Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pahlawan

image-profil

image-gnews
Iklan

Purnawan Andra, staf Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kemdikbud

Indonesia barangkali merupakan negara yang memiliki pahlawan paling banyak di dunia. Lebih dari 150 tokoh historis diberi porsi khusus dan menonjol dalam memori kolektif masyarakat. Sutomo, Kartini, atau Yos Sudarso, misalnya, adalah orang-orang yang telah secara resmi memperoleh gelar pahlawan nasional.

Para pahlawan bukan hanya menjadi subyek pembicaraan dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah, tapi juga berada dalam setiap aspek hubungan sosial kemasyarakatan. Para pahlawan hadir di sekitar kita. Jalan diberi nama seorang pahlawan. Banyak patung, monumen, ataupun memorabilia dibuat sebagai peringatan bagi para pahlawan pejuang kemerdekaan.

Eksistensi para pahlawan bukan hanya muncul dalam bentuk fisik, serupa hiasan untuk mempercantik diri, tapi juga diciptakan berbagai bentuk komunikasi melalui ritual-ritual politik. Di antaranya, upacara lengkap dengan seluruh prosesi peringatannya, penghargaan, hingga penciptaan elemen memori kepahlawanan melalui buku, film, juga lagu.

Schreiner (2005) mencatat Orde Lama pernah membentuk Lembaga Sejarah dan Antropologi (1958) yang bertugas membuat buku biografi para pahlawan. Orde Baru juga membentuk Proyek Biografi Pahlawan Indonesia (1975) yang berubah menjadi Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional (1979). Pada tahun terakhirnya (1983), lembaga itu telah menerbitkan 164 buklet setebal 50-200 halaman tentang biografi pahlawan. Para pahlawan yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia, dari barat hingga timur, dari Teuku Umar, Antasari, hingga Pattimura, menjadi bagian dari politik "representasional" atawa politik "partisipasi" yang membidik suatu mobilisasi massa secara luas melalui sebuah kontrol yang kuat. Hal itu menjadi usaha negara dalam membentuk kesadaran politik dan historis masyarakatnya. Negara berkehendak untuk menentukan arah dan isi kenangan historis serta menanamkan penafsiran khusus pada masa lalu yang bermanfaat bagi keperluan-keperluan (politik) tertentu. Fenomena pahlawan adalah suatu instrumen penting untuk mengindoktrinasi generasi muda yang terdiri atas siswa dan pelajar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lagu-lagu semacam Gugur Bunga, Hari Pahlawan, serta film Serangan Fajar (1981) dan Pengkhianatan G 30 S PKI (1984) juga menjadi suatu referensi untuk mengenang aksi-aksi bersejarah dan kepahlawanan seseorang. Film terakhir menjadi usaha negara untuk mengubah para pahlawan revolusi menjadi martir-martir Orde Baru dan ideologi nasional Pancasila. Pembangunan Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya juga berada pada logika yang sama.

Seturut Schreiner, potret-potret yang "diciptakan" ini menunjukkan sekumpulan wajah serupa yang kokoh. Akibatnya, kisah heroisme semacam ini justru menciptakan sekumpulan lambang yang didepersonalisasi dan distereotipkan, yang kadang-kadang tidak lagi mewakili aksi-aksi personal. Sebaliknya, mereka telah menjadi emblem-emblem negara.

Pahlawan bukan semata gelar yang dilekatkan pada orang atau tokoh tertentu. Kepahlawanan bisa hadir dari kisah suka-duka banyak orang di berbagai lapisan masyarakat. Pahlawan adalah sebuah pilihan sikap, sebentuk abstraksi tentang nilai-nilai kualitas hidup yang tak hendak menjadi eksklusif, apalagi dominatif. Pemahaman ini penting untuk mencegah sikap sok pahlawan atau pahlawan kesiangan yang kerap muncul di sekitar kita saat ini.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Napak Tilas Syekh Yusuf, Pahlawan Nasional dari Sulawesi Selatan hingga Cape Town Afrika Selatan

23 hari lalu

Syekh Yusuf. Istimewa
Napak Tilas Syekh Yusuf, Pahlawan Nasional dari Sulawesi Selatan hingga Cape Town Afrika Selatan

Nama Syekh Yusuf terkenal di Afrika Selatan, terdapat jejak peninggalan yang masih ada sampai sekarang.


396 Tahun Syekh Yusuf, Pahlawan Nasional Panutan Nelson Mandela

23 hari lalu

Syekh Yusuf. Istimewa
396 Tahun Syekh Yusuf, Pahlawan Nasional Panutan Nelson Mandela

Syekh Yusuf dianugerahi pahlawan nasional dua negara memiliki perjalanan dakwah panjang hingga di Afrika Selatan. Nelson Mandela mengaguminya.


