Sikap pemerintah yang tidak tegas terhadap PT Minarak Lapindo Jaya menyebabkan urusan ganti rugi korban semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, bertele-tele. Keadaan kritis pun muncul karena penduduk di sana telah mengusir petugas yang menangani semburan lumpur.
Tidak ada yang turun tangan ketika lumpur terus meninggi, seperti yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. Petugas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo tak berani bekerja karena dihalangi korban Lapindo yang kecewa atas proses ganti rugi. Jika keadaan ini dibiarkan, tanggul bisa jebol dan lumpur akan menggenangi rel kereta api serta jalan raya-jalur penting yang menghubungkan Kota Surabaya dengan wilayah sekitarnya.
Hingga kini proses pelunasan ganti rugi korban lumpur Lapindo dalam peta area terkena dampak memang berjalan di tempat. Masih ada sekitar 3.000 berkas milik korban Lapindo atau ganti rugi sekitar Rp 800 miliar yang belum diberesi oleh PT Minarak Lapindo Jaya. Urusan ini seharusnya selesai pada 2009 atau tiga tahun setelah lumpur menyembur dari sumur migas milik perusahaan keluarga Bakrie tersebut.
PT Minarak Lapindo-perusahaan yang bertanggung jawab atas ganti rugi-selalu menunda-nunda pembayaran. Pihak Lapindo berkali-kali mengubah kesepakatan, dimulai dari kesanggupan mencicil Rp 30 juta per bulan, kemudian menjadi Rp 15 juta per bulan, sampai akhirnya tidak membayar sampai sekarang.
Korban yang berada di dalam peta area terkena dampak itu justru lebih buruk nasibnya dibanding korban yang berada di luar area tersebut. Ganti rugi terhadap korban kelompok kedua relatif lebih lancar karena ditanggung oleh pemerintah serta dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Jangan heran bila sejumlah korban Lapindo menggugat kebijakan yang mereka anggap tidak adil tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Sebagian permohonan korban dikabulkan oleh majelis hakim konstitusi dalam putusan yang diumumkan pada Maret lalu. Hakim konstitusi menyatakan kebijakan itu menabrak konstitusi sepanjang tidak dimaknai: negara harus memastikan ganti rugi korban di luar area terkena dampak oleh perusahaan yang bertanggung jawab.
Betapa gamblang putusan MK itu. Tidak selayaknya pemerintah-selama ini telah mengeluarkan dana Rp 7 triliun untuk menanggulangi semburan lumpur dan ganti rugi korban-bersikap lembek. Atas nama negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya memaksa PT Lapindo segera melunasi ganti rugi itu. Bahkan pemerintah bisa menggugat lewat pengadilan bila perusahaan ini terus-menerus ingkar janji.
Sudah terlalu lama korban lumpur Lapindo menderita. Untuk bersikap tegas, pemerintah juga tak perlu menanti sampai lumpur itu benar-benar luber sampai ke rel kereta dan jalan raya. Presiden Yudhoyono, yang segera mengakhiri masa jabatan, semestinya memberikan kado manis bagi korban Lapindo dengan memperjuangkan nasib mereka.