Bukan cerita baru, sebenarnya, bahwa kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II mengecewakan. Evaluasi terbaru Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan menyatakan sepuluh kementerian memiliki rapor merah pada triwulan pertama tahun ini. Rapor ini menegaskan bahwa tak ada perbaikan berarti di tubuh pemerintahan selama ini.??
Sejak tahun pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sudah ada satu-dua menteri yang nilainya jeblok. Pada akhir tahun, kedua jumlah itu melonjak menjadi lima. Tahun berikutnya bertambah menjadi enam kementerian. Unit Kerja Presiden bahkan menggarisbawahi bahwa separuh menteri belum melaksanakan perintah presiden dengan baik.??
Pemerintah semestinya terlecut oleh penilaian tersebut. Kabinet harus segera berbenah. Presiden, bila perlu, mengganti menteri yang tak becus. Tapi, pada lima tahun kedua pemerintahannya, Yudhoyono justru tak kunjung menunjukkan kepemimpinannya yang kuat. Salah urus departemen malah bertambah menjelang akhir masa kepresidenannya kini.??
Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Tenaga Kerja, misalnya, mendapat rapor merah tahun ini. Sebelumnya, ada Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pendidikan, serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.??
Presiden boleh saja menyebut kinerja buruk itu akibat konsentrasi para menteri yang terbagi sejak pemilu legislatif yang lalu. Menteri dari partai lebih aktif berkampanye untuk partainya ketimbang mengurus tugas dan kewajibannya di kementerian. Tapi merosotnya performa mereka tersebut jelas tak lepas dari lemahnya pengawasan dari sang atasan.??
Sejak memenangi pemilu, harus diakui, Yudhoyono telah mengkapling posisi menteri untuk partai-partai pendukung pemerintahannya. Langkah tersebut tentu sangat disayangkan. Dalam periode kedua pemerintahannya, Yudhoyono semestinya tak menyia-nyiakan kesempatan membentuk kabinet berdasarkan prinsip meritokrasi, bukan malah kembali ke politik dagang sapi seperti periode pertama.??
Akibat yang harus ditanggung kini jelas terasa. Ada beberapa kementerian yang dijadikan mesin uang bagi sejumlah partai politik lantaran sang menteri berasal dari partai tersebut. Ada pula beberapa departemen yang praktis tak banyak berkutik lantaran diacak-acak kasus besar. Ada lagi kementerian yang hanya sibuk berwacana dan menjaga pencitraan ketimbang bekerja.??
Dengan konsekuensi itu, sejak awal semestinya Presiden memberi pengawasan intensif terhadap kiprah menteri dari orang-orang partai, bukan cuma mengeluhkannya. Ia juga harus bisa menggenjot kinerja anak buahnya itu. Mereka, misalnya, tak bisa seenaknya mangkir dari sidang kabinet. Mereka mutlak harus menomorsatukan urusan negara. ??
Pengawasan, audit kinerja, sekaligus penerapan sanksi tegas tersebut diperlukan agar para pelanggan rapor merah itu tak terus-menerus menjadi benalu bagi rakyat.