Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bangsa

Oleh

image-gnews
Iklan
SEBUAH bangsa terbentuk, sebuah bangsa pecah, dan kita jarang bertanya untuk apa. Syahdan, pernah ada sebuah negeri, Yugoslavia namanya. Sekitar 12 juta manusia tinggal di wilayah di sudut tenggara Eropa itu. Pada mulanya ia terbentuk dari gabungan kerajaan orang Serbia, Kroasia, dan Slovenia, setelah Imperium Austro-Hungaria runtuh di tahun 1918. Kemudian ia disebut Yugoslavia. Negeri ini mula-mula dirundung oleh sengketa. Kemudian datang seorang kuat dan gagah. Ia disebut "Tito". Tito mengambil alih pemerintahan setelah ia menang perang gerilya melawan pendudukan Nazi Jerman. Ia seorang komunis, tapi yang aneh dan pasti berani. Sejak tahun 1948 ia tidak hendak tunduk kepada titah Moskow, yang waktu itu mengontrol partai komunis seluruh dunia. Sejak itu Yugoslavia jadi semacam kekuatan kecil tersendiri yang membanggakan independensinya, dan mungkin sebab itu terasa utuh, padu, kuat, namun luwes, seperti sapu lidi. Tapi Tito wafat di tahun 1980. Sepuluh tahun kemudian partai komunis yang memonopoli kekuasaan semakin tak berdaya memegang tampuk. Tak ada lagi orang kuat tempat mereka biasa bergantung. Suh sapu lidi itu lepas. Dengan cepat Yugoslavia pun terkeping-keping. Dengan cepat kita pun bingung. Nyaris di tiap musim panas lahir satu republik baru. Berapa sudah yang terbentuk di sana? Timothy Garton Ash, dalam sebuah tulisan untuk The New York Review of Books, pertengahan Januari ini menulis: "Jika tuan lihat peta politik Eropa sekarang, tuan mungkin akan menyimpulkan bahwa di bekas Yugoslavia itu ada empat negara…. Tapi kenyataan di lapangan, kini menjadi sekurang-kurangnya sembilan potong." Dalam proses satu-menjadi-sembilan-potong itu, sekitar 200.000 orang terbunuh dengan bengis. Tulis Timothy Gaston Ash: "Mata mereka dicongkel, leher mereka ditebas dengan pisau berkarat, perempuan diperkosa sengaja karena suku bangsanya, laki-laki dijejali kemaluan yang telah dipotong." Lebih dari dua juta manusia yang dulu disebut orang Yugoslav diusir dari rumah mereka oleh manusia yang dulu juga disebut orang Yugoslav. Bagi penulis Ash, seorang penulis Inggris yang tampak capek memikirkan apa yang terjadi, akhirnya tinggal satu jalan: negeri itu harus dikerat-kerat. Biarkan di wilayah bekas Yugoslavia itu berdiri sejumlah negara-bangsa yang kecil, dan masing-masing diisi oleh kelompok etnis yang tunggal. Journeys end in haters parting—tulis Ash mengutip Shakespeare. Bila orang benar-benar tak dapat hidup bersama dalam damai, katanya, lebih baik mereka hidup berpisah. Tetapi siapa pun tahu resep itu tidak gampang, sebab sejumlah pertanyaan dasar tidak terjawab: ketika seseorang tidak boleh tinggal dan jadi warga republik Y hanya karena ia berdarah X, seluruh argumen demokrasi goyah. Toh orang itu tidak pernah bermaksud punya darah X. Dan kalau ia menolak, karena ia lahir di sana dan mencintai tempat itu, apa yang harus dilakukan terhadapnya? Sampai seberapa jauh sebuah negeri bisa berpisah-pisah, sampai berapa banyak? Kita tak akan tahu. Sebuah bangsa ("nasion") adalah sebuah komunitas yang digagas, sebuah kebersamaan yang dianggit—sebuah imagined community, dalam kata-kata Ben Anderson yang tersohor. Sebuah bangsa tak dibentuk oleh Tuhan, tidak dilahirkan oleh alam. Ia adalah hasil dari kebetulan sejarah. Dari kebetulan itu, satu komunitas (misalnya "Indonesia") pun disusun oleh sejumlah manusia yang mampu mengumandangkan gambaran bahwa yang kebetulan itu bukan kebetulan, yang anggitan itu bukan sekadar gagasan, bahwa sebuah bangsa jadi satu bangsa karena suratan takdir. Itulah cerita nasionalisme. Nasionalisme adalah suatu seleksi untuk apa saja yang diingat dan yang dilupakan. "Indonesia", sebagai suatu bangsa, lahir melalui seleksi itu: kita "teringat" akan "keagungan Majapahit", dan pada saat yang sama kita "terlupa" akan (untuk memakai kata yang dipilih oleh Takdir Alisyahbana dalam Polemik Kebudayaan di tahun 1930-an) zaman "pra-Indonesia"—yakni zaman ketika kita masih belum melepaskan diri dari ikatan tradisi dan kesetiaan lokal, dari "kedaerahan". Nasionalisme adalah sebagian dari impian kemajuan, sebuah proyek modernitas. Tetapi tak selamanya begitu agaknya. Ada yang sedikit berbeda antara nasionalisme awal abad ini dan nasionalisme yang berkecamuk sekarang. Jika kita mengikuti uraian Zaki Ladi dalam A World Without Meaning (terjemahan atas Un Monde Prive de Sens), nasionalisme pasca-Perang Dingin punya dua ciri. Yang pertama, "anti-universalis": nasionalisme ini tak punya tujuan akhir yang yakin akan bisa diterima oleh kelompok lain. Nasionalisme ini tak menggagas sesuatu yang bisa dianggap sah oleh orang Aceh atau pun Minang, Arab ataupun Makasar. Ia "anti-universalis": meyakini bahwa yang dirayakan kaum Muslimin tidak bisa dirayakan kaum Nasrani, yang dikibarkan orang Dayak tidak untuk orang Keling. Nasionalisme ini juga "tak akan terpuaskan"—dan itulah cirinya yang kedua. Ia lebih berdasarkan apa yang disebut Freud sebagai "narsisme perbedaan kecil". Ia mengangkat tinggi segala hal yang memisahkan kita dari orang lain yang di dekat kita. Ia menegaskan—dan dengan demikian "menuntut"—identitas. Tetapi, kata Ladi, ada kesenjangan antara "tuntutan akan identitas" dan "suplai identitas". Suplai ini hanya dapat diekspresikan lewat medium negara-bangsa. Kesenjangan itu tak terelakkan karena tak ada bukti bahwa sebuah negara-bangsa, setelah ia ditegakkan, akan bisa sepenuhnya memenuhi tuntutan akan identitas. Tuntutan itu terlampau kompleks, tulis Ladi, bagi medium itu. Ladi tak menjelaskan kenapa. Barangkali karena dengan terus-menerus menampik yang-universal, semua pertalian dengan orang lain cenderung dianggap hanya bikinan. Padahal sebuah identitas sebetulnya juga hanya sebuah formulasi, hanya sebuah proyek. Di Yugoslavia, proyek itu berdarah. "Narsisme perbedaan" menular cepat, dan satu negeri menjadi sembilan peperangan. Nasionalisme akhir abad ke-20: mereka membaca dan menafsir identitas sendiri, dan tak sadar bahwa membaca dan menafsir selalu dalam keadaan salah baca dan salah tafsir. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Gibran Janji Beri Perhatian Khusus Daerah Padat Penduduk: Seperti Muara Baru

