Secara terang, publik menyaksikan atraksi membalikkan meja, ekspresi emosi yang berlebihan, hasrat haus kekuasaan, dan tudingan miring lainnya yang mengikuti perilaku anggota DPR yang baru terpilih pada periode 2014-2019.

Di sisi lain, optimisme awal publik sebenarnya sempat terbit terhadap 318 orang atau 57 persen wajah baru yang menghiasi DPR. Namun kuantitas jumlah ini lebih banyak diwarnai oleh kualitas 43 persen anggota DPR yang mengatur jalannya skenario politik di panggung DPR. Setelah pelantikan, berturut-turut dinamika koalisi antara KIH dan KPP gagal dikelola hingga akhirnya berujung pada pertikaian politik yang semakin tak terhindarkan. Hal ini tak lain disebabkan oleh pembagian jatah pimpinan komisi dan alat kelengkapan Dewan yang kembali disapu bersih oleh KPP sebagaimana terjadi pada saat pemilihan paket pimpinan DPR dan MPR.

Proporsionalitas sebenarnya sudah terjadi, tapi sifatnya eksklusif di kubu KPP yang membagi rata alat kelengkapan Dewan ataupun sebaliknya saat KIH membuat DPR tandingan dengan mitra koalisinya. Di titik inilah, keprihatinan banyak pihak mengemuka. Sebab, bila dibiarkan berlarut-larut, hal itu dapat menjatuhkan wibawa DPR di hadapan publik yang selama ini cukup lama ternoda oleh kinerja yang kurang optimal.

Di balik kehadiran DPR tandingan ini sebenarnya terdapat beberapa fakta politik. Pertama, KIH di DPR masih terlalu kaku dengan gaya dan komunikasi politiknya, sehingga kebuntuan politik (deadlock democracy) semakin kompleks.

Kedua, politik balas dendam yang dipertontonkan oleh KPP di tingkat legislatif masih terus terjadi dan hanya berfokus pada persoalan menguasai kursi dan posisi. Padahal ada yang lebih mendasar dari semua itu, yakni bagaimana akomodasi politik dapat terealisasi dan publik yang diwakili tidak terluka oleh pertarungan politik yang terjadi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketiga, peran Demokrat sebagai penyeimbang menjadi tak terlihat dan perlu digugat karena belum memberikan kontribusi apa pun. Malah, pada saat yang bersamaan, partai berlambang mirip logo Mercy ini menggusur posisi PPP di detik-detik akhir, sehingga memperoleh posisi Wakil Ketua DPR dan Wakil Ketua MPR.

Polemik ini semakin kompleks karena masing-masing pihak tak menunjukkan iktikad baik untuk mencari solusi terbaik bersama (win-win solution). Sampai pada konteks ini, sudah seharusnya beberapa pihak terkait turun tangan untuk menyelesaikan polemik ini. Sebab, bila tidak, citra DPR di mata publik semakin terpuruk dan pada titik tertentu lembaga ini akan digugat legitimasinya oleh rakyat. Caranya?

Pertama, akar masalahnya muncul dari dualisme kepengurusan PPP. Sehingga, sama-sama mengklaim antara KIH dan KPP untuk menjadi mayoritas mengemuka. Artinya, sampai ada keputusan tetap dari PTUN, dasar dari pendapat kedua kubu menjadi terbantahkan, sehingga tak satu pun kubu berhak mengklaim memiliki alat kelengkapan Dewan yang sah. Di titik inilah, peran Kiai Maimun Zubair (Mbah Moen) untuk menghadirkan islah PPP harus terus didorong, sehingga polemik ini dapat segera disudahi.

Kedua, pimpinan DPR dan MPR sudah seharusnya lebih aktif membuka komunikasi politik untuk mencari titik temu dari perseteruan antara KIH dan KPP, bukan malah masuk ke dalam konflik. Hal ini penting karena setelah terpilih, para pimpinan ini bukan lagi mengayomi partai atau kelompoknya, tapi berdiri di atas kepentingan semua.

Ketiga, sistem presidensial-multipartai tetap bisa dirasakan manfaatnya karena bergulirnya informal politics. Politik informal ini merupakan aktivitas politik yang efek dan substansinya lebih kuat dibanding kegiatan politik prosedural-normatif yang biasanya terlaksana di Senayan dan Istana. Bentuknya, dari lobi hingga negosiasi di Teuku Umar, Cikeas, Hambalang, Hotel Sultan, dan berbagai tempat lainnya sebagai basis eksisnya para veto player pada masing-masing partai. Soalnya, merekalah sebenarnya yang lebih menentukan arah politik dan masa depan negeri ini. Pada saat yang bersamaan, Presiden Jokowi dapat pula berpartisipasi lebih dengan menggelar juga serangkaian pertemuan-pertemuan yang mempertemukan kedua kubu untuk mencari solusi terbaik dari realitas politik ini, daripada harus menerbitkan perpu untuk menjaga netralitas eksekutif di sisi lainnya.

