Pemilihan presiden 2014 yang hanya diikuti dua pasangan calon presiden-wakil presiden patut disyukuri. Ini artinya pertarungan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya berlangsung satu putaran. Selain mengurangi ketidakpastian, pemilu satu putaran akan menghemat waktu dan biaya.
Negara bisa menghemat lebih dari Rp 2 triliun bila tak harus menggelar pemilihan putaran kedua. Pada masa ekonomi sulit seperti sekarang, sisa anggaran itu amat besar manfaatnya dan bisa digunakan untuk mendorong perekonomian, misalnya dengan pembangunan infrastruktur.
Pemilihan yang hanya diikuti dua pasangan calon ini juga akan memudahkan rakyat mendalami rekam jejak para calon presiden serta gagasan mereka untuk memajukan negara ini. Sayangnya, sampai kini kita masih belum mendengar program-program mereka untuk memakmurkan negeri ini. Yang ada sekarang cuma kegaduhan politik tentang bagi-bagi kursi menteri dan koalisi. Padahal tantangan Indonesia cukup berat, misalnya tahun depan pasar ASEAN sudah menjadi satu. Hal ini berarti barang dari negara ASEAN bebas masuk Indonesia tanpa pajak dan bisa memukul industri dalam negeri.
Yang juga merisaukan, dalam beberapa pekan terakhir rakyat disuguhi tontonan tak sehat: kampanye hitam. Para pendukung calon presiden saling serang dengan menghalalkan segala cara. Contoh paling aktual adalah serangan hitam terhadap Joko Widodo, calon presiden yang diusung PDIP, NasDem, PKB, dan Hanura. Serangan itu berupa iklan dukacita kematian Jokowi. Dalam iklan itu digambarkan Jokowi beragama dan berlatar belakang suku yang bertentangan dengan fakta sebenarnya. Tak hanya dipasang di media nasional, iklan ini juga disebar di media sosial. Tujuannya jelas, melontarkan fitnah dengan harapan melahirkan sentimen negatif dalam masyarakat.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu sejatinya sudah memberi pagar agar peserta pemilu berkompetisi secara sehat dan menjauhi kampanye hitam. Pasal 86 ayat 1, misalnya, menyebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan atau peserta pemilu lain. Badan Pengawasan Pemilihan Umum seharusnya memberikan sanksi.
Bertarung secara fair dan santun semestinya menjadi harga mati bagi para calon presiden dan wakil presiden. Mereka harus mengingatkan para tim suksesnya agar tak melakukan praktek kotor itu. Para pemilih juga sudah semakin cerdas, fitnah tak akan mempan membujuk mereka.
Para calon presiden dan wakil presiden selayaknya berfokus pada adu berbagai program yang mumpuni. Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan seusai pemilu, seperti membenahi infrastruktur, mengurangi angka kemiskinan, dan membuat Indonesia tetap bisa bersaing di pasar ASEAN. Perdebatan yang logis dan penuh argumentasi akan dinantikan rakyat.
Pemilihan presiden ini akan mengubah konfigurasi politik Indonesia. Rakyat tak ingin "membeli presiden dalam karung". Rakyat menginginkan pemilu yang sehat. Sebab, siapa pun yang terpilih, hakikatnya pemenangnya adalah pemimpin untuk semua.