Sungguh aneh sikap pemerintah DKI Jakarta serta Kementerian Pemuda dan Olahraga soal proyek mass rapid transit (MRT). Dua lembaga ini sibuk berkukuh dengan pendapat masing-masing ihwal pembongkaran Stadion Lebak Bulus, yang akan dijadikan stasiun dan depo MRT. Akibatnya, pembangunan megaproyek MRT molor.
Jakarta butuh MRT. Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo maupun pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, jelas sangat paham bahwa moda transportasi massal itu merupakan solusi yang tak bisa ditawar. Pertumbuhan panjang jalan di Jakarta tak sebanding dengan lonjakan jumlah penduduk dan kendaraan pribadi. Kemacetan di Jakarta sudah semakin kusut.
MRT merupakan salah satu solusi masalah itu. Sayangnya, pembangunan proyek MRT, yang untuk tahap pertama mengambil rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia, masih saja menghadapi kendala. Salah satu aral yang membuat proyek ini molor panjang adalah belum turunnya rekomendasi Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk membongkar Stadion Lebak Bulus, yang akan dijadikan stasiun dan depo. Sesuai dengan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, alih fungsi prasarana olahraga milik pemerintah harus seizin Menteri Olahraga.
Masalahnya, Menteri Roy berkukuh tidak mengizinkan pembongkaran, karena belum ada pengajuan izin disertai jaminan akan dibangunnya lapangan pengganti dari pemerintah DKI. Sebagian kalangan menilai alasan ini masuk akal karena, sebelumnya, Jakarta pernah kehilangan Stadion Menteng, yang berganti rupa menjadi taman, tanpa pengganti. Namun sikap keras Menteri Olahraga ini jelas menjadi penghambat rencana Jakarta menata sarana transportasi massal.
Tanpa masalah ini pun pembangunan MRT sudah tertunda dari jadwal.
MRT sebenarnya ditargetkan rampung dibangun pada 2016. Munculnya persoalan-persoalan baru diperkirakan akan membuat target pembangunan MRT tak tercapai atau mundur menjadi 2018.
Menteri Roy dan Basuki seharusnya tak perlu "berperang" dan pasang tensi tinggi soal MRT. Mereka bisa duduk bersama, mencari solusi terbaik. Sebab, sebenarnya pemerintah DKI Jakarta sudah menyiapkan Taman Bersih, Manusiawi, dan Berwibawa (BMW) di Papango, Tanjung Priok, Jakarta Utara, sebagai stadion pengganti.
Lambannya birokrasi DKI Jakarta juga menjadi biang keterlambatan. Ini tugas Basuki untuk membereskannya. Apa sulitnya pemerintah DKI segera menunjukkan sertifikat lahan serta masterplan pembangunan stadion-seperti yang diminta Menteri Roy?
Jakarta sangat membutuhkan kearifan dua pejabat ini. Mereka mesti sama-sama membuat terobosan untuk mempercepat pembangunan MRT. Menteri Olahraga seharusnya berani mempercepat pengeluaran surat izin pembongkaran Stadion Lebak Bulus karena proyek MRT ini jelas-jelas didukung dan didanai pemerintah pusat. Sebagai jaminan bahwa tak akan terjadi tragedi Stadion Menteng jilid II, Basuki juga bisa menunjukkan jadwal pembangunan Stadion BMW. Jika perlu, perjanjian kedua lembaga itu diteken di depan publik, diliput banyak media, sehingga masyarakat bisa ikut mengawasi.