Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Korupsi Setelah 16 Tahun

image-profil

image-gnews
Iklan

Reza Syawawi, Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia

Akhir 2014 ini setidaknya menyiratkan dua momen yang penting bagi bangsa ini: perayaan antikorupsi dan rezim pemerintahan baru. Setumpuk harapan publik terhadap pemberantasan korupsi telah ditumpangkan di biduk yang dinakhodai Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kita mungkin perlu merenung tentang gerakan antikorupsi yang genderangnya ditabuh oleh rezim reformasi. Enam belas tahun sudah berlalu (1998-2014), tapi korupsi masih saja menjadi keseharian kita. Tiada sehari pun kita lewati tanpa pemberitaan tentang berbagai kasus korupsi.

Mungkin kita bisa meringis ketika para pelaku korupsi itu adalah mereka yang memiliki hubungan suami-istri, kakak-adik, orang tua-anak, atau minimal memiliki hubungan kekerabatan yang sama. Ini fakta hukum dan fakta sosial yang tidak bisa dihindari, di mana korupsi memang telah menjadi candu bagi kalangan mana pun.

Pada 2014, corruption perception index (CPI) yang dirilis Transparency International (TI) memberikan skor 34 kepada Indonesia. Dibanding pada 2012 dan 2013, ada kenaikan 2 poin dari skor sebelumnya (32).

Namun jika menggunakan dua variabel, yaitu rentang indeks yang sangat besar 0-100 dan rerata (average) perolehan skor di seluruh negara yang disurvei, kenaikan itu tidaklah signifikan. Faktanya, perolehan skor 34 itu masih menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di dunia (dari rerata 43).

Perolehan skor ini adalah jerih payah rezim pemerintah SBY. Ironis memang, ketika rezim ini justru yang paling "rajin" mengeluarkan kebijakan antikorupsi. Salah satu yang teranyar adalah Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang 2012-2025 dan Jangka Menengah 2012-2014. Selain itu, ada begitu banyak instruksi presiden antikorupsi, bahkan beberapa khusus ditujukan untuk kasus korupsi di sektor tertentu (pajak).

Jika dikaitkan dengan penegakan hukum, beberapa menteri pada masa SBY justru menjadi pelaku korupsi. Artinya, kebijakan antikorupsi bahkan tidak mampu mempengaruhi tabiat korup di lingkaran utama kekuasaan. Mungkin benar apa yang disebut oleh Lord Acton, bahwa kekuasaan memang selalu bertendensi korup.

Mungkin benar apa yang Syed Hussein Alatas pernah sebutkan dalam Sosiologi Korupsi (1981), bahwa korupsi akan tumbuh subur dalam lingkungan yang korup. Apakah korupsi di lingkungan pemerintahan, birokrasi, partai politik, parlemen, polisi, institusi peradilan, dan seterusnya mencerminkan kondisi masyarakat kita?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Indeks apa pun sebetulnya tidak bisa dijadikan ukuran tunggal untuk mengukur sejauh mana kinerja negara dalam memberantas korupsi. Apalagi jika hanya diukur dari segi komitmen di atas kertas atau dalam hal memproduksi kebijakan.

Jika dihitung, mungkin akan sangat banyak institusi/lembaga yang mencanangkan gerakan antikorupsi. Tapi, sejauh mana kesepakatan itu diterjemahkan di dalam aksi yang lebih konkret, dilaksanakan, dan apa dampaknya?

Apakah program antikorupsi di bidang pelayanan publik membuat pelayanan publik tersebut menjadi lebih baik? Atau jika menggunakan konteks penindakan/penegakan hukum, apakah jumlah pelaku korupsi yang dijebloskan ke penjara akan berdampak pada jumlah kejahatan korupsi, atau minimal jumlah kerugian negara akibat kejahatan korupsi bisa dikembalikan?

Jika diibaratkan perang, perang melawan korupsi saat ini telah dinakhodai oleh Presiden Jokowi. Jika menggunakan alibi konstitusional, jabatan presiden sesungguhnya didaulat bukan hanya sebagai kepala pemerintahan, tapi juga kepala negara.

Presiden sudah dihidangkan banyak sekali menu antikorupsi, misalnya Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Perpres 55 Tahun 2012), Undang- Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14 Tahun 2008), dan regulasi lain yang menunjang pemberantasan korupsi. Surplus regulasi di bidang antikorupsi sebetulnya sudah lebih dari cukup untuk memaksa seluruh lembaga/institusi negara untuk turut serta dalam gerakan antikorupsi.

Sebagai contoh kecil yang mungkin bisa berdampak besar, bagaimana Presiden Jokowi bisa menggunakan rezim keterbukaan yang sudah dijamin undang-undang untuk memaksa seluruh daerah/institusi/lembaga negara mempublikasikan anggarannya. Ini akan menjadi langkah awal yang sangat baik untuk mendorong inisiatif-inisiatif antikorupsi lainnya.

