Perilaku Muhammad Taufik sungguh tak patut dicontoh. Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini terang-terangan mengancam akan menangkap Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik. Pernyataan ini bisa dianggap sebagai provokasi yang dapat merusak demokrasi.
Wajarlah bila Husni Kamil bersama komisioner KPU yang lain mengadukan Muhammad Taufik ke polisi. Bagaimanapun ucapan Taufik yang disampaikan di depan umum merupakan intimidasi yang serius bagi komisioner KPU, sekaligus berpotensi menggerogoti kredibilitas lembaga ini. Taufik boleh saja mengadukan balik dengan delik fitnah. Tapi sebagian ucapan Taufik yang tak pantas itu jelas tercatat oleh media massa.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerindra Jakarta itu seharusnya berhati-hati dalam bersikap. Sebagai penyokong pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, ia boleh tidak setuju dengan keputusan KPU yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden. Hanya, sikap politik ini semestinya diungkapkan secara etis.
Pernyataan Taufik disampaikan setelah kubu Prabowo-Hatta memperkarakan hasil pemilihan presiden itu ke Mahkamah Konstitusi. Dalam konferensi menjelang sidang di MK, ia mengancam akan menangkap Ketua KPU bila polisi tak segera menangkapnya. Di mata Taufik, KPU dianggap bersikap tidak adil dalam pemilihan presiden.
Sikap itu tidaklah konsisten karena pada saat yang sama kubu Prabowo-Hatta membawa kasus ini ke MK. Artinya, mereka percaya pada proses hukum. Di luar itu, juga ada sidang yang diadakan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Dewan ini berhak memberikan sanksi terhadap penyelenggara pemilu yang nakal atau melanggar kode etik.
Taufik dan para pendukung Prabowo-Hatta seharusnya menanti semua proses itu dengan sabar. Tapi mereka malah menggelar demonstrasi di sekitar gedung MK yang menimbulkan kemacetan lalu lintas. Dalam unjuk rasa ini sering pula terlontar ucapan-ucapan kasar yang ditujukan kepada komisioner KPU. Bahkan ada pihak yang mengancam akan melakukan "pengadilan rakyat" terhadap petinggi lembaga ini.
Partai Gerindra seharusnya tidak membiarkan perilaku Taufik dan kawan-kawan itu. Jika partai ini konsisten dengan tatanan demokrasi, seharusnya Gerindra memberikan sanksi keras terhadap mereka. Apalagi rekam jejak Taufik juga tidak kinclong. Ia pernah divonis hukuman 18 bulan penjara ketika menjadi Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Jakarta. Taufik dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengadaan peralatan kantor KPUD.
Sikap Gerindra ditunggu karena menyangkut komitmen partai ini terhadap demokrasi. Kalangan partai politik seharusnya tunduk pada aturan main. Mereka semestinya menghargai pula lembaga penyelenggara pemilu. Tanpa sikap ini, demokrasi akan mudah berubah menjadi anarki.
Di sinilah peran penegak hukum, termasuk kepolisian, diperlukan. Polisi harus berani mengusut politikus yang menyalahgunakan kebebasan berbicara dalam era demokrasi untuk mengintimidasi pihak lain.