Percuma saja menggelar Operasi Yustisi, atau apa pun namanya, untuk mengatasi urbanisasi. Operasi ini, meski dengan sanksi berat sekalipun, tak akan bisa menggebah para pendatang.
Sudah banyak bukti soal ini. Saban tahun pemerintah DKI Jakarta menangkapi dan mengusir para pencari kerja di Ibu Kota yang tidak memiliki kartu tanda penduduk Jakarta. Hasilnya sia-sia. Para pencari kerja dari daerah-daerah tetap datang membanjir. Jakarta, dengan perputaran ekonomi yang tinggi, bak lampu yang memikat laron-laron.
Gagal dengan Operasi Yustisi itu, kini pemerintah DKI Jakarta berencana menggelar Operasi Bina Kependudukan. Bedanya, mereka tidak lagi menangkapi orang yang tak punya KTP, melainkan hanya menghukum orang-orang yang mengganggu ketertiban, seperti mengemis atau tinggal di kolong jembatan, pinggir rel, dan bantaran sungai. Dengan kata lain, siapa pun boleh datang ke Jakarta asalkan tak melanggar ketentuan. Langkah yang diklaim "lebih tepat" itu akan digelar dengan sosialisasi, 14 hari setelah H+7 Lebaran atawa sekitar pertengahan Agustus.
Kebijakan reaktif seperti itu sia-sia belaka. Cara tersebut tak akan mampu membendung urbanisasi, yang kini menjadi tren global. Selama ini publik sudah melihat bahwa pemerintah Jakarta tak punya keberanian untuk benar-benar menegakkan aturan, walaupun mereka punya landasan kuat. Sudah ada Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, tapi tak serius diterapkan. Pengemis di jalanan dibiarkan. Pemerintah Jakarta juga kelimpungan setengah mati membersihkan bantaran sungai dari rumah-rumah liar. Operasi-operasi model ini hanya hangat-hangat tahi ayam.
Urbanisasi memang menjadi persoalan rumit tidak hanya di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, atau Medan. Masalah ini juga tidak hanya terjadi seusai Lebaran. Urbanisasi adalah fenomena yang juga terjadi di kota besar di banyak negara, seperti Tokyo, Singapura, Beijing, atau London dan kota besar dunia lainnya. Luas wilayah kota-kota besar dunia hanya 2 persen dari total permukaan bumi, namun menampung 50 persen lebih penduduk, menghabiskan 75 persen energi, dan membuat kota makin ruwet.
Urbanisasi jelas tak bisa dilawan. Yang bisa dilakukan adalah mengelolanya. Kota-kota besar seperti Tokyo, Beijing, atau London mengantisipasi urbanisasi dengan menyiapkan infrastruktur kota yang matang dan kebijakan yang komprehensif. Mereka membangun transportasi massal yang menghubungkan kota-kota satelit. Mereka juga menegakkan aturan seperti rencana tata ruang dan tata wilayah dengan ketat. Megapolitan seperti Jakarta atau Surabaya tak bisa menghadapi urbanisasi sendirian. Butuh dukungan pemerintah pusat untuk membangun transportasi massal seperti MRT (mass rapid transit) yang menghubungkan kota besar dengan kota kecil di sekitarnya.
Yang juga dibutuhkan adalah kebijakan komprehensif sehingga pembangunan dan gelegak industri tak terkonsentrasi hanya di kota-kota besar. Akibatnya, penduduk yang tinggal di kota kecil yang kurang tersentuh pembangunan dan perputaran roda ekonomi pun bermigrasi ke kota besar. Peta peruntukan kawasan di berbagai provinsi perlu ditinjau ulang.