Begitu dilantik menjadi presiden ketujuh pada Oktober nanti, Joko Widodo alias Jokowi mesti segera membenahi birokrasi. Pemborosan biaya perjalanan dinas yang ia ungkapkan belakangan ini hanyalah salah satu borok aparatur pemerintah. Masih banyak penyakit lain yang harus diberantas untuk menyehatkan birokrasi.
Pemborosan anggaran tecermin dari besarnya biaya rapat luar kota dan perjalanan dinas yang tak masuk akal. Total biaya perjalanan dinas pemerintah pusat mencapai Rp 35 triliun. Angka yang tertera dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 ini naik sekitar 30 persen dibanding tahun lalu. Biaya yang besar itu mencakup paket rapat luar kota Rp 11 triliun, tapi belum termasuk ongkos perjalanan luar negeri sebesar Rp 38 triliun.
Banyak pejabat kementerian yang sengaja menggelar rapat di luar Jakarta agar mereka bisa mengklaim biaya perjalanan dinas dan penginapan. Kebiasaan buruk ini dilestarikan dengan pembenaran bahwa gaji mereka kecil. Padahal pemerintah juga telah berupaya meningkatkan pendapatan pegawai negeri secara bertahap lewat program remunerasi.
Baca juga:
Aparatur pemerintah tampak mementingkan diri mereka sendiri dan melupakan layanan publik. Upaya meningkatkan layanan perizinan pun tak kunjung berhasil. Tak ada pula transparansi dalam pengelolaan anggaran dan rekrutmen pegawai negeri. Semua masalah ini sebetulnya sudah diidentifikasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Tapi pembenahan yang dilakukan oleh pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono tampak terlalu lamban.
Kementerian Pendayagunaan juga sudah menerbitkan buku Reformasi Birokrasi dalam Praktik pada tahun lalu. Buku ini berisi sejumlah resep untuk memperbaiki roda pemerintahan, antara lain penerapan kantor maya (e-office), pembentukan layanan terpadu untuk perizinan, penggunaan tolok ukur kinerja, rekrutmen terbuka, dan pengembangan zona integritas untuk memerangi korupsi. Hanya, semua solusi itu lebih sering diseminarkan ketimbang dilaksanakan.
Jangan lupa, setiap kementerian sebenarnya telah memiliki road map penataan birokrasi yang dibuat sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Andai kata program ini diterapkan sungguh-sungguh, tentu banyak faedahnya. Pemborosan anggaran tak terjadi lagi, korupsi berkurang, dan penerimaan pajak meningkat. Anggaran negara yang tak sehat, seperti yang terlihat dalam RAPBN 2015, mungkin bisa dihindari.
Jokowi cukup berhasil membenahi birokrasi saat memimpin Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Ia diharapkan bisa memimpin langsung upaya mereformasi birokrasi pemerintah pusat. Bersama wakilnya, Jusuf Kalla, Jokowi diyakini mampu mengawasi lebih cermat pembenahan birokrasi agar berjalan lebih efektif dan efisien. Apalagi problemnya bukan minimnya konsep atau blue print, melainkan pelaksanaannya yang kurang serius.