Amblesnya penghubung antara jalan dan jembatan Kali Comal di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, merupakan potret buruk infrastruktur kita. Jembatan tua ini minim perawatan dan kondisi itu dibiarkan berlarut-larut.
Oprit, atau penghubung antara jalan dan Jembatan Comal sisi utara, diketahui ambles sejak pertengahan Juni lalu. Oprit jembatan rusak akibat banjir bandang Kali Comal pada awal Februari silam. Entah mengapa perbaikannya hanya ala kadarnya. Jembatan cuma ditambal dengan aspal hot mix. Ternyata oprit itu kembali ambles pada awal Juli lalu, dan kondisinya semakin memburuk. Sejak Selasa pekan lalu, oprit di sisi barat jembatan ambles sekitar 20 sentimeter secara merata pada dua Jembatan Comal. Jembatan itu pun ditutup total.
Itulah kado pahit bagi para pemudik tahun ini. Akibatnya, mereka harus memutar hingga 30 kilometer. Jika tetap nekat melalui Jembatan Comal, kemacetan panjang bakal menghantui. Maklum, meski perbaikan dikebut dan bakal dioperasikan secara darurat mulai Kamis ini, Jembatan Comal hanya bisa dilalui kendaraan ringan. Laiknya dalam kondisi darurat, kendaraan bermotor tak mungkin dipacu kecepatannya.
Bertahun-tahun kita selalu "terpenjara" oleh kerusakan jalan di Pantai Utara Jawa. Padahal, setiap tahun pemerintah mengeluarkan anggaran lebih dari Rp 1 triliun untuk perbaikan jalan di jalur Pantura. Ini benar-benar mubazir. Pembenahan jalur itu pun terkesan hanya tambal sulam.
Khalayak bertanya-tanya mengapa pemerintah tidak pernah tuntas membenahi jalur itu jauh-jauh hari. Seharusnya infrastruktur ini dirawat setiap hari tanpa memperhitungkan datangnya Lebaran atau menunggu rusak.
Berulangnya oprit yang ambles menunjukkan bahwa Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, tidak bisa mengantisipasi akibat terburuk dari banjir bandang yang terjadi pada awal Februari lalu. Jika gara-gara banjir lalu posisi fondasi Jembatan Comal berubah karena pergerakan tanah, semestinya segera dilakukan analisis secara menyeluruh. Kementerian tak bisa mengantisipasi hal terburuk.
Pengecekan dan pemeliharaan jembatan oleh Bina Marga secara rutin menjadi kunci untuk menghindari terjadinya kerusakan jembatan yang lebih parah, seperti yang terjadi pada kedua Jembatan Comal. Analisis secara detail dan menyeluruh harus dilakukan jika ditemukan kerusakan, apa pun bentuknya. Perbaikan ala kadarnya, apalagi mencari tindakan yang paling gampang, tak patut dilakukan. Sebab, urusan jembatan menyangkut nyawa orang-orang yang lalu-lalang di atasnya.
Amblesnya oprit Jembatan Comal hendaknya menjadi momentum bagi Bina Marga untuk kembali menengok tugasnya ihwal pemeliharaan jembatan. Mereka perlu menggerakkan pegawainya di daerah untuk mengecek jembatan-jembatan yang menjadi tanggung jawabnya.
Tentu saja, pemerintah daerah, seperti provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia, juga tak boleh berpangku tangan. Sebab, selain Bina Marga, pemerintah daerah mesti mengecek dan memelihara 79 ribu jembatan yang menjadi tanggung jawab mereka. Pemerintah daerah harus bahu-membahu dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk memantau kondisi jembatan. Dengan pengecekan rutin itulah, seluruh jembatan bisa diketahui kondisinya, apakah baik, rusak ringan, sedang, ataupun berat.