55 detik lalu

Calon Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka blusukan ke Rusun Muara Baru, Jakarta Utara, Rabu, 24 April 2024. Sebelumnya, KPU menetapkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Penetapan dilakukan usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutus sengketa hasil pemilu. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Gibran Janji Beri Perhatian Khusus Daerah Padat Penduduk: Seperti Muara Baru

Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka menyebut daerah padat penduduk mendapatkan atensi khusus dari pemerintah.


Asal Usul Munculnya Kabar Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

4 menit lalu

Presiden RI Joko Widodo bersama Menhan Prabowo Subianto saat menghadiri Rapat Pimpinan TNI-Polri Tahun 2024 di Markas Besar (Mabes) TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu 28 Februari 2024. TEMPO/Subekti
Asal Usul Munculnya Kabar Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Gerindra menepis kabar kerenggangan hubungan antara Jokowi dan Prabowo Subianto. Lantas, darimana munculnya kabar tersebut?


Mengenal Jakarta Elektrik PLN, Klub yang Ingin Mengembalikan Reputasinya sebagai Ratu Proliga

6 menit lalu

Jakarta Elektrik PLN.
Mengenal Jakarta Elektrik PLN, Klub yang Ingin Mengembalikan Reputasinya sebagai Ratu Proliga

Jakarta Elektrik PLN berhadapan dengan Jakarta Livin Mandiri pada pekan pertama Proliga di GOR Amongrogo, Yogyakarta pada 26 April 2024


KKP Tangkap Kapal Malaysia Pencuri Ikan yang Tercatat sudah Dimusnahkan tapi Masih Beroperasi

12 menit lalu

Penenggelaman dua kapal ikan asing pelaku pencurian ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Kotaraja Lampulo, Aceh, Kamis 18 Maret 2021. ANTARA/HO-KKP
KKP Tangkap Kapal Malaysia Pencuri Ikan yang Tercatat sudah Dimusnahkan tapi Masih Beroperasi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap kapal pencuri ikan berbendera Malaysia. Kapal itu tercatat sudah dimusnahkan tapi masih beroperasi


