Pertempuran antara kelompok Hamas dan tentara Israel sepekan terakhir telah menjadi siklus tragedi yang tak pernah usai. Hingga kemarin, 172 warga Gaza tewas tanpa dunia bisa mencegahnya. Berharap Dewan Keamanan PBB bertindak dan memberikan solusi pun nyaris mustahil.
Solusi konflik hampir tak mungkin karena ketegangan ini telah berkembang begitu rupa tanpa satu pihak pun mau mundur. PM Israel Benyamin Netanyahu adalah sosok konservatif dan keras. Ia berbeda dengan pendahulunya yang membuka ruang lebih longgar untuk berunding.
Sebaliknya, pihak Palestina pun tak satu suara menyikapi ketegangan. Faksi Hamas sulit dikontrol oleh otoritas Palestina. Jangankan berunding dengan Israel, membicarakan solusi damai dengan sesama Palestina pun sulit. Tapi, melihat ketegangan yang kian memuncak dan korban yang terus berjatuhan, tak ada pilihan, perundingan menuju gencatan senjata, setidaknya untuk sementara, harus dilakukan.
Tanpa upaya berunding, tragedi Pembantaian Gaza 2008 bakal berulang. Tragedi itu dimulai pada 28 Desember 2008, saat Israel menggempur Gaza lewat serangan udara dan darat selama 22 hari. Dalam operasi militer bersandi Operation Cast Lead itu, 1.417 warga Palestina tewas. Pembantaian hanya berhenti ketika dunia internasional serempak turun tangan.
Kali ini, dunia tak boleh menunggu hingga korban jatuh begitu banyak seperti pada 2008. Tekanan internasional harus terus dilakukan, tapi tak cukup hanya mengandalkan seruan Dewan Keamanan PBB yang baru saja dikeluarkan. Seruan itu terlalu lunak karena tak bersifat mengikat, apalagi mengandung sanksi bagi Israel.
Seruan itu hanya akan efektif bila Dewan Keamanan bertindak lebih serius. Melihat gentingnya situasi, semestinya Dewan menggelar sidang darurat dan membahas resolusi dengan sanksi mengikat bagi Israel.
Memang, ada kemungkinan resolusi diganjal veto oleh Amerika Serikat. Tapi menggelar sidang darurat adalah sinyal penting untuk dunia bahwa kondisi di Palestina sudah luar biasa mencemaskan. Apa yang terjadi di Gaza sekarang bukan hanya perang demi pengakuan keberadaan negara Palestina, melainkan juga tragedi kemanusiaan.
Sekarang pula saatnya negara-negara Timur Tengah bersikap lebih tegas. Ini tidak mustahil dilakukan. Pada 2012, dunia internasional dan komunitas negara Timur Tengah yang dipimpin Mesir berhasil memaksakan gencatan senjata.
Keberhasilan itu juga didorong oleh desakan lembaga dan organisasi kemanusiaan dunia. Salah satu faktor keberhasilan tercapainya gencatan senjata adalah menempatkan isu Palestina bukan hanya sebagai isu politik, melainkan juga isu kemanusiaan.
Tentu saja gencatan senjata bukanlah solusi akhir. Siklus tragedi Palestina terjadi karena sampai sekarang Israel dan negara-negara pendukungnya tak pernah mau mengakui keberadaan Palestina yang merdeka dan berdaulat. Selama pengakuan itu tak pernah mereka berikan, tragedi Palestina akan terus berulang. Merekalah yang sesungguhnya bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan ini.