Rencana presiden terpilih, Joko Widodo, merampingkan kabinet merupakan langkah tepat. Gagasan ini sering diusulkan pula pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Kabinet Indonesia Bersatu I dan II, tapi tak pernah dilaksanakan. Kini, Jokowi harus berani melakukannya demi kinerja birokrasi yang efektif sekaligus efisien.
Keinginan itu disampaikan antara lain oleh juru bicara tim Jokowi-Jusuf Kalla, Hasto Kristiyanto. Ia mengungkapkan bahwa tim yang menyiapkan kabinet Jokowi tengah mempelajari perampingan kementerian. Rencana ini sesuai dengan janji Jokowi-Kalla ketika kampanye. Selain kabinet yang ramping, pasangan ini juga menjanjikan rekrutmen menteri-menteri yang profesional.
Penyederhanaan amat penting karena kabinet sekarang, yang terdiri atas 38 menteri dan pejabat setingkat, jelas amat gemuk. Di luar mereka masih terdapat 17 wakil menteri. Banyaknya pejabat tak membuat kinerja kabinet meningkat, melainkan justru menyulitkan koordinasi. Buat apa jabatan wakil menteri bila pada setiap kementerian sudah terdapat sekretaris jenderal?
Masalahnya bukan cuma jumlah menteri dan wakil menteri yang terlalu banyak, melainkan juga struktur di kementerian yang cenderung tambun. Banyak sekali direktorat yang sekadar menghabiskan anggaran negara untuk diri mereka sendiri, bukan untuk melayani masyarakat. Penyakit ini sudah lama dideteksi. Itu sebabnya, Presiden Yudhoyono mewajibkan setiap kementerian mencanangkan program reformasi birokrasi.
Sebagian program pembenahan birokrasi itu sudah berjalan, tapi belum maksimal. Gaji para pejabat dan pegawai negeri pun sudah dinaikkan. Hanya, hingga sekarang belum ada keberanian memangkas direktorat-direktorat yang mubazir atau tumpang-tindih dengan direktorat di kementerian lain. Padahal, jika dilakukan, hal itu akan menghemat anggaran. Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Eko Prasojo, memperkirakan Rp 40-50 triliun anggaran bisa dihemat lewat perampingan birokrasi.
Perampingan bisa dilakukan lewat layanan yang serba online dan penyederhanaan prosedur. Di zaman desentralisasi, tidak seharusnya pula pemerintah pusat memegang terlalu banyak urusan. Banyak pekerjaan teknis yang bisa dilimpahkan ke pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah pusat lebih banyak berperan dalam merumuskan kebijakan dan mengawasi program.
Banyak sekali ahli bergelar doktor di kementerian yang selama ini tidak dimanfaatkan secara maksimal. Banyak pula pejabat yang berpengalaman di birokrasi disia-siakan karena tidak mendapat tempat. Mereka seharusnya dikirim ke daerah-daerah yang masih kekurangan sumber daya manusia.
Jika dipersiapkan secara baik, perampingan kementerian tak akan menimbulkan gejolak. Manfaatnya amat besar. Birokrasi akan lebih langsing dan sehat. Anggaran gaji dan pensiun yang selama ini membengkak bisa dialihkan untuk proyek infrastruktur yang berguna bagi rakyat.