Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Agama, Negara, dan Perkawinan

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Franz Magnis-Suseno, cendekiawan

Baik agama maupun negara amat berkepentingan dalam hal perkawinan. Perkawinan sekaligus merupakan bentuk luhur realisasi seksualitas, kekuatan pemberian Tuhan untuk menjamin keturunan yang, karena dahsyatnya naluri, juga secara potensial destruktif. Perkawinan juga merupakan ruang pemantapan sikap manusia paling luhur, cinta yang mesra dan mendalam.

Semua agama yakin bahwa kekuatan itu adalah anugerah Tuhan dan, karena itu, luhur. Dan karena itu pula, pengaturan seksualitas dan pemantapan hubungan laki-laki dengan perempuan dalam perkawinan termasuk hal yang suci, yang diterima dari tangan Tuhan, yang karena selalu terancam dinodai oleh manusia, dilindungi serta diinisiasi dengan upacara yang resmi. Gereja saya misalnya, Gereja Katolik, hanya mengakui sah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan apabila disahkan dalam upacara pernikahan sesuai dengan aturan Gereja. Semua agama berharap hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan dilaksanakan dalam bentuk yang diridai Tuhan.

Negara pun amat berkepentingan. Dalam masyarakat pra-modern, negara dan agama belum terpisah tajam. Namun pada zaman sekarang, di mana dalam suatu negara, misalnya NKRI, hidup orang dengan keyakinan beragama yang berbeda, negara sudah lama menetapkan undang-undang tentang perkawinan yang diakui sah di negara itu. Karena negara merupakan penetap dan penjamin hukum, suatu perkawinan hanya sah apabila sah menurut hukum yang berlaku dalam suatu negara.

Perkawinan sah menjadi kepentingan negara karena dua alasan. Alasan pertama adalah jaminan keturunan. Karena keturunan hanya bisa dihasilkan dari hubungan laki-laki dengan perempuan, hubungan itu perlu dilindungi. Dan karena anak yang lahir hanya akan menjadi manusia utuh kalau dia selama kurang-lebih 20 tahun menjadi dewasa dalam lingkungan sosial yang stabil, dengan acuan pada ayah dan ibu, maka negara amat berkepentingan agar orang tua--yang akan mendapat anak lagi--membentuk persatuan yang stabil. Persatuan itu disebut keluarga. (Karena pertimbangan ini, menjadi jelas juga mengapa tuntutan agar hubungan sejenis diberi kedudukan sama dengan hubungan beda jenis tidaklah masuk akal. Tanpa perlu masuk ke wilayah moralitas pun, sudah jelas bahwa--berbeda dengan hubungan keluarga beda jenis--negara tidak berkepentingan atas hubungan sejenis. Negara melindungi keluarga karena berkepentingan melindungi keturunannya.)

Alasan kedua adalah eksplosivitas seksualitas manusia. Kalau dibiarkan dilaksanakan secara anarkistik, bisa terjadi segala macam konflik dan kekacauan. Karena itu, realisasi kekuatan dahsyat yang namanya seksualitas diatur oleh semua masyarakat di dunia, tanpa kecuali.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Undang-Undang Perkawinan RI menetapkan bahwa upacara perkawinan menurut agama otomatis diakui juga sebagai upacara negara. Artinya, orang yang kawin sah menurut agama sekaligus dicatat sudah kawin sah juga oleh negara, meskipun agama bukanlah negara. Ketetapan ini sangat tepat dalam negara Pancasila, yang melihat religiositas masyarakat sebagai nilai yang perlu dijunjung tinggi.

Sayang, UU Perkawinan itu sendiri sejak semula sudah mengotori niatnya sendiri dengan membatasi perkawinan pada lima (sekarang: enam) agama "yang diakui". Dengan demikian, selama 40 tahun undang-undang ini membuat sebagian masyarakat tidak dapat menikah secara sah. Apa itu penganut agama di luar yang lima itu, apakah itu--lebih memalukan lagi--agama-agama asli (seperti Marapu atau Kaharingan), mereka tidak dapat menikah secara sah karena pernikahan menurut agama/kepercayaan/adat mereka tidak diakui negara, dan anak-anak mereka secara hukum adalah anak tidak sah. Jelas, undang-undang ini cacat berat, memalukan, dan menggerogoti Pancasila karena menistakan sebagian warga bangsa berdasarkan keyakinan religius mereka.

Lagi pula, kalaupun agama-agama hanya mengakui suatu perkawinan sah di hadapan Tuhan apabila dilakukan sesuai dengan aturannya, tidak berarti bahwa negara boleh memaksa orang menikah menurut suatu agama. Urusan akhirat bukan urusan negara. Agama, misalnya agama saya, memang mendesak umatnya untuk tidak menikah beda agama. Betul juga bahwa perbedaan dalam keyakinan beragama bisa menambah risiko kegagalan suatu perkawinan. Tapi itu tidak berarti bahwa negara boleh memaksa orang Katolik kawin menurut agama Katolik. Paksaan dalam hal agama tanpa kecuali harus ditolak. Kalau orang memang mau kawin tidak menurut aturan agamanya, negara wajib memungkinkan perkawinan itu. Segenap warga berhak kawin, entah dari sudut agama yang bersangkutan dianggap sah atau tidak.