Catatan Momen Penting Ernando Ari Bantu Timnas U-23 Indonesia Lolos ke Semifinal Piala Asia U-23 2024

13 menit lalu

Ekspresi dari penjaga gawang Timnas U-23 Indonesia Ernando Ari Sutaryadi usai menepis penalti dari pesepak bola Timnas U-23 Korea Selatan pada babak perempat final Piala Asia U-23 2024 di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar, Jumat 26 April 2024. Indonesia memastikan lolos semifinal usai menang adu penalti dengan skor akhir 11-10, dimana sebelumnya kedua tim bermain imbang 2-2. ANTARA FOTO/HO-PSSI
Catatan Momen Penting Ernando Ari Bantu Timnas U-23 Indonesia Lolos ke Semifinal Piala Asia U-23 2024

Ernando Ari turut berperan penting dalam kesukseskan timnas U-23 Indonesia lolos ke semifinal Piala Asia U-23 2024.


Sheila On 7 Gelar Tur di 5 Kota, Ini Tips War Tiketnya

20 menit lalu

Vokalis grup musik Sheila on 7, Duta Modjo saat tampil pada konser musik Pestapora 2023 di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta, Jumat, 22 September 2023. Dalam penampilannya Sheila on 7 membawakan lagu andalannya seperti Tunjukan Padaku, Film Favorit, Radio, Hari Bersamanya, dan Saat Aku Lanjut Usia. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Sheila On 7 Gelar Tur di 5 Kota, Ini Tips War Tiketnya

Sheila on 7 akan mengadakan konser di 5 kota di Indonesia. Penggemarnya datang dari berbagai kalangan. berikut kiat war tiket.


Disingkirkan Timnas Indonesia Lewat Adu Penalti, Asisten Pelatih Korea Selatan: Kami Tidak Beruntung

21 menit lalu

Asisten pelatih Timnas U-23 Korea Selatan, Myung Jae-yong di Piala Asia U-23 2024. Doc. AFC.
Disingkirkan Timnas Indonesia Lewat Adu Penalti, Asisten Pelatih Korea Selatan: Kami Tidak Beruntung

Asisten pelatih Timnas U-23 Korea Selatan, Myung Jae-yong, mengakui para pemainnya tak beruntung saat kalah adu penalti melawan Indonesia.


Detik-detik Adu Penalti Timnas U-23 Indonesia vs Korea Selatan yang Bikin Jantungan Penonton

25 menit lalu

Suporter Indonesia memberi dukungan saat pertandingan  Timnas U-23 Indonesia melawan Timnas U-23 Korea Selatan pada babak perempat final Piala Asia U-23 2024 di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar, Jumat 26 April 2024.. Timnas U-23 Indonesia lolos ke semifinal Piala Asia U-23 setelah mengalahkan Korea Selatan melalui adu pinalti dengan agregat 11-10, setelah sebelumnya bermain imbang dengan skor 2-2. ANTARA FOTO/HO-PSSI
Detik-detik Adu Penalti Timnas U-23 Indonesia vs Korea Selatan yang Bikin Jantungan Penonton

Timnas U-23 Indonesia kembali mencetak sejarah usai maju ke babak semifinal Piala Asia U-23 2024 dengan menyingkirkan Korea Selatan lewat adu penalti.


Gibran Ajak Perusahaan Sepatu Lokal Bantu Siswa Kurang Mampu

28 menit lalu

Wapres Terpilih Gibran Rakabuming Raka masih hadir di kantor Wali Kota Solo di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis, 24 April 2024, usai penetapan oleh KPU kemarin. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Gibran Ajak Perusahaan Sepatu Lokal Bantu Siswa Kurang Mampu

Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menggandeng perusahaan sepatu lokal membantu siswa kurang mampu dengan memberikan alas kaki sekolah.


Analisis Peran dan Statistik Rafael Struick saat Timnas U-23 Indonesia Lolos ke Semifinal Piala Asia U-23 2024

29 menit lalu

Selebrasi Rafael Struick setelah mencetak gol kedua dalam perempatfinal AFC U-23, Korea Selatan vs Indonesia, Jumat dinihari WIB, 26 April 2024. Cuplikan TVN
Analisis Peran dan Statistik Rafael Struick saat Timnas U-23 Indonesia Lolos ke Semifinal Piala Asia U-23 2024

Rafael Struick tampil mencorong saat Timnas U-23 Indonesia lolos ke semifinal Piala Asia U-23 2024 dengan mengalahkan Korea Selatan.