Pentingnya rezim keterbukaan ini adalah agar seluruh pihak bisa ikut serta dalam gerakan antikorupsi. Jika ini tidak dilakukan, gerakan antikorupsi akan kembali dibajak oleh sebagian elite yang memonopoli informasi (anggaran). Mungkin dulu kita lelah berada di bawah kekangan Orde Baru selama hampir 32 tahun, sehingga terjadi peralihan rezim. Namun, apa mau dikata, setelah rezim beralih dan hampir berumur 16 tahun, korupsi masih saja menjadi momok.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


KPK Ajak Anak Muda Berpartisipasi pada Festival Lagu Antikorupsi

11 Agustus 2017

Aksi panggung Slank dalam konser Jurus Tandur menolak hak angket KPK di depan gedung KPK, Jakarta, 13 Juli 2017. TEMPO/Yovita Amalia
KPK Ajak Anak Muda Berpartisipasi pada Festival Lagu Antikorupsi

Festival ini merupakan salah satu upaya KPK dalam pencegahan korupsi di kalangan anak muda.


KPK Gelar Festival Lagu Anti Korupsi dengan Juri Sandy Canester

7 Agustus 2017

Ekspresi Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang memainkan saxophone di acara Konser Suara Anti Korupsi di Pasar Festival, Jakarta, 18 November 2016. Konser tersebut merupakan acara puncak penganugerahan kompetisi Suara Antikorupsi. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
KPK Gelar Festival Lagu Anti Korupsi dengan Juri Sandy Canester

KPK menyelenggarakan Festival Lagu Suara Anti Korupsi dengan juri Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Sandy Canester.


KPK Bekali Kiat Menolak Korupsi kepada 38 Finalis Putri Indonesia  

27 Maret 2017

Finalis Puteri Indonesia 2017 usai melakukan kunjungan di gedung KPK, Jakarta, 27 Maret 2017. Kedatangan 38 finalis dari seluruh provinsi di Indonesia tersebut untuk mendapatkan pembekalan mengenai pemberantasan korupsi dalam masa karantina. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
KPK Bekali Kiat Menolak Korupsi kepada 38 Finalis Putri Indonesia  

Sebanyak 38 wanita rupawan mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Mereka merupakan finalis ajang Putri Indonesia 2017.


Hanya Naik 1 Poin, Istana Berharap CPI Tahun Ini Lebih Baik

25 Januari 2017

Teten Masduki saat dilantik menjadi Kepala Staf Presiden di Istana Negara, Jakarta, 2 September 2015. Teten Masduki menggantikan Luhut Binsar Pandjaitan yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. TEMPO/Subekti
Hanya Naik 1 Poin, Istana Berharap CPI Tahun Ini Lebih Baik

Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki berharap skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang diraih Indonesia pada tahun ini lebih baik lagi.


TI: Paket Kebijakan Perbaiki Indeks Korupsi Indonesia  

25 Januari 2017

Ilustrasi Pungutan liar (Pungli)/Korupsi/Suap. Shutterstock
TI: Paket Kebijakan Perbaiki Indeks Korupsi Indonesia  

Dalam rentang waktu lima tahun terakhir, skor CPI Indonesia naik lima poin.


Korupsi (Atas Nama) Partai

24 Oktober 2016

Korupsi (Atas Nama) Partai

Rasanya tidak ada partai politik di Indonesia yang secara resmi memerintahkan kadernya untuk melakukan tindak pidana korupsi yang kemudian harus disetor ke partainya. Yang ada, partai tutup mata atas sumbangan kadernya, seberapa pun besarnya. Partai pada umumnya juga tidak pernah mempertanyakan asal-usul kontribusi dari kadernya. Konon, partai tidak boleh berburuk sangka terhadap kadernya sendiri, kendati jumlah dana yang disetor tidak masuk akal. Biasanya, kader yang banyak memberi dana untuk partai akan mendapat "reward", misalnya akan mendapat prioritas kalau ada lowongan jabatan di kelengkapan DPR, masuk panitia khusus yang menarik, jabatan di internal partai, atau nomor bagus calon anggota legislatif dalam pemilihan umum.


Siasat Kenaikan Subsidi Partai

21 Oktober 2016

Siasat Kenaikan Subsidi Partai

Lagi, Kementerian Dalam Negeri melempar wacana kenaikan bantuan keuangan untuk partai politik. Akankah gagasan ini menjadi langkah yang tepat untuk pembenahan partai?

Setahun lalu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pernah mengusulkan hal yang sama, yakni menaikkan bantuan keuangan partai sebesar Rp 1 triliun untuk semua partai yang memiliki kursi di DPR. Belum sempat direalisasi, usul tersebut kandas akibat penolakan masyarakat.


Resep Denmark Jadi Negara Paling Bersih dari Korupsi  

16 Maret 2016

TEMPO/Hariandi Hafid
Resep Denmark Jadi Negara Paling Bersih dari Korupsi  

Apa resep Denmark menjadi negara paling bersih dari korupsi?


Survei BPS: Perilaku Antikorupsi Masyarakat Menurun  

22 Februari 2016

Suryamin, Kepala Badan Pusat Statistik. TEMPO/Rezki Alvionitasari.
Survei BPS: Perilaku Antikorupsi Masyarakat Menurun  

Hasil survei BPS menunjukkan pengalaman antikorupsi

masyarakat lebih rendah dibanding persepsinya.


Kabar Baik, Peringkat Korupsi Indonesia Membaik!  

27 Januari 2016

TEMPO/Hariandi Hafid
Kabar Baik, Peringkat Korupsi Indonesia Membaik!  

Kenaikan peringkat salah satunya berkat kinerja KPK dalam memberantas korupsi.