Sampai pada titik ini, akan muncul sebuah pertanyaan krusial: apakah prinsip kebersamaan, kebijaksanaan, dan musyawarah mufakat masih ada dalam politik Indonesia?

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Deddy Sitorus Ribut dengan Noel, Siapa Saja 5 Anggota DPR yang Pernah Terlibat Perkelahian?

40 hari lalu

Potongan Video saat Anggota DPRD Solok berkelahi di ruang sidang. Video/Istimewa
Deddy Sitorus Ribut dengan Noel, Siapa Saja 5 Anggota DPR yang Pernah Terlibat Perkelahian?

Deddy Sitorus dan Immanuel Ebenezer Gerungan keduanya baku hantam. Perkelahian anggota DPR bukan hal aneh.


Hamil Tak Halangi Anda dalam bekerja

11 Maret 2017

Ilustrasi wanita hamil bekerja. shutterstock.com
Hamil Tak Halangi Anda dalam bekerja

Hamil besar, tak menghalangi sebagian wanita tetap bekerja
dan beraktivitas di kantor.


Mustofa Assegaf Ternyata Adik Kandung Ketua Fraksi Demokrat  

10 April 2015

Nurhayati Ali Assegaf. TEMPO/Seto Wardhana.
Mustofa Assegaf Ternyata Adik Kandung Ketua Fraksi Demokrat  

Syarief Hasan membenarkan bahwa Mustofa Assegaf adalah adik kandung Ketua Fraksi Demokrat DPR RI Nurhayati Ali Assegaf.


Adu Jotos Anggota DPR Ditangani Secara Pidana dan Etik  

10 April 2015

Ilustrasi tawuran/perkelahian. (kikiandi)
Adu Jotos Anggota DPR Ditangani Secara Pidana dan Etik  

Slakan saja diproses etik dan dipidana di polisi," kata Ketua Komisi Energi.


Usai Adu Jotos di DPR: Ke Mana Mulyadi Menghilang?

9 April 2015

TEMPO/Imam Sukamto
Usai Adu Jotos di DPR: Ke Mana Mulyadi Menghilang?

Panggilan telepon ke nomor pribadi Mustofa tidak diangkat
saat Tempo berulang kali menghubunginya.


Politikus Adu Jotos di DPR: Kenapa Bisa Bikin Rakyat Marah?

9 April 2015

Ilustrasi DPR. ANTARA/Widodo S. Jusuf
Politikus Adu Jotos di DPR: Kenapa Bisa Bikin Rakyat Marah?

Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Hasrul Azwar
berencana memindahkan anggota fraksinya, Mustofa Assegaf,
yang adu jotos.


Adu Jotos Anggota DPR Tak Cukup Diberi Teguran  

9 April 2015

ilustrasi pemukulan. tbo.com
Adu Jotos Anggota DPR Tak Cukup Diberi Teguran  

Mahkamah Kehormatan DPR tak perlu menunggu laporan dari salah satu pihak untuk mengusut kasus adu jotos tersebut.


Kasus Adu Jotos Anggota DPR Bikin Rakyat Makin Muak

9 April 2015

Ilustrasi tawuran/perkelahian. (kikiandi)
Kasus Adu Jotos Anggota DPR Bikin Rakyat Makin Muak

"Bisa jadi rakyat semakin marah dan tak percaya dengan para anggota Dewan," ujar Benny saat dihubungi, Kamis, 9 April 2015.


Adu Jotos di DPR, PPP Minta Maaf Soal Aksi Mustofa  

9 April 2015

TEMPO/Wahyu Setiawan
Adu Jotos di DPR, PPP Minta Maaf Soal Aksi Mustofa  

PPP mempersilakan Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memproses masalah tersebut.


Buntut Anggota DPR Adu Jotos: Mulyadi Laporkan Mustofa  

9 April 2015

Suasana Rapat Kerja Banggar DPR bersama 7 Menteri Kabinet Kerja di ruang rapat Banggar, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 19 Januari 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Buntut Anggota DPR Adu Jotos: Mulyadi Laporkan Mustofa  

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan kasus penganiayaan ini dilaporkan semalam.