Karena itu, dapat diharapkan bahwa pengajuan uji materi ke Mahkamah Konstitusi untuk Pasal 1 ayat 2 UU Perkawinan 1974 ditanggapi oleh MK dengan penjelasan resmi bahwa ketetapan "perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan" tidak berarti bahwa "perkawinan hanya sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan", apalagi tidak "hanya menurut hukum enam agama yang diakui". Keagamaan sepasang orang boleh didukung, tapi tidak boleh dikontrol oleh negara. Tentu, orang harus dapat kawin juga di luar konteks agama.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Viral Anak SD Umur 10 Tahun Menikah di Madura, Berikut Aturan Batas Usia Pengantin Menurut UU

3 November 2023

Seorang mahasiswi berdemonstrasi sambil membawa poster bertuliskan
Viral Anak SD Umur 10 Tahun Menikah di Madura, Berikut Aturan Batas Usia Pengantin Menurut UU

Viral di medsos pasangan pengantin anak SD di Madura berusia 10 tahun dikabarkan menikah. Bagaimanakah aturan usia pengantin menurut UU yang berlaku?


Viral PNS Pria Boleh Poligami, PNS Perempuan Boleh Poliandri?

10 Juni 2023

Ilustrasi PNS atau ASN. Shutterstock
Viral PNS Pria Boleh Poligami, PNS Perempuan Boleh Poliandri?

PNS pria boleh poligami sudah diatur di UU Perkawinan. Bagaimana PNS Perempuan? Boleh poliandri?


Begini Aturan soal ASN Pria Boleh Poligami dan Perempuan Tak Boleh Jadi Istri Kedua

10 Juni 2023

Ilustrasi Korpri atau PNS atau ASN. Shutterstock
Begini Aturan soal ASN Pria Boleh Poligami dan Perempuan Tak Boleh Jadi Istri Kedua

Bagaimana sebenarnya aturan soal poligami bagi ASN yang viral di sosial media?


Soal ASN Boleh Poligami, Plt Kepala BKN: Yang Masalah Kenapa Kalau Perempuan PNS Jadi Istri Kedua Diberhentikan

9 Juni 2023

Ilustrasi PNS atau ASN. Shutterstock
Soal ASN Boleh Poligami, Plt Kepala BKN: Yang Masalah Kenapa Kalau Perempuan PNS Jadi Istri Kedua Diberhentikan

Soal ASN pria boleh poligami menurut Plt Kepala BKN Bima Haria Wibisana sudah diatur di UU Perkawinan. Yang ramai aturan untuk ASN wanita.


Mengenal Istilah Nikah Siri dan Ketentuannya Menurut MUI dan UU Perkawinan

5 Maret 2023

Ilustrasi cincin kawin. shutterstock.com
Mengenal Istilah Nikah Siri dan Ketentuannya Menurut MUI dan UU Perkawinan

Maraknya nikah siri di masyarakat membuat MUI menetapkan fatwa mengenai nikah di bawah tangan untuk dijadikan pedoman. Begini bunyinya.


Politikus PKS Anggap Pengesahan Pernikahan Beda Agama Pembangkangan Konstitusi

1 Desember 2022

Ilustrasi pernikahan. (Pixabay.com)
Politikus PKS Anggap Pengesahan Pernikahan Beda Agama Pembangkangan Konstitusi

Bukhori mengaku khawatir dengan munculnya pemikiran yang membenarkan pernikahan beda agama dengan dalih HAM dan kemaslahatan.


Penjelasan Mahfud Md Soal Pidana LGBT Masuk Rancangan KUHP

20 Mei 2022

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD melakukan tanya jawab dengan awak media di kantornya, Jakarta, 25 Februari 2020. Tempo/Friski Riana
Penjelasan Mahfud Md Soal Pidana LGBT Masuk Rancangan KUHP

Mahfud Md menyampaikan bahwa aturan pidana berkaitan dengan LGBT sudah masuk RKUHP.


Setara Institute: Negara Tidak Bisa Atur Pernikahan Beda Agama

10 Maret 2022

Halili - Direktur Riset Setara Institute
Setara Institute: Negara Tidak Bisa Atur Pernikahan Beda Agama

Pernikahan beda agama dianggap sebagai urusan pribadi yang membuat negara tak bisa beralasan untuk menolak pencatatan.


Draf RUU PKS Berubah, Baleg DPR Sebut Jalan Tengah Ekstrem Kiri dan Kanan

8 September 2021

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya ditemui di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Jumat, 21 Agustus 2020. TEMPO/Budiarti Utami Putri.
Draf RUU PKS Berubah, Baleg DPR Sebut Jalan Tengah Ekstrem Kiri dan Kanan

Seorang narasumber Tempo menyebutkan, perubahan draf RUU PKS ini merupakan strategi agar tarik-menarik pembahasannya tak terlalu alot.


Siapakah yang Boleh Mengajukan Dispensasi Kawin?

23 Agustus 2021

Ilustrasi palu sidang pengadilan. legaljuice.com
Siapakah yang Boleh Mengajukan Dispensasi Kawin?

Apakah dispensasi kawin itu? Beginilah penjelasannya serta persyaratannya.