Asep Purnama Bahtiar,
Dosen FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dalam peringatan Hari Antikorupsi Internasional 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak memerangi korupsi dari keluarga. Di antara agenda dalam acara peringatan tersebut adalah pembacaan naskah proklamasi antikorupsi yang memuat tiga seruan, salah satunya berjanji memerangi korupsi dari diri sendiri dan keluarga.
Menurut Bambang Widjojanto, korupsi kian meluas, merata, dan mendalam di seluruh aspek dan tingkat kehidupan masyarakat di Indonesia. Berkaitan dengan hal itu, keluarga dapat menjadi salah satu alternatif untuk membangun nilai-nilai budaya dan sikap mental yang tahan godaan dan konsisten dengan kepribadian bangsa. Dalam hal ini budaya malu bisa mulai disemaikan dan dirawat, sehingga menjadi sistem nilai-budaya dan identitas dalam kehidupannya, agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang korup.
Penguatan sistem nilai-budaya bagi keluarga ini sudah mendesak sekarang karena pengaruh perubahan sosial-budaya secara global yang semakin merasuk ke dalam kehidupan keluarga, baik di perkotaan maupun pedesaan. Sejak dekade 1990-an, ketika teknologi informasi dan komunikasi semakin berkembang dan canggih, perubahan sosial budaya pun ikut dipengaruhinya. Gaya hidup yang serba konsumtif dan hedonis mendorong masyarakat untuk berbuat dan berperilaku apa saja. Dalam pusaran globalisasi seperti ini, keluarga, sebagai unit sosial terkecil, juga terkena dampaknya.
Di samping itu, kerenggangan hubungan dalam keluarga merupakan salah satu ekses dari perubahan gaya hidup dan sistem nilai-budaya yang lebih banyak diwarnai oleh gadget dan peranti canggih teknologi informasi dan komunikasi lainnya. Perubahan sosial-budaya yang kian cepat dan ekstensif telah memecah kehidupan keluarga menjadi individu-individu yang terpisah dan terasing satu dengan yang lainnya, sehingga komunikasi dan jalinan kekeluargaan pun tidak terbangun. Akibatnya, hubungan antar-anggota dalam keluarga menjadi tidak akrab dan renggang, yang kemudian menyebabkan kontrol dan sikap saling mengingatkan untuk tetap dengan nilai-nilai dan prinsip hidup yang benar tidak mudah dilakukan.
Akibat lebih jauh dari kerenggangan hubungan dalam keluarga itu, budaya malu perlahan-perlahan mulai meluntur. Walhasil, kalau ada anggota keluarga yang melakukan perbuatan tercela, seperti korupsi, tidak dipandang sebagai kejahatan atau perbuatan yang memalukan. Lunturnya budaya malu di masyarakat dan keluarga itu menjadi lahan subur bagi praktek korupsi.
Keluarga merupakan ruang hidup pertama bagi anak-anak dalam berinteraksi dengan orang lain. Karena itu, pendidikan dini secara informal juga berlangsung dalam kehidupan keluarga-sebagai unsur dari civil society. Kebiasaan dan budaya yang berlangsung di sebuah keluarga akan mudah diserap dan ditiru oleh anak-anak hingga membentuk kepribadian dan wataknya. Dalam hal ini pula budaya malu dan nilai-nilai positif untuk membentuk integritas dan kepribadian bagi anak-anak dan orang tua serta anggota keluarga lainnya dapat diinternalisasi di dalam keluarga, sehingga mereka bisa ikut ambil peran dalam membangun nilai-nilai budaya malu guna pemberantasan korupsi di Indonesia.