Profil Kapolri Pertama, Raden Said Soekanto dan Banyak Momen Bersejarah di Awal Kemerdekaan

25 hari lalu

Jenderal Pol. (Purn.) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo merupakan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri; dulu bernama Kepala Djawatan Kepolisian Negara) pertama. Sejak dilantik, Soekanto mengonsolidasi aparat kepolisian dengan mengemban pesan Presiden Soekarno membentuk Kepolisian Nasional. Wikipedia
Profil Kapolri Pertama, Raden Said Soekanto dan Banyak Momen Bersejarah di Awal Kemerdekaan

Jenderal Pol Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo merupakan Kapolri pertama pada 1945-1959. Ia menolak penggabungan Polri dan TNI jadi ABRI.


Sosok Lafran Pane, Pendiri HMI yang Dikisahkan dalam Film Lafran

38 hari lalu

Lafran Pane. wikipedia.com
Sosok Lafran Pane, Pendiri HMI yang Dikisahkan dalam Film Lafran

Sosok Lafran Pane dikisahkan dalam film Lafran, akan tayang serentak di bioskop pada 20 Juni 2024. Siapa dia?


Jejak Singkat Perjalanan Perjuangan Kemerdekaan Tan Malaka Hingga Pemikirannya

54 hari lalu

Tan Malaka. id.wikipedia.org
Jejak Singkat Perjalanan Perjuangan Kemerdekaan Tan Malaka Hingga Pemikirannya

Peran Tan Malaka sebagai pemikir dan revolusioner telah menginspirasi banyak orang dan pengaruhnya masih terasa hingga saat ini.


127 Tahun Tan Malaka, Sosok Pahlawan Revolusioner

54 hari lalu

Rumah dan Museum Tan Malaka yang memprihatinkan, di Nagari Pandam Gadang, Gunuang Omeh, Payakumbuh, Sumbar, 2 Desember 2014. Tan Malaka merupakan tokoh pahlawan nasional yang tidak diakui oleh Orde Baru karena kedekatannya dengan Partai Komunis Indonesia. Tempo/Aris Andrianto
127 Tahun Tan Malaka, Sosok Pahlawan Revolusioner

Tan Malaka, sosok penting perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan ideologinya yang khas.


15 Pahlawan Nasional Asal Sumbar: Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Rohana Kudus, hingga AK Gani

13 Mei 2024

Ruhana Kuddus. Wikipedia
15 Pahlawan Nasional Asal Sumbar: Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Rohana Kudus, hingga AK Gani

15 tokoh Sumbar dinobatkan sebagai pahlawan nasional, antara lain Proklamator Mohamad Hatta, Imam Bonjol, Rohana Kudus, Rasuna Said, hingga AK Gani.


3 Fakta Cut Nyak Dhien di Sumedang, Mengajar Agama dan Disebut Ibu Suci

2 Mei 2024

Sejumlah siswa meliha foto pahlawan Cut Nyak Dhien saat bermain di sekolah yang terbengkalai di SDN 01 Pondok Cina, Depok, Jawa Barat, 27 Agustus 2015. Tempo/M IQBAL ICHSAN
3 Fakta Cut Nyak Dhien di Sumedang, Mengajar Agama dan Disebut Ibu Suci

Cut Nyak Dhien sangat dihormati masyarakat Sumedang dan dijuluki ibu perbu atau ibu suci. Ia dimakamkan di tempat terhormat bangsawan Sumedang.


Kisah Cut Nyak Dhien Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional 60 Tahun Lalu, Rakyat Aceh Menunggu 8 Tahun

2 Mei 2024

Cut Nyak Dien. peeepl.com
Kisah Cut Nyak Dhien Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional 60 Tahun Lalu, Rakyat Aceh Menunggu 8 Tahun

Perlu waktu bertahun-tahun hingga akhirnya pemerintah menetapkan Cut Nyak Dhien sebagai pahlawan nasional.


Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

2 Mei 2024

Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri Yogyakarta Tony Spontana menaburkan bunga di nisan Nyi Hadjar Dewantara dalam peringatan hari pendidikan nasional di Taman Makam Wijaya Brata, Yogyakarta, 2 Mei 2016. Upacara dan ziarah makam tersebut dihadiri ratusan siswa/i serta keluarga besar Ki Hadjar Dewantara. TEMPO/Pius Erlangga
Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

Sebelum memperjuangkan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara adalah wartawan kritis kepada pemerintah kolonial. Ia pun pernah menghajar orang Belanda.