Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama tak perlu ragu menertibkan parkir liar di Ibu Kota. Masalah ini sudah kronis dan belum ada solusi mujarab. Pemerintah daerah harus berani memberantasnya, jika perlu mengambil alih, dan diikuti dengan perbaikan layanan parkir resmi.
Bukan rahasia lagi bahwa pengelola parkir liar merasa aman karena dilindungi tentara, polisi, preman, organisasi masyarakat, maupun organisasi pemuda. Mereka kemudian setor kepada si beking hingga jutaan rupiah per bulan. Parkir liar ini muncul di banyak lokasi di Ibu Kota, seperti di Jalan Akses Marunda, Cilincing, dan di kawasan Kota Tua.
Sebagian besar parkir liar memanfaatkan badan jalan sehingga mengundang kemacetan lalu lintas. Masyarakat luas jelas tak diuntungkan. Pemerintah daerah juga dirugikan karena uang parkir masuk ke pengelola parkir liar, bukan ke kas daerah. Menurut hitungan Unit Pelaksana Teknis Parkir DKI Jakarta, pendapatan yang hilang gara-gara parkir ilegal mencapai sekitar Rp 200 miliar per tahun.
Penertiban parkir liar amat penting, bukan semata karena adanya kebocoran potensi pendapatan, tapi juga demi kelancaran lalu lintas. Banyak titik parkir ilegal yang digelar di badan jalan saat lalu lintas sedang ramai atau pada hari-hari kerja. Masyarakat juga mengeluh karena tarifnya yang tak pasti.
Pemerintah DKI perlu memberantas parkir liar karena memang melanggar Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran. Parkir tak resmi itu jelas tanpa izin pemerintah daerah. Lokasi yang dipilihnya pun sembarangan, tanpa memperhatikan lebar jalan dan volume lalu lintas.
Rencana Wakil Gubernur Basuki alias Ahok mendenda pemilik kendaraan yang memarkir sembarangan perlu didukung. Begitu pula orang-orang yang menaruh mobil atau sepeda motornya di tempat parkir tak resmi. Selama ini petugas ketertiban hanya mengempiskan ban kendaraan yang melanggar. Nah, Ahok ingin mendenda para pengendara nakal itu hingga Rp 1 juta.
Cara itu diharapkan akan membuat pemilik kendaraan kapok. Pemerintah daerah pun mendapat pemasukan dari denda parkir liar. Hanya, upaya ini harus diikuti pembenahan parkir resmi. Pemerintah daerah harus memperbanyak tempat parkir resmi, jika perlu dengan mengambil alih lokasi parkir ilegal.
Kebutuhan tempat parkir di Ibu Kota semakin besar lantaran mobilitas masyarakat semakin tinggi. Banyak pula orang yang suka meninggalkan mobil di suatu tempat dan berganti menggunakan kendaraan umum atau ojek. Di sekitar stasiun dan halte busway, masyarakat juga sering kesulitan menemukan tempat parkir. Inilah yang seharusnya diatasi oleh pemerintah daerah.
Penertiban parkir liar sungguh penting. Begitu juga tindakan tegas terhadap pengelola parkir tak resmi dan denda bagi pengguna parkir liar. Tapi pemerintah daerah wajib pula menyediakan parkir resmi yang memadai. Dengan cara ini, parkir ilegal akan tersingkir.